Powered By Blogger

Minggu, 02 Januari 2011

makalah filsafat ilmu tentang rasionalisme

Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang masalah
Filsafat Rasionalisme satu aliran filsafat modern, yaitu empirisme. Kali ini saya akan menggali lebih dalam tentang aliran kontra empirisme, taitu Rasionalisme. Rasionalisme sangat bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sangat sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail, Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran. Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat. Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam.
B. Pembatasan masalah
Agar lebih fokos dan lebih efesien dalam pembahasan ini maka kami membatasi permasalahan ini menjadi bebrapa sub pokok pembahaan yang meliputi: Pengertian filsafat rasionalisme, Kepastian Dan Batas Keraguan ,Superioritas Akal,Piranti Akal,Beberapa Keistemewaan Lain Akal,Rasionalisme Filsafat,Rasionalisme Filsafat Realistis,Rasionalisme Filsafat Idealitis
C. Rumusan masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Diantaranya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan Rasionalisme?
2. Bagaimanakah suporitas akal itu ?
3. Bagaimana keistimewaan akal itu ?
D. Tujuan Penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu sosial dasar, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian rasionalisme
2. Untuk mengetahui bagaimana superioritas akal
3. Untuk mengetahui keistimewaan akal
E. Metode Penelitian
dalam pembahasan filsafat ilmu ini saya menggunakan metode analisis deskriftif dari sumber-sumber yang saya peroleh
F. Sistematika Penulisan

makalah ini di buat 3 bab yang masing-msing bab di lengkapi sub-sub bab dengan sistemaitka sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang
masalah, perusmusan masalahan, pembatasan masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II : pembahsan yang menguraikan tentang Pengertian filsafat rasionalisme, Kepastian Dan Batas Keraguan ,Superioritas Akal,Piranti Akal,Beberapa Keistemewaan Lain Akal,Rasionalisme Filsafat,Rasionalisme Filsafat Realistis,Rasionalisme Filsafat Idealitis
Bab III : penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-
saran



Bab II
Pembahasan

A. Pengertian filsafat rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (renson) adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Alat jalan berfikir itu adalah kidah-kaidah logis.
Rasionalisme merupakan lawan dari empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, contoh yang paling jelas adalah pemahaman tentang logika dan matematika yang penemuan- penemuannya begitu pasti dan kebenarannya universal.
Rasionalisme sudah mulai diterapkan oleh Thales dalam filsafatnya dan pada zaman modern filsafat tokoh pertamanya adalah Descartes. Rasionalisme pada zaman modern filsafaat terutama dilihat sebagai reaksi terhadap dominasi gereja pada abad pertengahan Kristen di Barat.keistimewaan Descartes adalah keberaniannya melepaskan diri dari kerangkeng yang mengurung filosof abad pertengahan.
Corak utama pada filsafat modern adalah dianutnya kembali rasionalisme seperti pada masa Yunani Kuno dan gerakan pemikiran Descartes yang disebut bercorak renai sance.
Descartes dianggap sebagai bapak filsafat modern. Menurut Bertrand Russel, anggapan itu benar. Kata “bapak” diberikan kepada Descartes karena dialah orang pertama pada zaman modern itu yang membangun filsafat yang berdiri atas kenyakinan sendiri yang dihasilkan oleh pengetahuan akliah
Descartes lahir di La-Haye Prancis pada tahun 1596. ia belajar di Jesuit
College La Universitas Poitiers, tapi Descartes tidak pernah mampraktekannya.dari 1616 sampai 1628 Descartes banyak melakukan pengalaman dari satu negri ke negri lain. Ia masuk tiga dinas ketentaraan yang berbeda-beda (Belanda, Batavia dan Hanggaria).
Saat umurnya tiga puluh dua tahun Descartes menetap di Belanda selama tidak kurang daari dua puluh satu tahun. Dipilihnya Belanda karena Descartes menganggap bahwa Belanda lebih menyediakan kebebasan intelektual dibandingkan negri-negri lain.
B. Kepastian Dan Batas Keraguan
(Descartes Philosophical Writings)
Rene’ Descartes
Rene Descartes, semasa hidupnya telah memberikan kontrribusi penting terhadap perkembangan filsafat. Metode-metode yang dia kemukakan merupakan langkah awal lahirnya pemikiran filsafat modern. Pada saat itu, akhir abad pertengahan, dunia filsafat telah merosot perkembangannya. Diawali sejak penghujung zaman helenisme sampai kemudian memasuki abad pertengahan, agama, hati dan iman mendominasi, sedangkan akal sama sekali tidak berkutik.
Salah satu pemikiran filsafat yang berpengaruh saat itu adalah rumusan terkenal yang diungkapkan oleh Saint Anselmus dengan pernyataannya credo uz intelligam, kira-kira artinya adalah iman lebih dulu, setelah itu mengerti
Dalam ungkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu harus di imani, melainkan orang mengerti karena mengimaninya. Demikian tersebut tetap diyakini terutama oleh tokoh-tokoh gereja yang tetap percaya bahwa dasar filsafat adalah iman. Hal yang tidak mudah bagi descartes untuk melawannya, terbukti pada saat itu banyak tokoh-tokoh filsafat yang dihukum oleh pihak gereja.
Kemudian descartes hadir untuk menanamkan dasar filsafat yang baru yaitu akal. Untuk mendukung argumentasinya tesebut ia mengungkapkan metodenya yang terkenal tentang keraguan (Cartesian Doubt) atau yang lebih dikenal dengan cagito descartes akal yang ia gunakan untuk dasar filsafatnya, ia jadikan sebagai titik acuan awal pemikirannya.
Ia menuangkan metode-metodenya dalam karya-karya besarnya, karya pertama yang ia tulis adalah Rules For The Direction Of The Under Standing pada tahun 1620 dan terbit pada tahun 1701. Le Monde pada tahun 1634. Discouvse On
Method pada tahun 1637 bersama karya-karya scientific dan matematikanya.
Meditation On Jiust Philoshofy, pada tahun 1641 dan Principles Of Philoshofy
pada tahun 1644. serta tulisan-tulisan pilihan yang kemudian diterbitkan.

2 Tahap-tahap pemikiran Descartes
untuk mancari kebenaran sejati dimulai dengan langkah-langkah yang menurut polos dan jernih. Kemudian ia meneliti sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru (menurutnya) yang umumnya sudah disepakati orang. Ia memulai dengan cara meragukan apa saja, meragukan kepercayaan, meragukan pendapat yang sudah berlaku, meragukan eksistensi alam diluar dunia dan bahkan meragukan eksistensinya sendiri. Tahap pertama ini juga merupakan langkah awal landasancagi to-nya. Ia berfikir setiap benda yang ia tahu melalui panca inderanya adalah benar-benar diragukan keberadaannya meskipun ia sendiri manyadari bahwa mungkin akal akan menipunya ("Meditation", In Descartes Philoshophikal Writing) bahkan ia meragukan apakah tangan dan tubuhnya itu adalah miliknya.
Kemudian berfikir bagaimana ia tahu bahwa ia tidak sedang tidur dan bermimpi. Karena antara keadaan sadar dengan mimpi tidak ada perbedaan atau batas yang benar-benar tegas dan jelas (distinct). Adakalanya seseorang akan merasa dalam keadaan sadar ketika ia sedang bermimpi atau berhalusinasi, karena pengalaman yang ia lami dirasakan benar-benar terjadi Descartes mencontohkan keadaannya sedang yang duduk dan berpakaian rapi, ia meragukan keadaannya tersebut karena ia pernah mengalaminya ketika bermimpi. Prinsipnya, Descartes berpendapat bahwa tidak ada perbedaan yang jelas antara sadar (keadaan) dan sedang mimpi.
Langkah selanjutnya Descartes kembali berpikir, adakah sesuatu (benda) yagn benar-benar ada yang tidak dapat diragukan lagi keberadaannya? Ia sendiri mengajukan tiga hal yaitu gerak, juumlah dam besaran (matematika /ilmu pasti). Namun ia kembali meragukannya karena ia kadang-kadang ia merasa salah ketika melakukan perhitungan. Dengan demikian, ilmu pasti pun ia ragukan. Ketika ia kembali berpikir, ia tetap meragukan setiap benda. Akhirnya mengambikl kesimpulan, bahwa ia ragu karena disebabkan oleh berfikir. Tidak mungkin ia ragu, jika tidak berpikir. Kemudian ia mengungkapkan, kalau begitu "aku
berpikir" pasati aku dan benar. Jika "aku berpikir" ada . berarti "aku" ada sebab
yang berpikir itu aku.
3 Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir
Pengertian lain rasionalisme atau gerakan rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah :
1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Ia yang mendirikan aliran Rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercayai adalah akal. Ia tidak puas dengan filsafat scholastik karena dilihatnya sebagai saling bertentangan dan tidak ada kepastian. Adapun sebabnya karena tidak ada metode berpikir yang pasti.
Descartes merasa benar-benar ketegangan dan ketidak pastian merajalera ketika itu dalam kalangan filsafat. Scholastic tak dapat memberi keterangan yang memuaskan kepada ilmu dan filsafat baru yang dimajukan ketika itu kerapkali bertentangan satu sama lain.
Descartes mengemukakan metode baru yaitu metode keragu-raguan. Seakan- akan ia membuang segala kepastian, karena ragu-ragu itu suatu cara berpikir. Ia ragu- ragu bukan untuk ragu-ragu, melainkan untuk mencapai kepastian. Adapun sumber kebenaran adalah rasio. Hanya rasio sejarah yang dapat membawa orang kepada kebenaran. Rasio pulalah yang dapat memberi pemimpin dalam segala jalan pikiran. Adapun yang benar itu hanya tindakan budi yang terang-benderang, yang disebutnya ideas claires et distinctes. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran, maka aliran ini disebut Rasionalisme.
2. Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
Ia kenal kemudian aliran- aliran filsafat modern dan mahir dalam ilmu. Ia menerima substansi Spinoza akan tetapi tidak menerima paham serba Tuhannya (pantesme). Menurut Leibniz substansi itu memang mencantumkan segala dasar kesanggupannya, dari itu mengandung segala kesungguhan pula. Untuk menerangkan permacam- macam didunia ini diterima oleh Leibniz yang disebutnya monaden. Monaden ini semacam cermin yang membayangkan kesempurnaan yang satu itu dengan cara sendiri.
"Setelah membahas selayang-pandang raisons d'être epistemology secara umum, kini pembahasan kita lebih mengurucut kepada pembahasan epistemology yang diusung oleh kaum Rasionalis. Pembahasan hangat dan panjang antara kaum Rasionalis vis-à-vis kaum Empirisis adalah terletak pada paradigma dan parameter apa yang digunakan untuk mencerap dan menguak realitas. Atau lebih jelasnya, pendekatan mana yang lebih unggul. Apakah deduksi yang menjadi kendaraan kaum Rasionalis ataukah logika induksi yang lebih unggul dan lebih dekat untuk menguak realitas. Menurut logikawan, metode induksi (pengalaman) bukanlah tandingan atas metode deduktif. Lantaran pengalaman itu sendiri mengandung deduksi, ia juga dapat mejadi salah satu premis dalam deduksi lain. Para logikawan membagi proposisi-proposisi swabukti mejadi dua; proposisi swabukti primer dan sekunder. Proposisi-proposi "empiris" atau proposisi yang didapatkan dari pengalaman masuk dalam bagian proposisi swabukti sekunder."
Tuhanku, , Alangkah bahagiahnya mereka yang telah terlezatkan raganya oleh akalnya .
Dalam membahas masalah epistemologi mazhab Rasionalis ini, aib utama yang dapat Anda jumpai dalam makalah ini adalah tidak bersandar kepada literature-literature original yang dapat dijadikan sebagai rujukan utama. Meskipun dengan tetap merujuk kepada para Ahli Nazar (pemilik pendapat), toh hanya dapat mengantarkan kepada kilasan dan lintasan pemikiran puak-puak Rasionalis. Betapa tidak, tema pembahasan kali adalah pure filsafat Barat, yang meneropong tokoh-tokohnya plus karya-karya mereka, misalnya, Descartes dengan karya-karyanya seperti, Discours de la méthode (Discourse on Method) atau "Essais philosophiques", "Meditationes de Prima Philosophia" (Meditations on First Philosophy), "Principia Philosophiae" (The Principles of Philosophy). Atau orang semisal Immanuel Kant dengan karyanya, diantaranya "Critique of Pure Reason" atau "Critique of Practical Reason", tidak tersedia, TINA, terpaksa dengan segala keterbatasan yang ada, bersandar kepada literatur-literatur terjemahan atau karya-karya lokal yang ada. Dalam pembahasan hermeunetik, disinggung bahwa campur tangan "subjektif" dan distansiasi penerjemah atau pemerhati filsafat Barat tidak dapat dihindari dalam mengalih-bahasakan atau mengapresiasi sebuah karya dan kerja ilmiah seorang pemikir, filsuf dan kritikus. Alih-alih membiarkan literatur-literatur yang ada itu nganggur, kami tetap menjamahnya sebagai sandaran alternatif. Oleh karena itu, wajar kiranya, telisik analisis – kalau memang dapat disebut analisis – makalah sederhana ini kurang tajam dan hanya dapat dianggap sebagai pemenuhan intellectual exercise sahaja .
Ala kulli hal, dalam menapaki proses "mengerangka-diri" dengan ilmu dan amal, meniscayakan adanya sharing, transformasi, proses memberi dan menerima, perbaikan dan penyempurnaan. Sebagai seorang yang mencoba menjejakkan tapak kaki di jalan "takamuli" ini atau meminjam istilah Âkhund Mulla Sadra, "taraqqi", alih-alih menyebutnya sebagai proses dialektika, lebih tepat kita menyebutnya sebagai proses penyempurnaan. Dan kita sebagai manusia – mengikut fitrah – sangat berhajat kepada proses ini. Menyitir Capra, dengan teori Web of Life-nya, yang menyatakan bahwa hidup itu ibarat jaringan. Perspaduan, pertautan, interaksi, dialog, sharing, transformasi, adalah bagian-bagian yang membentuk jaringan hidup sehingga bertalian secara berkelindan satu sama lain. Semoga Pemilik Segala Kesempurnaan, menjadikan kesempurnaan mengkristal dan menjelma dalam diri kita. Amin.
Setelah membahas selayang-pandang raisons d'être epistemology secara umum, kini pembahasan kita lebih mengurucut kepada pembahasan epistemology yang diusung oleh kaum Rasionalis. Pembahasan hangat dan panjang antara kaum Rasionalis vis-à-vis kaum Empirisis adalah terletak pada paradigma dan parameter apa yang digunakan untuk mencerap dan menguak realitas. Atau lebih jelasnya, pendekatan mana yang lebih unggul. Apakah deduksi yang menjadi kendaraan kaum Rasionalis ataukah logika induksi yang lebih unggul dan lebih dekat untuk menguak realitas. Menurut logikawan, metode induksi (pengalaman) bukanlah tandingan atas metode deduktif. Lantaran pengalaman itu sendiri mengandung deduksi, ia juga dapat mejadi salah satu premis dalam deduksi lain. Para logikawan membagi proposisi-proposisi swabukti mejadi dua; proposisi swabukti primer dan sekunder. Proposisi-proposi "empiris" atau proposisi yang didapatkan dari pengalaman masuk dalam bagian proposisi swabukti sekunder.
Dalam kesempatan kali ini – atas pertimbangan ruang dan waktu – sebelum membahas Epistemologi Kaum Rasionalis secara detail, ada baiknya kita mengulas dalil-dalil kaum Rasionalis, cabang-cabang madzhab Rasionalisme, ragam definisi ihwal akal, beberapa faedah akal, kemudian membahas Epistemologi menurut tokoh-tokoh kaum Rasionalis, kemudian sekiranya ada yang perlu dikritis, akan dialokasikan pada akhir dari sub-pembahasan epistemologi kaum Rasionalis ini. Insya Allah.
C. Superioritas Akal
Rasionalisme (Latin ratio, "reason") muncul dalam beberapa bentuk nyaris pada setiap tingkatan filsafat, teologi Barat, namun umumnya Rasionalisme ini diidentifikasi dengan tradisi yang berakar dari abad 17 oleh filsuf dan cendekia Francis, René Descartes dan pendukung aliran ini di antaranya, Kant, Spinoza, Leibniz. Descartes yang dikenal sebagai penyandang copy-right postulat "Cogito Ergo Sum" ini menggagas pemberdayaan nalar, sehingga dengan piranti lunak ini, tirai kebenaran universal dan proposisi-proposisi swabukti pertama dapat disingkap. Dengan memberdayakan nalar, muatan filsafat dan ilmu pengetahuan secara deduktif dapat dibongkar. Descartes beranggapan bahwa kebenaran-kebenaran swabukti ini merupakan fitri, tidak bersumber dari indra dan pengalaman.
Kendati kemudian, model pendekatan ini ditentang oleh tradisi kaum empiris, seperti John Locke yang meyakini bahwa seluruh gagasan-gagasan berasal dari persepsi dan indra.
Soft-ware akal (fitrawi) sebagaimana yang diklaim oleh madzhab Rasionalisme sebagai nara-sumber ide-ide adalah superior atas nara-sumber lainnya seperti indra, persepsi dan pengalaman. Indra-persepsi manusia, berdasarkan madzhab ini, merupakan nara-sumber pemahaman, konsepsi dan gagasan sederhana. Namun, indra-persepsi ini bukan melulu nara-sumber. Akan tetapi, ada juga nara-sumber fitrawi yang melahirkan sejumlah konsepsi pada benak manusia. Descartes menyebut kualitas-kualitas yang tidak langsung dicerap oleh pengindaraan dengan nama "kualitas-kualitas primer". Lawannya adalah "kualitas-kualitas sekunder" yang langsung dicerap oleh penginderaan seperti bau, warna dan rasa. Dengan begitu, Descartes meyakini satu sisi dari keunggulan akal.
Bagaimanapun, dalil-dalil yang digunakan oleh kaum Rasionalis dalam berdialektika dengan kaum Empiris adalah mereka tidak menemukan adekuasi pengalaman untuk mengantarkan kita memasuki gerbang realitas. Galibnya, dalil-dalil yang mereka kemukakan di antara lain, bahwa konklusi epistemology kaum Empiris hanya bercorak paruh-realitas, bukan seluruh realitas, misalnya, keniscayaan (daruriyat) yang tidak dapat diselami oleh pengalaman dan indra-persepsi. Lainnya ialah apa yang kita kuak melalui pengalaman adalah bersifat partikular, sementara berpikir adalah universal journey. Dan yang ketiga adalah pelbagai perkara-perkara konsepsi (tasawwurat) seperti konsepsi matematis, estetika, etika tidak didapat diselesaikan oleh metode empiris. Apa yang mewajibkan kaum rasionalis untuk mengadopsi teori ini untuk menjelaskan konsepsi manusia adalah berangkat dari masalah ini. Mereka tidak menemukan sebuah alasan untuk memunculkan sejumlah gagasan dan konsepsi dari indra persepsi, karena gagasan dan konsepsi merupakan sebuah gagasan nir-kendriya (insensible ideas). Di samping itu, juga karena "kegerahan" Descartes terhadap kaum Skeptis yang menolak adanya realitas dunia luar. Seperti yang disebutkan dalam "Discourse on Methods", Descartes mengatakan bahwa postulat "Aku berfikir, karena itu Aku ada" adalah sedemikian kukuh dan niscaya.. sehingga kaum Skeptis tidak lagi dapat menggoyahkannya. Postulat "Aku berpikir atau Aku ragu..yakni apabila seorang meragukan segala sesuatu, ia tetap tidak akan pernah meragukan keberadaan dirinya sendiri. Mengingat keraguan tidak bermakna tanpa peragu, maka keberadaan manusia peragu dan pemikir adalah sesuatu yang tidak bisa diragukan. Kebenaran tentang aku yang meragukan ini bagi Descartes merupakan kepastian karena aku mengerti hal itu dengan ‘jelas dan khas’ (clear and distinc). Metode sangsi ini yang kemudian menjadi starting- point filsafat Descartes.
pendapat diatas sangat berkaitan dengan firman allah dalam surat al-baqarah ayat 111
   •    •             
111. dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar".
Ayat ini menunjukkkan bahwa sembarang masalah tidak akan dapat diterima melainkan dengan bukti. Oleh karena itu kita mendapati al-Qur'an mengembangkan rasionalisme ilmiah dan memerangi rasionalisme khurafat yang membenarkan sembarang dakwaan.
D. Piranti Akal
Well, sebelum merangsek lebih jauh, ada baiknya kita dedah lebih jeluk piranti akal yang dimaksudkan oleh madzhab Rasionalisme falsafah. Betapa pun, Rasionalisme dalam ranah filsafat terbagi lagi menjadi dua kelompok. Seperti Descartes dan Plato yang tergolong ke dalam Rasionalisme Realistis. Sementara Kant adalah pendukung Rasionalisme Idealistik. Aristoteles yang muncul ditengah-tengah mensintesakan antara Rasionalis dan Empiris.
Akal dalam bahasa inggris kerap disebut sebagai reason. Perbuatan atau sikap yang masuk akal – kerennya – diistilahkan dengan reasonable. Dalam kosmos filsafat, reason adalah philosophy intellect as basic for knowledge: the ability to think logically regarded as a basis for knowledge, as distinct from experience or emotions. Dalam bahasa Latin, akal sinonim dengan ratio sebagai akal penalaran dan bercorak particular. Intellectus berarti hikmat dan bercorak universal, termasuk pengetahuan ihwal realitas primordial (azali) dan Tuhan. Descartes lebih menjeluki akal partikular (ratio) ketimbang akal universal (intellectus). Dan dia memberikan makna baru atas akal particular ini. Akal secara literal bermakna imsak, dabt, man'e (ketiganya bermakna menahan); ketika diatributkan kepada manusia dapat berarti seseorang yang menahan hawa nafsunya.. Orang yang dapat menahan lisannya , lisan ini disebut lisan yang terjaga. 'Aql juga dapat bermakna tadabbur, husn fahm, idrak dan inzijar. Demikian juga secara leksikal, akal bermakna bahwa ilmu yang didapatkan adalah melalui piranti lunak ini, kekuatan pencerap pemilik akal. Atau dengan makna lain, perbuatan yang dilakukan oleh kekuatan nafs, yaitu mencerap. Demikian juga, berarti perbuatan yang menjadi preambule pekerjaan baik dan menjauhi pekerjaan buruk. Terminologi akal di atas adalah terminologi akal secara literal dan leksikal. Namun, dalam istilah teknis, baik dalam bidang falsafah, gnostik atau bidang teologi atau bahkan sosiologi, istilah akal didefinisikan secara berbeda. Ada aql garizi (differentia antara manusia dan hewan, wahana untuk meraih ilmu-ilmu konseptual), aql nazari (akal yang melakukan kegiatan inferensi, penalaran, eksplanasi dan pendefinisian), aql amali (kekuatan nafs yang dapat mencerap realitas dan segala nilai-nilai etika yang harus dilakukan), ketiga istilah teknis ini akrab digunakan oleh para hukamah (filsuf). Terminologi aql dalam ranah teologi, ada akal yang bermakna proposisi niscaya yang diterima oleh masyarakat atau akal adalah proposisi niscaya yang membentuk mukaddimah burhan (argument) baik swabukti atau konseptual, aqal jauhari (entitas mujarrad secara esensial dan aktual), aqal hadaf soz (akal yang yang mendeterminasi tujuan akhir hidup). Para sosiolog seperti Max Weber berpandangan, dalam menjelaskan sistem kapitalisme, aqlaniyat abzâr (instrument yang tidak memandang nilai baik dan buruk) sebagai antonim terhadap aklniyat zati.
Dalam buku Farhang-e Falsafah yang disusun oleh Dr. Jamil Saliba, menjelaskan secara elaboratif beberapa definisi ihwal akal. Kurang-lebih ada tiga belas definisi tentang akal yang disebutkan dalam kamus filsafat ini. Di sini kami hanya akan menukil arti akal yang didefinisikan oleh madzhab Rasionalis yang dapat kita lihat dari apa yang didefiniskan oleh Kant. Bagi Kant, akal terbagi menjadi dua, pure reason dan practical reason.
Pure reason adalah pencerapan ilmu berdasarkan kepada apa yang ada sebelumnya (apriori) dan practical reason adalah pemberdayaan pure reason bersandarkan kepada aturan-aturan etika. Rasionalisme dalam buku yang sama disebutkan sebagai keyakinan yang memandang bahwa segala yang maujud dapat dikembalikan kepada dasar-dasar rasio.
Aql dalam bahasa irfan juga memiliki makna yang tipikal, akal dalam kalimat Lahiji, aql dan ruh yang merupakan jiwa adalah satu hakikat dengan qalb, nafs. Akal dalam pandangan Khawaja Abdullahi Ansari sebagai belenggu hati, hati terbelenggu dari selain yang dicintai dan segala perhatian yang tidak layak.

E. Beberapa Keistemewaan Lain Akal
Sebagaimana yang telah diisyaratkan di atas bahwa epistemology madzhab Rasionalis bersandarkan kepada pendekatan deduksi dalam usahanya menguak realitas. Pendekatan deduksi melahirkan kepastian manakala ia sesuai dengan syarat-syarat logika dan bentuk yang benar. Kekuatan akal yang dominan dalam metode deduksi ini memiliki beberapa keistemewaan – sebagai komplementer dari dalil-dalil Descartes dan kaum Rasionalis di atas - menurut filsuf Islam dan Barat. Salah satu keistimewaan kekuatan akal adalah dapat menyelami dari bentuk eksoteris hingga esoteris sesuatu benda (atau menurut Kant, penetrasi dari phenomena merembes hingga noumena). Kemampuan yang lain dari kekuatan akal adalah dapat merumuskan dan mensintesakan ma'lumat dalam dirinya. Dan akal manusia dapat melakukan tajrid (abstraksi). Dapat membuat pengenalan-pengenalan partikular menjadi pengenalan-pengenalan universal.
F. Rasionalisme Filsafat
Embrio dasar Rasionalisme Descartes kemudian menuai banyak cabang-cabang Rasionalisme. Aliran-aliran madzhab Rasionalisme bermunculan seiring dengan menggeliatnya doktrin ini. Setidaknya ada tiga sub-madzhab Rasionalisme yang berkembang di belahan dunia Barat. Ketiga sub-madzhab tersebut akan kami sebutkan secara selintasan di sini.
1. Rasionalisme, dalam kosmos filsafat, adalah sebuah sistem berpikir yang menekankan peran nalar dalam mencerap ilmu. Kebalikan dari Empirisisme, yang menekankan peran pengalaman, khususnya indra dan persepsi.
2. Rasionalisme dalam ranah teologi (baca: Deism) adalah kebalikan dari Fideism yang lebih mengedepankan akal atas iman, dan seluruh asas dan hakikat agama dapat dibuktikan dengan rasio. Tidak bersandar melulu kepada iman.
3. Rasionalisme pada masa Aufklarung (Age of Reason). Istilah teknis ini digunakan untuk penyifatan terhadap pandangan-pandangan dunia (weltanschauung) filsuf-filsuf pada masa itu. Reason dalam persfektif mereka adalah opposite meaning dengan iman, otoritas tradisional, puritanisme dan khurafat. Tentunya di sini posisi mereka bertentangan secara diametral dengan kaum Masehi tradisional. Para cendekiawan rausyan fikr ini beranggapan bahwa akal adalah piranti reliabel dan akseptabel dalam perkara-perkara yang bertalian dengan hauzah kehidupan manusia, seperti ilmu, agama, etika, politik, etc.
Tentu saja, bukan tempatnya di sini untuk membahas satu-persatu sub-madzhab Rasionalisme ini. Sub-madzhab Rasionalisme yang menjadi fokus pembahasan kita kali ini adalah Rasionalisme Filsafat. Rasionalisme filsafat sendiri memiliki bagian yang lebih khusus, realistis dan idealistis.
G. Rasionalisme Filsafat Realistis
Menurut pandangan sub-madzhab ini kaidah-kaidah dan pemahaman-pemahaman tidak hanya untuk subjek akan tetapi juga bertaut dengan objek.
Plato dan para pengikutnya berpandangan bahwa premis yang digunakan untuk menalar sesuatu adalah bersandarkan kepada akal, tidak berdasarkan indra dan pengalaman. Nilai premis dan kaidah ini bersifat mutlak. Maksudnya adalah kaidah dan premis ini tidak hanya berupa kaidah berpikir tetapi juga termasuk ilmu dan perbuatan Tuhan. Dengan kata lain, kaidah-kaidah niscaya segala maujud pada ilmu Tuhan, wujud dan eksis. Dan seluruh benda tercipta berdasaran kaidah ini. Dan akal adalah basis penalaran ini. Menurut Plato, di atas dunia kendriya ini terdapat alam-alam ide (mutsul) atau a'yan tsubut yang menjadi sumber maujud dan pengetahuan (ma'rifat). Plato berkeyakinan bahwa jiwa manusia sebelum memasuki alam kendriya dia berada pada alam ide (mitsal) dan beranggapan bahwa dustur pemikiran manusia berasal dari iluminasi (isyraq) Ilahi.
Pandangan Descartes dan para pengikutnya adalah bahwa dustur-dustur pemikiran tidak bersandar kepada hasil pengalaman. Menurut Descartes kaidah-kaidah ini juga tidak hadir semenjak di alam-alam ide (mutsul) serta tidak berdasarkan ilmunasi (isyraqi), berbeda dengan Plato, akan tetapi dustur-dustur pemikiran ini hadir secara fitri bersama lahirnya manusia ke alam dunia ini.
H. Rasionalisme Filsafat Idealitis
Pendukung sub-madzhab ini adalah Immanuel Kant. Menurut Kant, seluruh hukum-hukum universal dan daruri tidak bersumber dari pengalaman; akan tetapi bersandarkan kepada akal dan mental (zihn). Kant berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dapat kita raih bertaut dengan phenomena, namun (noumena) esensi benda-benda tidak dapat dikenal oleh manusia. Kendati demikian, menurut Kant, apa yang tidak dapat dicapai oleh speculative reason dapat dicapai oleh practical reason dan bertolak dari practical reason ini manusia dapat mencapai Tuhan, ma'ad dan kebebasan (freewill).
















Bab III
Penutup
A. Simpulan
a. Pengertian filsafat rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (renson) adalah alat penting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Alat jalan berfikir itu adalah kidah-kaidah logis.
Rasionalisme merupakan lawan dari empirisme yang mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek empiris, contoh yang paling jelas adalah pemahaman tentang logika dan matematika yang penemuan- penemuannya begitu pasti dan kebenarannya universal.
b. Kepastian Dan Batas Keraguan
Rene Descartes, semasa hidupnya telah memberikan kontrribusi penting terhadap perkembangan filsafat. Metode-metode yang dia kemukakan merupakan langkah awal lahirnya pemikiran filsafat modern. Pada saat itu, akhir abad pertengahan, dunia filsafat telah merosot perkembangannya. Diawali sejak penghujung zaman helenisme sampai kemudian memasuki abad pertengahan, agama, hati dan iman mendominasi, sedangkan akal sama sekali tidak berkutik.
Tahap-tahap pemikiran Descartes
untuk mancari kebenaran sejati dimulai dengan langkah-langkah yang menurut polos dan jernih. Kemudian ia meneliti sejumlah besar pendapat-pendapat yang keliru (menurutnya) yang umumnya sudah disepakati orang
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran rasionalisme suatu pengetahuan diperoleh haruslah dengan cara berpikir
Latarbelakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional (scholastic), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu mengenai hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Para tokoh aliran Rasionalisme diantaranya adalah :
1. Rene Descartes ( 1596- 1650 M )
Descartes disamping tokoh rasionalisme juga dianggap sebagai bapak filsafat, terutama karena dia dalam filsafat-filsafat sungguh-sungguh diusahakan adanya metode serta penyelidikan yang mendalam. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran.
Spinoza (1632- 1677 M)
Spinoza dilahirkan pada tahun 1632 M. Nama aslinya adalah barulah Spinoza ia adalah seorang keturunan Yahudi di Amsterdam. Ia lepas dari segala ikatan agama maupun masyarakat, ia mencita- citakan suatu sistem berdasrkan rasionalisme untuk mencapai kebahagiaan bagi manusia.menurut Spinoza aturan atau hukum ynag terdapat pada semua hal itu tidak lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Baik Spinoza maupun lebih ternyata mengikuti pemikiran Descartes itu, dua tokoh terakhir ini juga menjadikan substansi sebagai tema pokok dalam metafisika, dan kedua juga mengikuti metode Descantes.
3. Leibniz
Gottfried Eilhelm von Leibniz lahir pada tahun 1646 M dan meninggal pada tahun 1716 M. ia filosof Jerman, matematikawan, fisikawan, dan sejarawan. Lama menjadi pegawai pemerintahan, pembantu pejabat tinggi Negara. Waktu mudanya ahli piker Jerman ini mempelajari scholastik.
c. Superioritas Akal
Rasionalisme (Latin ratio, "reason") muncul dalam beberapa bentuk nyaris pada setiap tingkatan filsafat, teologi Barat, namun umumnya Rasionalisme ini diidentifikasi dengan tradisi yang berakar dari abad 17 oleh filsuf dan cendekia Francis, René Descartes dan pendukung aliran ini di antaranya, Kant, Spinoza, Leibniz. Descartes yang dikenal sebagai penyandang copy-right postulat "Cogito Ergo Sum" ini menggagas pemberdayaan nalar, sehingga dengan piranti lunak ini, tirai kebenaran universal dan proposisi-proposisi swabukti pertama dapat disingkap. Dengan memberdayakan nalar, muatan filsafat dan ilmu pengetahuan secara deduktif dapat dibongkar. Descartes beranggapan bahwa kebenaran-kebenaran swabukti ini merupakan fitri, tidak bersumber dari indra dan pengalaman.
d. Piranti Akal
Well, sebelum merangsek lebih jauh, ada baiknya kita dedah lebih jeluk piranti akal yang dimaksudkan oleh madzhab Rasionalisme falsafah. Betapa pun, Rasionalisme dalam ranah filsafat terbagi lagi menjadi dua kelompok. Seperti Descartes dan Plato yang tergolong ke dalam Rasionalisme Realistis. Sementara Kant adalah pendukung Rasionalisme Idealistik.[5] Aristoteles yang muncul ditengah-tengah mensintesakan antara Rasionalis dan Empiris.
e. Beberapa Keistemewaan Lain Akal
Sebagaimana yang telah diisyaratkan di atas bahwa epistemology madzhab Rasionalis bersandarkan kepada pendekatan deduksi dalam usahanya menguak realitas. Pendekatan deduksi melahirkan kepastian manakala ia sesuai dengan syarat-syarat logika dan bentuk yang benar. Kekuatan akal yang dominan dalam metode deduksi ini memiliki beberapa keistemewaan – sebagai komplementer dari dalil-dalil Descartes dan kaum Rasionalis di atas - menurut filsuf Islam dan Barat. Salah satu keistimewaan kekuatan akal adalah dapat menyelami dari bentuk eksoteris hingga esoteris sesuatu benda (atau menurut Kant, penetrasi dari phenomena merembes hingga noumena).
f. Rasionalisme Filsafat Realistis
Menurut pandangan sub-madzhab ini kaidah-kaidah dan pemahaman-pemahaman tidak hanya untuk subjek akan tetapi juga bertaut dengan objek.
Plato dan para pengikutnya berpandangan bahwa premis yang digunakan untuk menalar sesuatu adalah bersandarkan kepada akal, tidak berdasarkan indra dan pengalaman. Nilai premis dan kaidah ini bersifat mutlak.
g. Rasionalisme Filsafat Idealitis
Pendukung sub-madzhab ini adalah Immanuel Kant. Menurut Kant, seluruh hukum-hukum universal dan daruri tidak bersumber dari pengalaman; akan tetapi bersandarkan kepada akal dan mental (zihn). Kant berkeyakinan bahwa pengetahuan yang dapat kita raih bertaut dengan phenomena, namun (noumena) esensi benda-benda tidak dapat dikenal oleh manusia. Kendati demikian, menurut Kant, apa yang tidak dapat dicapai oleh speculative reason dapat dicapai oleh practical reason dan bertolak dari practical reason ini manusia dapat mencapai Tuhan, ma'ad dan kebebasan (freewill).
B. Saran
rasionalisme adalah suatu gerakan yang menggunakan akal sebagai alat utama, tidak ada kebenaran lagi.terkecuali akal semata. oleh karena itu, pengetahuan pula dari akal, dalam era sekarang ini, khususnya kita sebagai orang yang beriman kepada Allah, akal bukanlah suatu alat untuk mencapai suatu kebenaran dari ilmu yang kita perloleh dari pengetahuan-pengetahuan, akan tetapi tindakan dan doa kepada tuhan merupakan pondasi yang harus di bangun.
dalam pembahasan rasionalisme ini banyak sekali kekurangan dari pembahasaan maka kepada para pembaca untuk memperdalam materi filsafat ilmu ini khususnya pada pembahasan rasionalisme ini.















Daftar Pustaka

 Abdul Husain Khusru Panâh 2000, “Kalâm-e Jadid “Bandung: Pustaka Amani
 Abidin, Zainal, 2001 Filsafat Manusia, Rosdakarya, Bandung
 Farhang-e Wâzyehâ 2003 “ filsafat yunani kuno dan filsafat modern”Jakarta: Rosda karya
 Ismaun, 2009” filsafat ilmu” Jakarta : Raja Grafindo Persada
 Majalah Mingguan, Ma'rifat, edisi 76, dan edsi 56 Bandung: Pustaka Amani
 Sumarna. Cecep, 2008 “Filsafat Ilmu”, Bandung : Mulia Press
 Suseno, Frans Magnis, 1992 Filsafat Sebagai Ilmu Kritis, Kanisius, Yogyakarta.
 Tafsir,Ahmad, 2003"Filsafat Ilmu rasionalisme modern” Jakarta: Raja Grafindo Persada







Kata Pengantar
Segala puji bagi allah tuhan semesta alam yang telah memberi seluruh makhluknya dari yang terkecil mulai yang terbesar, terutama nikmat sehat wal afiat ditambah lagi dengan nikmat islam. Syukur alhamdulilah kami ucapkan sebanyak-banyaknya kepada Allah karena berkat inayah dan pertolongannya kami dapat menyelesaikan tugas filsafat ilmu yang berjudul Rasionalisme ini,
Salawat beserta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, dialah Nabi yang membawa umatnya dari jaman jahiliyah kejaman keemasan islam dengan penuh ilmu pengetahuan yang arif dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Secara garis besar makalah filsafat ilmu yang saya susun ini yang berkenaan dengan judul yang kami usung yaitu Filsafat Rasionalisme membahas tentang Pengertian filsafat rasionalisme, Kepastian Dan Batas Keraguan ,Superioritas Akal,Piranti Akal,Beberapa Keistemewaan Lain Akal,Rasionalisme Filsafat,Rasionalisme Filsafat Realistis,Rasionalisme Filsafat Idealitis
Besar harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam pembahasan metafisika.
segala tegur sapa, berupa kritik dan saranya saya sangat mengharapkan dari pembaca untuk kemajuan kami dalam membuat makalah dimasa yang akan datang
Pandeglang 30 November 2010
Hormat saya


Penyusun


DAFTAR ISI
Penghantar…………………………………………………..…..…….. i
Daftar Isi………………………………………………………...……. ii

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Pembatasan Maslah .............................................................. 2
C. Rumusan Masalah................................................................. 2
D. Maksud dan Tujuan.............................................................. 2
E. Sistematika Penulisan........................................................... 3
F. Metodologi Penulisan .......................................................... 3

Bab II
Pembahasan
I. Pengertian filsafat rasionalisme........................................ 4
J. Kepastian Dan Batas Keraguan....................................... 7
K. Superioritas Akal.............................................................. 14
L. Piranti Akal...................................................................... 17
M. Beberapa Keistemewaan Lain Akal................................. 20
N. Rasionalisme Filsafat....................................................... 21
O. Rasionalisme Filsafat Realistis........................................ 22
P. Rasionalisme Filsafat Idealitis........................................ 23

Bab III
Penutup
A. Simpulan ...................................................................... 24
B. Saran ............................................................................ 28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar