Powered By Blogger

Minggu, 02 Januari 2011

makalah filsafat ilmu tentang mitos dalam presfektif filsafat

Bab I
Pendahuluan
1.1 latar belakang masalah
Anda mungkin terheran-heran, kenapa di negeri Yunani terjadi sebuah peristiwa keajaiban? Tentu Anda akan keliru jika kata “keajaiban” di sini Anda maksudkan sebagai sesuatu yang sarat akan nuansa magis, karena maksud dari peristiwa keajaiban Yunani adalah mendunianya filsafat untuk pertama kali di bumi ini oleh bangsa Yunani. Penanda kelahiran filsafat di negeri Yunani ditandai dengan adanya pergantian “mitos (kepercayaan) menjadi logos (akal)”, inilah yang harus dipahami. Mitos dapat tergantikan dengan logos karena mitos tidak dapat dijadikan jawaban yang memuaskan bagi orang-orang Yunani. Sebagai contoh, sebelum kedatangan logos orang-orang Yunani hanya mengetahui bahwa kejadian-kejadian di alam (kosmologis) disebabkan oleh Dewa-Dewa mereka yang sedang murka. Tentulah atas latar belakang ketidakpuasan ini, orang-orang Yunani akhirnya mencari-cari jawaban baru yang lebih meyakinkan, yakni menggunakan rasio (akal) mereka.
Kita juga tidak boleh melupakan kesuksesannya bangsa Yunani dalam menghadirkan filsafat adalah pengaruh ilmu pengetahuan yang berasal dari negara-negara tetangganya, yakni Mesopotamia dan Mesir. Pengaruh yang didapatkan Yunani masing-masing adalah astronomi dari Mesopotamia dan ilmu ukur dari Mesir.
Anda pasti akan bertanya-tanya, kenapa bukan Mesopotamia atau Mesir atau bahkan keduanya sebagai tempat pertama kali filsafat turun ke dunia? Tentu tidaklah bijaksana kalau kita mengatakan hal itu. Karena bagaimanapun sejarah telah mengatakan bahwa orang-orang Yunani lah yang pertama kali mengolah pengetahuan secara sistematis, sehingga pengetahuan itu menjadi sebuah corak ilmu yang benar-benar ilmiah.
Astronomi dan ilmu ukur yang masing-masing ada di Mesopotamia dan Mesir pada dasarnya hanya digunakan dalam bentuk praktis. Mereka menggunakan pengetahuan tersebut hanya untuk keberlangsungan hidup mereka saja, sebagai contoh Mesir menggunakan pengetahuannya untuk mengukur kembali tanah mereka sesudah terjadi bajir di Sungai Nil. Jadi mau tidak mau, kita tidak bisa menyangkal bahwa bangsa Yunani lah yang secara mencengangkan dapat melahirkan filsafat di dunia ini.
Mitos atau mite(myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya.Mitos itu sendiri, ada yang berasal dari indonesia dan ada juga yang berasal dari luar negeri.
Konon, filsafat itu amat sulit. Sedikit sekali orang yang mampu mempelajarinya. Bahkan, kata orang, jangan terlalu serius belajar filsafat! Bila otak tidak kuat, jangan-jangan kita menjadi gila karenanya! Buat apa mengambil risiko ini, padahal konon filsafat itu sesuatu yang abstrak, jauh dari kehidupan kita sehari-hari?
memang ada banyak mitos mengenai filsafat seperti itu. Malahan mitos-mitos itu beredar tidak hanya di kalangan awam. Sebagian agamawan berpandangan, memegang erat-erat kitab suci sebagai pegangan hidup sudah lebih dari cukup, sehingga filsafat yang tidak menjanjikan kebenaran-mutlak tidak diperlukan. Sebagian ilmuwan mengira, mereka berkewajiban untuk melepaskan diri secara total dari filsafat untuk mempertahankan keilmiahan mereka. Sebagian seniman merasa, filsafat tidak akan membantu kita dalam menikmati keindahan. Sebagian usahawan bilang, filsafat hanya membuang waktu karena tidak akan menghasilkan laba.
Menyajikan filsafat dalam bentuk mitos adalah sesuatu yang unik. Dengan cara ini, filsafat yang terkesan rumit dan tidak beraturan dapat disampaikan dengan gambaran yang sangat sistematis dan sekaligus seutuhnya. Hubungan antarunsur filsafat pun bisa ditata dengan rapi..
Secara garis besar, kelihatannya ada lima jenis pendekatan utama yang dipakai dalam pembelajaran Pengantar Filsafat (Filsafat Umum atau Filsafat Barat).
Yang kesatu adalah pendekatan historis dengan berbagai variasinya. Metode ini sering dipandang baik bagi pemula. Dalam pendekatan ini, pemikiran para filsuf terpenting dan latar belakang mereka dipelajari secara kronologis. Contoh pemanfaat pendekatan historis yang baik ialah Jostein Gaarder, Sophie’s World.
Yang kedua adalah pendekatan metodologis. Cara ini dipandang penting mengingat bahwa cara terpenting untuk memahami filsafat adalah berfilsafat. Dalam pendekatan ini, berbagai metode berfilsafat ditimbang-timbang, kemudian metode yang dipandang terbaik diuraikan lebih lanjut untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman berfilsafat. Contoh pemakai pendekatan metodologis yang baik ialah Mark B. Woodhouse, A Preface to Philosophy.
Yang ketiga adalah pendekatan analitis dengan berbagai variasinya. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat adalah menjelaskan unsur-unsur filsafat. Dalam pendekatan ini, isi filsafat diuraikan secara sistematis dan diterangkan segamblang-gamblangnya. Contoh pengguna pendekatan analitis yang baik ialah Louis O. Kattsoff, Elements of Philosophy.
Yang keempat adalah pendekatan eksistensial. Metode ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat adalah memperkenalkan jalan-hidup filosofis tanpa terbelenggu oleh sistematikanya. Dalam pendekatan ini, tema-tema pokok filsafat didalami dengan harapan bahwa pembacanya akan dengan sendirinya memperoleh gambaran tentang filsafat yang seutuhnya. Contoh penerap pendekatan eksistensial yang baik ialah A.C. Ewing, The Fundamental Questions of Philosophy.
Masing-masing dari pendekatan-pendekatan tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. Untuk memaksimalkan keunggulan-keunggulannya dan meminimalkan kelemahan-kelemahannya, agaknya yang terbaik adalah yang kelima, pendekatan terpadu. Metode ini mensintesis berbagai pendekatan sekaligus dalam satu buku saja. Contoh pelaku pendekatan terpadu yang baik ialah Stephen Palmquist, The Tree of Philosophy!
1.2 pembatasan masalah
Agar lebih fokos dan lebih efesien dalam pembahasan ini maka kami membatasi permasalahan ini menjadi bebrapa sub pokok pembahaan yang meliputi: Pengertian filsfat, dan mitos, Menurut Para Sarjana dan Para Filsuf,Sekilas tentang mitos,Pandangan filosof tentang mitos ruh dan jiwa
1.3 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan “agama dan kemanusiaan ” dapat dirumuskan, sebagai berikut:
1. apa pengertian filsafat ?
2. apa yang dimaksud dengan mitos ?
3. bagaimana pandangan para ahli tentang ruh dan jiwa dalam mitos ?



1.4 Tujuan penulisan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata filsafat ilmu, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk mengetahui mitos
3. Untuk mengetahui pandangan para ahli tentang ruh dan jisa dalam mitos
1.5 Metode penulisan

dalam pembahasan filsafat ilmu ini saya menggunakan metode analisis deskriftif dari sumber-sumber yang saya peroleh
1.6 Sisematika penulisan

makalah ini di buat 3 bab yang masing-msing bab di lengkapi sub-sub bab dengan sistemaitka sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
perusmusan masalahan, pembatasan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : pembahsan yang menguraikan tentang Pengertian filsfat, dan mitos, Menurut Para Sarjana dan Para Filsuf,Sekilas tentang mitos,Pandangan filosof tentang mitos ruh dan jiwa

Bab III : penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-
Saran

Bab II
Pembahasan
2.I. Pengertian filsfat, dan mitos
a. Filsafat
Kata filsafat Dari bahasa yunani yaitu pilosopos.fisafat itu sendiri berarti cinta akan kebijak sanaan melalui kemampuan metode bertanya tentang hakekat sejati dari realitah baik yang dapat dihindari maupun tidak. Filsafat juga bisa dikatakan sebagai ilmu yang mencintai mencari kebijaksanaan
Hatta juga mengemukakan pendapatnya bahwasanya pengertian filsafat itu tidak usah dibicarakan karna apabila seseorang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu dengan sendirinya akan mengerti apa itu definisi filsafat menurut konotas.
2.2 Menurut Para Sarjana dan Para Filsuf tentang filsafat
a.Para filsuf Yunani / Romawi
1.Plato
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang bersifat untuk mencapai kebenaran yang asli.
2.Aristoteles
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran, seperti ilmu Metafisika, Logika, Retorika, Etika Ekonomi, Politik & Sastetika.
3.Cicero
Filsafat adalah ibu dari semua pengetahuan lainnya.
Filsafat adalah ilmu pengetahuan leluhur dan keinginan untuk mendapatkannya.
b.Para filsuf abad pertengahan
1.Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan dimana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok penyelidikannya.
2.Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal segala pengetahuan.
Dari beberapa pandangan diatas pada umumnya mereka memiliki gambaran yang sama bahwa definisi real:Filsafat adalah pengetahuan mengenai semua hal melalui sebab-sebab terakhir yang didapat melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu.
1. b. Mitos
kata mitos berasal dari bahasa yunani yaitu mitho yang berarti kata ucapan Mitos merupakan cara manusia untuk menjelaskan kehidupan melalui cerita.dongeng. legenda. dll.cerita, dongeng, dan legenda tersebut memunculkan tokoh pahlawan yang didewakan atau dewa-dawa itu sendiri .manusia menjelaskan realita yang ada dengan menghadirkan sosok dewa-dewi yang mengatur kehidupan.apa yang mereka terima lebih berupa ‘wahyu.’ Karena penjelasan tersebut diterima begitu saja turun temurun tanpa disertai penelitian
Mitos juga didefinisikan didalam kamus ilmiah popular sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan primitif, tentang kehidupan alam gaib yang timbul dari usaha-usaha manusia yang tidak ilmiyah dan tidak berdasarkan pada pengalaman yang nyata untuk menjelaskan dunia atau mitos
Mitos juga dapat diartikan sebagai suatu keyakinan yang keliru yang mempengaruhi pengalaman manusia atau sesuatu yang tidak masuk akal karena tidak logis atau tidak berdasarkan pada logika
Setelah kita menguraikan semuanya maka kita beranjak ke pokok bahasan yaitu mengenai kontribusi filsafat dalam merekonstruksi mitos. Munculnya filsafat di Yunani, sering disebut orang sebagai The Greek Miracle (keajaiban Yunani). Disebut sebagai keajaiban, karena sulitnya ditemukan alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan yang bisa menerangkan dan menjawab pertanyaan kenapa filsafat lahirnya di Yunani. Namun demikian, tumbuh suburnya cerita-cerita mitos di tengah-tengah masyarakat Yunani bisa dianggap sebagai hal yang mempermudah lahirnya filsafat. Secara demikian, unsur mitologi dapat dipandang menjadi faktor pemicu dan yang memudahkan bagi lahirnya filsafat seperti yang kita kenal sekarang. Bila kita mengacu pada pengertian real dari filsafat yaitu Filsafat adalah pengetahuan mengenai semua hal melalui sebab-sebab terakhir yang didapat melalui penalaran atau akal budi. Ia mencari dan menjelaskan hakekat dari segala sesuatu. Maka segala sesuatu yang telah di dapat manusia tentang segala sesuatu yang bersifat tidak absolut, sulit dibuktikan kebenaranya atau yang berupa mitos. manusia berusaha menggali lebih dalam tentang kebenaran sesuatu yang ia dapatkan dengan filsafat itu sendiri agar apa yang ia dapatkan itu bersifat logos. Dalam hal ini filsafat dikatakan sebagai upaya manusia untuk membebaskan diri dari belenggu-belenggu mitos dengan menggunakan logos.
Oleh karna itu filsafat mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan pemikiran manusia dari masa kemasa,dan filsafat menduduki posisi yang sangat sentral dalam perkembangan pemikiran manusia dan member kontribusi dalam merobah pola piker manusia sejak abad ke -5 SM oleh karna itu filsafat juga member kontribusi dalam mengubah mitos ke logos
Seiring dengan perkembangan pemikiran manusia,dari waktu ke waktu manusia mulai memikirkan kebenaran dari mitos yang telah dipercayai mereka. Mereka membutuhkan logos atau sesuatu yang logis untuk membuktikan mitos tersebut, manusia mulai berfikir dan mulailah filsafat berperan dalam membantu mengubah mitos menjadi logos.
Dengan manusia berfikir secara mendalam dengan menggunakan filsafat, mereka bisa membongkar secara mendalam dan mendasar mengenai mitos-mitos yang ada, sehingga mereka tidak begitu saja percaya, tetapi mereka percaya dengan logos dan dengan bukti-bukti yang ilmiah yang mereka dapatkan dari berfikir dan berfilsafat
Filsafat juga berfungsi untuk membuktikan benar tidaknya mitos yang telahberedar dalam masyarakat.
Dengan berfilsafat dan berfikir secara mendalam, kita akan memperoleh bukti-bukti ilmiah dan rasional, yang mana bukti tersebut dapat digunakan untuk membuktikan kebenaran mitos tersebut dan miros yang tidak terbukti kebenarannya akan ditinggalkan masyararakat, maka jelas dengan filsafat orang bisa merubah sesuatu yang tidak masuk akal menjadi masuk akal.
Maka dari pikiran dengan ini filsafat mulai menunjukan perananya dalam memajukan pikiran manusia dan membuat sejarah baru dalam dunia pemikiran manusia. Dahulu manusia hanya menerima secara mutlak segala sesuatu yang sampai kedapanya tanpa memikirkan atau mencari hakekat kebenaran dari sesuatu yang ia dapatkan itu. Contoh yang dapat kita ambil dari peranan atau kontribusi filsafat dalam mendekonstruksi mitos adalah, pada zaman dahulu orang percaya kepada mitos yang mengatakan hilangnya kapal laut di lautan kemudian ditemukan kembali setelah kurun waktu yang tidak menentu itu disebabkan kapal tersebut diambil oleh roh jahat atau diambil oleh si penjaga laut, mereka menganggap alasan roh jahat ataupun si penjaga laut untuk menambil kapal laut itu karena ia marah yang disebabkan oleh kapal laut yang melanggar aturan untuk tidak melewati kawasan laut tertentu. Ternyata setelah dicari kebenaran mitos tersebut dengan melakukan penalaran dengan akal sehat serta studi tentang dan ilmu tentang yang berkaitan dengan itu juga melakukan upaya dekonstruksi kepada mitos itu, maka ditemukan kelemahan dan ketidak absolutnya mitos itu, yaitu ditemukanya semacam bukit yang terdapat di dalam samudra atau yang lazim disebut palung, yang mana dengan keberadaan palung tersebut ketika air laut bergelombang maka air laut dan barang-barang yang berada tepat diatas palung tersebut masuk kedalam palung tersebut dengan bentuk pusaran air, dan setelah itu dimuntahkan atau dikeluarkan kembali setelah beberapa saat. Dari kejadian ini dapat kita tangkap bahwa sebuah mitos dapat diruntuhkan dengan ditemukanya kebenaran yang logis dengan menggunakan filsafat dalam menemukan kebenaran, setelah melakukan penalaran, penelitian, analisa kejadian terakhir dan studi ilmu.
Oleh karna itu filsafat mempunyai peranan yang sangat penting dalam merubah mitos menjadi logos, dan pada intiny filsafat mampu merubah mitos menjadi logos atau filsafat mampu merubah sesuatu yang tidak masuk akal menjadimasuk akal.
2.3 Sekilas tentang mitos
Mitos atau mite(myth) adalah cerita prosa rakyat yang tokohnya para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos pada umumnya menceritakan tentang terjadinya alam semesta, dunia, bentuk khas binatang, bentuk topografi, petualangan para dewa, kisah percintaan mereka dan sebagainya.
Istilah Mitologi telah dipakai sejak abad 15, dan berati “ilmu yang menjelaskan tentang mitos”. Di masa sekarang, Mitologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan Dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan. Menurut pakarnya, Mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda1, cerita rakyat, dongeng2, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda, namun meliputi beberapa aspek.
Selanjutnya muncul pertanyaan, bagaimanakah filsafat itu tercipta? Hal apa yang menyebabkan manusia berfilsafat? Pada dasarnya ada empat hal yang merangsang manusia untuk berfilsafat, yaitu ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan.
Sebelum lahirnya filsafat, kehidupan manusia dikuasai dan diatur oleh berbagai macam mitos dan mistis. Berbagai macam mitos dan mistis tersebut berupaya menjelaskan tentang asal mula dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam alam semesta, yang terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Sayangnya, ternyata penjelasan-penjelasan yang berasal dari mitos dan mistis tersebut makin lama makin tidak memuaskan manusia. Ketidakpuasan itu pada nantinya mendorong manusia untuk terus menerus mencari penjelasan dan keterangan yang lebih meyakinkan bagi dirinya, dan yang lebih akurat.
Ketakjuban manusia telah melahirkan pertanyaan-pertanyaan, dan ketidakpuasan manusia membuat pertanyaan-pertanyaan itu tidak kunjung habisnya. Dengan bekal hasrat bertanya maka kehidupan manusia serta pengetahuan semakin berkembang dan maju. Hasrat bertanyalah yang mendorong manusia untuk melakukan pengamatan, penelitian, serta penyelidikan. Ketiga hal tersebut yang menghasilkan pelbagai penemuan baru yang semakin memperkaya manusia dengan pengetahuan baru yang terus bertambah.
Manusia sendiri ketika mempertanyakan segala sesuatu dengan maksud untuk memperoleh kejelasan dan keterangan mengenai hal yang dipertanyakan tersebut, itu berarti dia sedang mengalami keraguan. Keraguan ini dilandasi bahwa sesuatu yang dipertanyakan tersebut belum terang dan belum jelas. Karena itu manusia perlu dan harus bertanya. Manusia bertanya karena masih meragukan kejelasan dan kebenaran dari apa yang telah diketahuinya.
Franz Magnis-suseno (1992:20) mengatakan,Filsafat adalah seni kritik. Bukan seakan-akan ia membatasi diri pada destruksi, atau sekan-akan takut untuk membawa pandangan positifnya sendiri. Melainkan kritis dalam arti bahwa filsafat tidak pernah puas diri, tidak pernah memotong perbincangan, selalu bersedia, bahkan senang untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis dalam arti bahwa setiap kebenaran menjadi lebih benar dengan setiap putaran tesis – antitesis dan antitesisnya antitesis. Tulisannya pula,” Filsafat secara hakiki memerlukan dan menyenangi debat (dan disini letak perbedaannya dengan ajaran kebijaksanaan seoran ”guru”: filsafat adalah usaha ratio manusia dan karena itu sikap-sikap semi-religiusitas tidak pada tempatnya di dalamnya, dan dalam merentangkan diri pada masalah-masalah yang paling dasarpun filsafat masih senang bertengkar, bercorak nakal, duniawi dan sering sinis).
Franz (1992:21) juga menerangkan bahwa filsafat sebagai kritik ideologi. Sifat kritis filsafat itulah yang menjadikannya sebagai sarana kritik bagi ideologi. Ia mengatakan,” Ciri khas sebuah ideologi ialah bahwa selalu dimuat tuntutan-tuntutan mutlak yang tidak boleh dipersoalkan. Yang menjadi kain merah ideologi yang menantang filsafat ialah kemutlakan yang melekat pada tuntutannya. Ideologi menuntut suatu yang tidak boleh dipertanyakan. Padahal, filsafat secara hakiki menuntut pertanggungjawaban. Maka terhadap segala bentuk ideologi filsafat merupakan ilmu yan tidak sopan, yang tidak mau menunjukkan hormat”. Di tambahkan dalam catatan kakinya bahwa ideologi tidak serta merta disamakan dengan agama dan kepercayaan.
2.4 Pandangan filosof tentang mitos ruh dan jiwa.
Frederich Engels dalam tulisannya yang bertitle “Ludwig Feurbach dan Akhir Filsafat Klasik Jerman” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Yayasan Pembaharuan, Jakarta pada 1963 sebagaimana di kutip oleh D.N Aidit pernah mengemukakan bahwa sejak zaman purbakala ketika perkembangan pengetahuan tentang susunan tubuh manusia belum berkembang, manusia demi untuk memenuhi keingin tahuannya berusaha untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan reaksi-reaksi tubuh yang mereka alami. Usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk menjawab hal tersebut di lakukannya dengan cara berspekulasi tanpa pegangan metode yang bersifat ilmiah, menebak-nebak secara sembrono atau berkhayal. Berpegang dari khayalan tersebut mereka menarik kesimpulan tanpa pemeriksaan secara rasional bahwa reaksi dan aktivitas dari tubuh mereka tidak bersifat mandiri dan bebas, atau tidak memiliki otonomi nya sendiri. Reaksi dan aktivitas tersebut semata-mata hanyalah merupakan pendiktean dari kekuatan luar berupa roh dan jiwa yang ada di luar kendali mereka yang bersemayam di dalam tubuh mereka dan meninggalkan mereka setelah mereka mati. Berangkat dari spekulasi secara sembrono ini manusia pada waktu itu mencoba-coba menghubungkan antara jiwa dan dunia luar. Manusia dengan pengetahuannya ini menganggap bahwa jiwa yang sudah “angkat kaki” —minggat— dari tubuh manusia tidak musnah tetapi tetap hidup terus di luar tubuh manusia, maka atas dasar ini timbul ide tentang kekekalan jiwa atau nyawa manusia, timbul kebingungan dan ketidak tahuan. Dari sinilah maka timbul dan berkembangnya berbagai bentuk kepercayaan dan takhayul. Kepercayaan dan tahayul inilah yang di istilahkan dengan sebutan mitos.
Alan Wood dan Ted Grant mengemukakan bahwa pandangan bahwa jiwa hadir terpisah dan tersendiri dari tubuh di wariskan dari masa paling lampau dari zaman kebiadaban. Basis untuk pandangan itu sangatlah jelas. Ketika kita tidur, jiwa tampak meninggalkan tubuh dan mengembara dalam mimpi. Jika pandangan ini di kembangkan lebih jauh, kemiripan antara kematian dan tidur menimbulkan ide bahwa jiwa akan terus hadir setelah kematian. Maka manusia-manusia pertama menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu di dalam tubuh yang terpisah dari tubuh itu sendiri. Inilah jiwa, yang menguasai tubuh, dan dapat melakukan segala macam hal luar biasa, bahkan ketika tubuh sedang tidur. Mereka juga mengamati bagaimana sabda-sabda kebijaksanaan di ucapkan oleh para tetua, dan menyimpulkan bahwa, sekalipun mati, jiwa tetap akan hidup. Bagi orang-orang yang terbiasa dengan ide-ide tentang migrasi, kematian di anggap sebagai migrasi jiwa, yang membutuhkan makanan dan peralatan lain untuk perjalanannya.
Pada awalnya, roh tidak memiliki kediaman tertentu. Mereka hanya mengembara, biasanya membuat kekacauan, yang memaksa semua yang hidup untuk menempuh berbagai kesulitan untuk menenangkan roh-roh itu. Di sini kita mendapati asal-usul upacara keagamaan. Pada gilirannya, munculah satu ide bahwa kita dapat pula meminta bantuan dari para roh melalui doa-doa. Pada saat ini, mitos, seni dan ilmu tidak dibedakan satu sama lain. Karena mereka tidak memiliki alat untuk benar-benar mengendalikan lingkungan mereka, manusia-manusia pertama mencoba menundukan lingkungan itu melalui penyatuan sihir dengan alam. Sikap manusia-manusia pertama terhadap dewa-dewa dan pemujaan-pemujaan agaknya praktis. Doa-doa di tujukan untuk mendapatkan hasil. Seseorang akan membuat gambar dengan tangannya lalu berlutut untuk menyembah gambar itu. Akan tetapi apabila tindakannya itu tidak membawakan hasil ia akan mengutuk gambar itu dan menginjak-injaknya. Jika permohonan tidak membawakan hasil ia akan menggunakan jalan kekerasan. Dalam dunia aneh yang penuh dengan hantu dan mimpi ini, dunia mitos ini, pemikiran-pemikiran primitif melihat segala peristiwa sebagai karya dari roh yang tidak kasat mata. Setiap semak dan sungai di lihatnya sebagai mahluk yang hidup, yang bersahabat atau bermusuhan. Tiap kejadian, tiap mimpi, rasa sakit atau sensasi, di sebabkan oleh roh. Penjelasan dari mitos ini mengisi kekosongan yang di sebabkan tiadanya penjelasan yang ilmiah tentang hukum-hukum alam. Bahkan kematian bukan di lihat sebagai suatu kejadian yang alami, melainkan merupakan suatu akibat dari pelanggaran-pelanggaran tertetu terhadap perintah-perintah dari dewa atau dewi. Mitos dalam hal ini muncul ketika rasionalitas mengalami kelumpuhan atau tidak mampu menjawab fenomena atau peristiwa alam yang membuat isi batok kepala manusia bertanya-tanya.
Sifat dan tingkah polah jiwa sebagaimana di gambarkan oleh pelbagai mitos di khayalkan memiliki kesamaan dengan manusia. Demikian pula halnya, apabila ia keluar meninggalkan tubuh manusia yang telah mati, sifat dan tingkah polahnya kekal melekat pada dirinya. Roh dan dewa dewi di gambarkan ada yang memiliki sifat jahat dan ada pula yang memiliki sifat baik. Menyimak dari apa yang sudah di paparkan oleh para ahli tentang jiwa dan ruh ini sudah tersirat jauh dalam al-quran sebelum pendapat-pendapat itu, yaitu dalam surat az-zumar ayat 42 yang berbunyi:
                      •      
42. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.

[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati Hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.

Jan Hendrik Rapar dalam tulisannya mengemukakan bahwa dalam mitologi Yunani dewa dewi di khayalkan memiliki sifat yang sama dengan manusia dengan segala kebaikannya dan keburukannya, Zeus adalah dewa yang tertinggi dalam mitologi Yunani, ia adalah bapak dan pemimpin dari keluarga besar dewa dewi tetapi juga sebagai bapak dan pelindung bagi manusia. Zeus tinggal di puncak gunung Olympus dan di sembah sebagai penguasa langit dan bumi. Hera adalah istri Zeus yang sebenarnya adalah kakak Zeus sendiri. Hera di kenal sebagai dewi perkawinan yang memberkati dan membahagiakan pernikahan dengan mangaruniakan anak-anak, oleh sebab itu juga ia dikenal sebagai dewi pelindung kelahiran. Apollo adalah dewa kegaiban dan nubuat tetapi juga dikenal sebagai dewa matahari, cahaya dan sinar, dewa kesenian, kebudayaan dan ilmu pengobatan. Dewa Apollo adalah pelindung dewa dewi Mousa yang berjumlah sembilan dan masing-masing menjadi pelindung dari setiap cabang kesenian dan ilmu pengetahuan. Pallas Athena adalah dewi perdamaian dan perundingan sesudah perang, dewi ilmu, kebijaksanaan atau kearifan, kecerdasan dan dewi kemenangan. Pallas Athena adalah pelindung kota Athena. Mars adalah dewa perang yang tidak di sukai oleh dewa dewi lain di Olympus, teristimewa oleh saudara perempuanya Pallas Athena sang dewi perdamaian itu. Artemis adalah dewi bulan, ia adalah pelindung wanita dan dewi perburuan. Hermes adalah dewa pelindung para pedagang, gembala dan pencuri. Aphrodite adalah dewi kecantikan dan ketampanan. Eros adalah dewa asmara dan cinta. Hades adalah dewa alam maut. Dan Poseidon adalah dewa penguasa tertinggi di lautan. Dan masih banyak lagi dewa dewi lainya yang masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Dewa dewi Yunani seringkali digolongkan sesuai dengan tempat tinggal mereka, seperti, dewa-dewi kayangan, alam baka, bumi dan lautan.
Bertand Russel dalam tulisannya mengemukakan, agama bangsa Mesir dan Babilonia, sebagaimana kepercayaan kuno lainnya, pada mulanya berupa kultus kesuburan. Bumi adalah betina, matahari jantan. Lembu jantan lazimnya di sebut dengan kesuburan pria sehingga dewa-dewa lembu banyak yang di puja dan di sembah. Di Babilonia, Isthar adalah dewi bumi yang tinggi kedudukannya di antara dewi-dewi lain. Di seluruh Asia Barat, bunda yang agung di puja dengan pelbagai nama. Ketika bangsa Yunani yang menduduki asia kecil mendirikan kuil untuk memuliakannya, mereka menyebut sang dewi itu artemis dan mengambil alih kultus yang telah ada. Inilah asal mula “Diana dewi bangsa Ephesus.” Agama kristen mengubahnya menjadi Maria sang perawan, dan adalah konsili Ephesus yang mengukuhkan gelar “Ibunda Tuhan” bagi bunda Maria.
Menurut Ki Agung Pranoto, roh atau dewa dewi layaknya seperti halnya manusia, doyan akan persekutuan dan sogokan (graft). Persekutuan dan sogok menyogok ini mewujud dalam bentuk berbagai ritual dan sesaji, seperti tumpengan dan totem. Berikut di bawah ini penulis kutipkan lontaran dari Ki Agung Pranoto tersebut:
“upacara-upacara magis untuk menjamin keselarasan dengan siluman, biasanya dilakukan bersama-sama. Karena dilakukan bersama, maka di maklumi dan di maafkan oleh masyarakat. Malah di anggap perlu di tiru dan di lestarikan secara turun temurun. Anggapan mereka, ritual magis yang dilakukan perseorangan secara diam-diam, dianggap magis hitam. Banyak sekali larangan pada masa primitif itu terhadap orang yang melakukan upacara magis sendirian. Pada prinsipnya semua yang dilakukan leluhur dari bangsa mana pun dan di negara mana pun di dunia ini, di maksudkan sebagai suatu bentuk usaha untuk menjaga keselarasan alam. Mereka berupaya membebaskan diri dari rasa takut terhadap badai, kekeringan, panen yang gagal ataupun keselamatan di perjalanan dan sejenisnya, yang di yakini di kuasai oleh komunitas mahluk halus. Sehingga perlu dilakukan persekutuan dan persogokan agar keselarasan tetap terjaga. Mereka beranggapan, komunitas (persekutuan, pen) mahluk halus yang berkuasa tidak akan marah dan tidak akan meluluh lantakan masyarakat manusia, jika sudah dilakukan upacara magis melalui ritual, tumpengan misalnya. Mereka meyakini, mahluk halus dapat mengirim wabah penyakit, kelaparan atau bencana alam. Manusia primitif berusaha keras menjaga keselarasan tersebut.”
Penggambaran atau pencitraan dewa dewi seperti layaknya manusia sebenarnya merupakan konsekuensi dari kenyataan historis bahwa dewa dewi itu adalah ciptaan atau kreasi dari manusia. Ludwig Feuerbach sebagaimana di kutip oleh Alan Wood dan Ted Grant pernah berkata bahwa jika burung memiliki agama, tuhan mereka akan bersayap. Mitos adalah sebuah mimpi di mana pandangan dan emosi kita muncul di hadapan kita sebagai suatu keberadaan yang mandiri, yang hadir di luar diri kita.
Mitos, apapun alasannya apabila telah merasuki alam kesadaran manusia akan membelenggu nalar manusia. Keterbelengguan nalar atau kelumpuhan berpikir inilah yang akan berdampak pada terperangkapnya manusia pada dunia ilusi yang pada gilirannya akan membawa manusia kepada mandeknya pertumbuhan dan perkembangan peradaban intelektual manusia.
Mitos hingga sampai pada saat ini masih sangat menggejala di tengah-tengah masyarakat. Adapun penyebab dari hal tersebut diantaranya adalah ada nya sifat curiga sebagian besar masyarakat terhadap hasil-hasil yang telah di peroleh oleh filsafat dan ilmu pengetahuan, karena keyakinan terhadap mitos tersebut telah mengakar kuat di dalam batok kepala mereka, bahkan mereka yang berada di front garis keras kepala secara bertubi-tubi menggembar-gemborkan bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan adalah jelmaan dari iblis dan ajaran-ajarannya adalah kafir. Hal ini wajar karena mitos yang merupakan kepercayaan yang di wariskan dari satu generasi ke generasi telah mencekoki orang-orang itu dan menutup mereka dengan berbagai macam argumentasi yang mengarah pada di kobarkannya api kecurigaan terhadap “dunia luar” atau kegiatan ilmiah semenjak mereka masih bayi, sehingga menggiring mereka pada kepatuhan buta pada otoritas mitos. Mereka merasa sudah nyaman dengan keseharian mereka yang mistis dan statis. Padahal tanpa mereka sadari kepungan mitos yang ada di samping kiri, kanan, depan, belakang, di atas kepala dan di bawah kaki mereka telah membelenggu eksistensi mereka sebagai manusia.
Berita pagi yang disiarkan oleh TV Swasta, Trans TV, pada 2 Februari 2009 memberitakan bahwa seorang anak kecil bernama Mohammad Ponari di daerah Jombang dianggap mampu mengobati berbagai penyakit dengan cara mencelupkan sebuah batu koral ke dalam air. Kemampuan Ponari ini, menurut khabar, di perolehnya ketika ia tersambar petir —dan anehnya ketika ia tersambar petir, Ponari tidak gosong dan mati—. Karena kemampuannya itulah rumah pengobatan tempat si anak kecil yang bernama Ponari itu berpraktek di banjiri oleh puluhan ribu orang, hingga karena antrian tersebut menyebabkan tiga orang tewas dan diantara ketiga orang yang tewas tersebut ada yang terinjak-injak oleh orang lain yang ada dalam antrian tersebut. Karena peristiwa tewasnya 3 orang tersebut, maka rumah praktek tersebut ditutup oleh Polsek Jombang dalam waktu yang tidak ditentukan. Walaupun rumah praktek tersebut di tutup oleh kepolisian, namun rumah praktek Ponari tersebut masih terus di banjiri oleh orang yang ingin berobat, hingga karena antrian tersebut menyebabkan jatuhnya satu orang korban mati lagi, sehingga karena kejadian itu, maka pihak kepolisian menutup rumah praktek pengobatan Ponari untuk selamanya.
Dari apa yang di beritakan oleh TV Swasta tersebut di atas sebenarnya membuat kita bertanya-tanya, mengapa di zaman sekarang ini ketika ilmu kedokteran telah maju begitu pesatnya masih saja sebagian besar orang berbondong-bondong mengamini mitos. Sudah jelas fenomena Ponari adalah fenomena mitos, karena tidak mungkin seseorang yang tersambar petir tidak gosong dan menemui kematian, tidak mungkin sebuah batu mengandung berbagai penyakit karena batu tidak mengandung zat-zat penyembuh penyakit dalam ilmu kedokteran. Khabar itu menurut penulis pasti di hembuskan oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan di sela sela hiruk pikuknya mitos yang mencengkram kehidupan keseharian masyarakat manusia yang bersangkutan.
Mitos dalam kehidupan manusia harus di padamkan, apabila beradaban intelektual diniatkan untuk di tumbuh kembangkan karena hambatan utama penumbuh kembangan nalar manusia adalah dengan menggejalanya mitos di tiap-tiap kepala masyarakat manusia.
Usaha memadamkan mitos ini sebenarnya telah di lakukan oleh manusia jauh sebelum Masehi, di sebuah wilayah yang daerahnya bergunung-gunung dan tanahnya tidak bersahabat dengan manusia. Daerah tersebut tidak lain adalah Yunani.
Yunani adalah daerah yang tidak bersih dari mitos. Bahkan mitos-mitos banyak sekali di jumpai di sana. Namun demikian, eksistensi mitos di Yunani bukan merupakan halangan bagi orang-orang Yunani untuk berfikir bebas dan menggunakan nalar atau rasio nya untuk memahami peristiwa-peristiwa alam dalam kehidupannya.
Yunani adalah daerah yang terletak di sebelah tenggara benua Eropa. Dalam peta Yunani modern, Yunani berbatasan dengan Albania, Yugoslavia, Bulgaria, dan Turki. Yunani terdiri dari ujung tenggara benua Eropa, kepulauan Ionia, dan sebagian besar kepulauan Aegea. Di sebelah barat terbentang laut Ionia, di sebelah selatan laut tengah dan sebelah timur laut Aegea. Pantai Yunani meliuk-liuk demikian rupa, sehingga membentuk begitu banyak teluk. Sebagaian besar wilayah Yunani bergunung-gunung, baik yang di dataran maupun yang di kepulauan.
Iklim di Yunani berbeda-beda di berbagai tempat. Di bagian utara, pada musim dingin amat dingin dan pada musim panas amat panas. Di daerah pegunungan umumnya musim dingin lebih lama daripada di tanah datar dekat pantai. Di semenanjung Peloponesos dan di kepulauan biasa musim dingin tidak terlalu lama dan tidak terlalu dingin, sebaliknya musim panas sangat lama dan kering. Di sebelah barat lebih sering hujan dari pada di sebelah timur, oleh sebab itu Korfu lebih hijau daripada Khios. Umumnya di Yunani jarang turun hujan kecuali pada musim dingin. Pada musim panas udara sangat jernih dan langit pun sangat bersih biru bagaikan kristal biru.
Kondisi tanah di Yunani tidak begitu bersahabat dengan manusia, karena selain terlalu banyak gunung, juga tidak subur untuk bercocok tanam. Memang di lereng-lereng gunung orang dapat menanam gandum, tetapi pada umumnya hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sendiri saja. Keadaan alam yang tidak terlalu ramah itulah yang telah mendorong banyak orang Yunani sejak dahulu kala pindah ke daerah lain yang lebih memberi harapan untuk hidup. Mereka mendirikan koloni di pulau-pulau dan pantai laut tengah bahkan sampai ke tengah pantai laut hitam. Pada 500 SM telah terdapat koloni-koloni yang makmur, seperti Syracusa, Marseilles, Miletus, Smyrna, dan Byzantium.
Kondisi alam Yunani yang tidak bersahabat dengan manusia tersebut memaksa orang-orang Yunani untuk mencari mata pencaharian untuk menghidupi diri dan keluarganya ke luar daerah Yunani. Dan karena hal tersebutlah orang-orang Yunani banyak yang berlayar dan berdagang ke daerah-daerah lain, terutama ke Mesir dan Babilonia.
Berdasarkan bukti dari arkeologi, banyak barang-barang milik mesir yang di temukan di Kreta, Yunani. Demikian pula halnya banyak barang-barang peninggalan bersejarah milik Kreta yang ditemukan di Mesir. Dari bukti arkeologi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa antara Yunani dan Mesir pada zaman dahulu pernah terjalin hubungan yang baik antara satu sama lain.
Mesir merupakan wilayah pertanian yang subur dan sangat produktif, hal ini dikarenakan daerah tersebut adalah kawasan-kawasan sungai Nil, Tigris, dan Efrat. Bangsa Mesir memiliki mitos bahwa jiwa orang yang mati turun ke dunia bawah di mana mereka di adili oleh Osiris sesuai dengan cara hidupnya di dunia. Mereka pun percaya bahwa pada akhrnya jiwa akan kembali ke tubuh; inilah yang mengilhami pembuatan mummi dan pusar-pusara batu yang elok, di bangunnya piramid-piramid yang megah.
Seni tulis menulis untuk pertama kalinya ditemukan di Mesir kira-kira pada tahun 4000 SM, dan di Babilonia tidak lama kemudian. Di masing-masing negeri itu tulisan bermula dari gambar-gambar yang objek yang di acu. Gambar-gambar tersebut dengan cepat mengalami konvensionalisasi, sehingga kata-kata lantas ditampilkan dengan ideogram-ideogram seperti yang masih terdapat di Cina. Dalam jangka waktu ribuan tahu, sistem yang bertele-tele ini berkembang menjadi tulisan alfabetis. Bangsa Yunani mengenal dan mempelajari seni tulis menulis dari bangsa Phoenicia. Bangsa Phoenicia dalam hal seni tulis menulis di pengaruhi oleh bangsa Mesir dan Babilonia. Bangsa Yunani, dengan meminjam dari bangsan Phoenicia, merombak abjad-abjad itu agar sesuai dengan bahasa mereka, dan melakukan penyempurnaan penting penambahan huruf-huruf hidup terhadap alfabet yang hanya terdiri dari huruf mati. Di temukannya metode penulisan yang praktis ini tak ayal lagi telah mendorong perkembangan peradaban Yunani.
Kebebasan berpikir bangsa Yunani yang di picu oleh perolehan ilmu dari pelbagai daerah dalam pelayaran dan petualangannya tersebut memicu bangsa Yunani untuk menerabas kaidah-kaidah yang di dokmakan oleh mitos, mencari kebenaran sejati melalui penggunaan nalar, demi untuk “memadamkan mitos”.
Usaha orang-orang Yunani untuk mencari kebenaran sejati dengan cara berfilsafat ini di mulai dari tri tunggal dari Miletus: Thales, Anaximander dan Anaximenes. Yang nanti pada gilirannya di ikuti oleh filsuf-filsuf sesudah mereka, sampai dengan abad modern. Perjuangan untuk menegakan nalar ini tidak berjalan mulus dan tanpa hambatan. Perjuangan ini melalui perjalanan yang di warnai oleh jatuh bangunnya nalar. Terutama pada abad pertengahan, pada abad ini nalar mengalami hantaman keras tepat di ulu hatinya. Namun, berkat gema dari renaissance dan abad pencerahan nalar mulai bangun dari tidur panjangnya. Berjuang lagi untuk “memadamkan mitos”.












Bab III
Penutup
3.1 Simpulan
Filsafat
Kata filsafat Dari bahasa yunani yaitu pilosopos.fisafat itu sendiri berarti cinta akan kebijak sanaan melalui kemampuan metode bertanya tentang hakekat sejati dari realitah baik yang dapat dihindari maupun tidak. Filsafat juga bisa dikatakan sebagai ilmu yang mencintai mencari kebijaksanaan
2. Mitos
kata mitos berasal dari bahasa yunani yaitu mitho yang berarti kata ucapan Mitos merupakan cara manusia untuk menjelaskan kehidupan melalui cerita.dongeng. legenda. dll.cerita, dongeng, dan legenda tersebut memunculkan tokoh pahlawan yang didewakan atau dewa-dawa itu sendiri .
Istilah Mitologi telah dipakai sejak abad 15, dan berati “ilmu yang menjelaskan tentang mitos”. Di masa sekarang, Mitologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) adalah ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan Dewa dan makhluk halus di suatu kebudayaan. Menurut pakarnya, Mitos tidak boleh disamakan dengan fabel, legenda1, cerita rakyat, dongeng2, anekdot atau kisah fiksi. Mitos dan agama juga berbeda, namun meliputi beberapa aspek.
Pandangan filosof tentang mitos ruh dan jiwa.
Frederich Engels dalam tulisannya yang bertitle “Ludwig Feurbach dan Akhir Filsafat Klasik Jerman” yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Yayasan Pembaharuan, Jakarta pada 1963 sebagaimana di kutip oleh D.N Aidit pernah mengemukakan bahwa sejak zaman purbakala ketika perkembangan pengetahuan tentang susunan tubuh manusia belum berkembang, manusia demi untuk memenuhi keingin tahuannya berusaha untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan reaksi-reaksi tubuh yang mereka alami. Usaha-usaha yang dilakukan oleh manusia untuk menjawab hal tersebut di lakukannya dengan cara berspekulasi tanpa pegangan metode yang bersifat ilmiah, menebak-nebak secara sembrono atau berkhayal.
Alan Wood dan Ted Grant mengemukakan bahwa pandangan bahwa jiwa hadir terpisah dan tersendiri dari tubuh di wariskan dari masa paling lampau dari zaman kebiadaban. Basis untuk pandangan itu sangatlah jelas. Ketika kita tidur, jiwa tampak meninggalkan tubuh dan mengembara dalam mimpi. Jika pandangan ini di kembangkan lebih jauh, kemiripan antara kematian dan tidur menimbulkan ide bahwa jiwa akan terus hadir setelah kematian.

3.2 Saran
Mitos yang berkembang sekarang ini, dengan di iringi oleh teknologi yang canggih, kemunculan mitos pada jaman sekarang ini dikarnakan sudah jenuhnya kehidupan yang bergelindang oleh teknologi yang serba ada dan modern, sehingga apa yang di anggap menyimpang dari pengetahuan di alam luar sadar akal dan teknologi, oleh sebab itu bagi para pembaca yang budiman seyogyanya untuk memperdalam kajian mitos dalam presfektif filsafat ini, untuk menambah khazanah pengetahuan, khususnya pada judul mitos dalam presfektif filsafat ini.

Daftar pustaka

 Alan Wood dan Ted Grant, 2006 “Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Modern”, IRE Press, Yogyakarta
 Ariyanto , K , 1997 “mitos,agama dan ruang lingkupnya”, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
 Dipa Nusantara Aidit, 1994 “Tentang Marxisme”, Akademi Ilmu Sosial Aliarcham, Jakarta,..
 Ismaun, 2009” filsafat ilmu” Jakarta : Raja Grafindo Persada
 Jan Hendrik Rapar, 1991 “Filsafat Politik Plato”, Rajawali Press, Jakarta,.
 Suseno, Franz Magnus. 1992. Filsafat sebagai Ilmu Kritis. Yogyakarta: Pustaka Kanisius
 Sujiono, M,2003 “manusia,agama dan alam” Tiara Wacana, Yogjakarta
 Sumarna. Cecep, 2008 “Filsafat Ilmu”, Bandung : Mulia Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar