Powered By Blogger

Minggu, 02 Januari 2011

makalah filsafat ilmu tentang kualitatif

Bab I
Pendahuluan

1. Latar belakang masalah
Bagi mahasiswa yang menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi, demikian pula dengan staf dosennya dalam melakukan penelitian secara umum memakai metode kuantitatif. Penggunan matematika, statistika dan ekonometrika merupakan suatu pilihan yang paling utama dalam melakukan analisis terhadap masalah yang muncul.
Kebiasaan penggunaan alat analisis kuantitatif sebenarnya tidak terlepas dari kedekatan ilmu ekonomi dengan ilmu eksakta, di mana pendekatan ilmu ekonomi sudah relatif sama dengan ilmu eksakta, yaitu memakai metode kuantitatif. Fenomena ekonomi dapat diketahui dengan menggunakan metode ilmu eksakta, dengan mengemulsi modelnya dan mengadopsi metaphoranya . Karena terdapat anggapan tidaklah ilmiah suatu disiplin ilmu kalau tidak memakai pendekatan kuantitatif, maka tidaklah mengherankan kalau ilmu ekonomi mendapatkan julukan sebagai rajanya ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan kuantitatif yang dipakai dalam ilmu ekonomi seperti layaknya ilmu eksakta tidak terlepas dari paradigma positivisme. Keyakinan dasar dari paradigma positivisme berakar pada paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas berada (exist) dalam kenyataan dan berjalan sesuai dengan hukum alam (natural law). Penelitian berupaya mengungkap kebenaran relitas yang ada, dan bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan
Melihat kepada perjalan waktu sekarang ini berkembang paradigma post-positivisme, teori kritis bahkan konstruktivisme. Paradigma post-positivisme muncul sebagai perbaikan terhadap pandangan positivisme , di mana metodologi pendekatan eksperimental melalui observasi dipandang tidak mencukupi, tetapi harus dilengkapi dengan triangulasi, yaitu penggunan beragam metode, sumber data, periset dan teori. Teori kritis dalam memandang suatu realitas penuh dengan muatan ideologi tertentu, seperti neo-Marxisme, materialisme, feminisme dan paham lainnya. Paradigma konstruktivisme secara ontologis menyatakan realitas itu ada dalam beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan kepada pengalaman sosial, bersifat lokal dan spesifik serta tergantung kepada pihak yang melakukannya. Atas dasar pandangan filosofis ini, hubungan epistemologis antara pengamat dan obyek merupakan satu kesatuan subyektif dan merupakan perpaduan interaksi diantara keduanya

B. Pembatasan Masalah
Agar lebih fokos dan lebih efesien dalam pembahasan ini maka kami membatasi permasalahan ini menjadi bebrapa sub pokok pembahaan yang meliputi: Pengertian Kualitatif,Landasan Filosof,Dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial,Paradigma Dalam Penelitian,Perbedaan Paradigma Positivistik, Interpretif, Critical,Paradigma Dan Perumusan Teori,Kedudukan Teori,Pemilihan Metodologi Penelitian,Disain Penelitian Kualitatif


C. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba mengidentifikasikan beberapa pertanyaan yang akan dijadikan sebagai bahan dalam penyusunan dan penyelesaian makalah. Diantaranya yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan kualitatif ?
2. bagaimana landasan filosofis tentang penelitian kualitatif ?
3. apa yang dimaksud dengan dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial?
D. Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini selain untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Ilmu sosial dasar, tapi juga bertujuan diantaranya untuk :
1. Untuk mengetahui pengertian kualitatif
2. Untuk mengetahui bagaimana landasan filosofis tentang penelitian kualitatif
3. Untuk mengetahui dimensi subjektif, objektif dalam ilmu sosial
E. Metodologi Penulisan
dalam pembahasan filsafat ilmu ini kami menggunakan metode analisis deskriftif dari sumber-sumber yang kami peroleh




F. Sistematika Penulisan
makalah ini di buat 3 bab yang masing-msing bab di lengkapi sub-sub bab dengan sistemaitka sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
perusmusan masalahan, pembatasan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II : pembahsan yang menguraikan tentang Pengertian Kualitatif,Landasan Filosof,Dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial,Paradigma Dalam Penelitian,Perbedaan Paradigma Positivistik, Interpretif, Critical,Paradigma Dan Perumusan Teori,Kedudukan Teori,Pemilihan Metodologi Penelitian,Disain Penelitian Kualitatif
Bab III : penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-
saran


















Bab II
Pembahasan


A. Pengertian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam setting tertentu yang ada dalam kehidupan riil (alamiah) dengan maksud menginvestigasi dan memahami fenomena: apa yang terjadi, mengapa terjadi dan bagaimana terjadinya?. Jadi riset kualitatif adalah berbasis pada konsep “going exploring” yang melibatkan in‐depth and case‐oriented study atas sejumlah kasus atau kasus
tunggal Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable) dan kalau memungkinan (sesuai modelnya) dapat menghasilkan hipotesis baru. Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri. Ciri tersebut dapat dikaitkan dengan peranan peneliti, hubungan yang dibangun, proses yang dilakukan, peran makna dan interpretasi serta hasil temuan. Ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut Tujuan utama penelitian kualitatif adalah membuat fakta mudah dipahami (understandable) dan kalau memungkinan (sesuai modelnya) dapat menghasilkan hipotesis baru.

B. LANDASAN FILOSOF

ilmu sosial dapat dikonseptualisasikandengan empat asumsi yang berhubungan dengan ontologi, epistemologi, sifat manusia (human nature), dan metodologi.
Ontologi. Ontologi adalah asumsi yang penting tentang inti dari fenomena dalam penelitian.Pertanyaan dasar tentang ontologi menekankan pada apakah “realita” yang diteliti objektif ataukah “realita” adalah produk kognitif individu. Debat tentang ontologi oleh karena itu dibedakan antara realisme (yang menganggap bahwa dunia sosial ada secara independen dari apresiasi individu) dan nominalisme (yang menganggap bahwa dunia sosial yang berada di luar kognitif individu berasal dari sekedar nama, konsep dan label yang digunakan untuk menyusun realita).
Epistemologi adalah asumsi tentang landasan ilmu pengetahuan (grounds of knowledge) – tentang bagaimana seseorang memulai memahami dunia dan mengkomunikasikannya sebagai pengetahuan kepada orang lain. Bentuk pengetahuan apa yang bisa diperoleh? Bagaimana seseorang dapat membedakan apa yang disebut “benar” dan apa yang disebut “salah”? Apakah sifat ilmu pengetahuan? Pertanyaan dasar tentang epistemologi menekankan pada apakah mungkin untuk mengidentifikasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan sebagai sesuatu yang keras, nyata dan berwujud (sehingga pengetahuan dapat dicapai) atau apakah pengetahuan itu lebih lunak, lebih
subjektif, berdasarkan pengalaman dan wawasan dari sifat seseorang yang unik dan penting (sehingga pengetahuan adalah sesuatu yang harus dialami secara pribadi).
C. Dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial
Debat tentang epistemology, oleh karena itu dibedakan antara positivisme (yang berusaha untuk menjelaskan dan memprediksi apa yang akan terjadi pada dunia sosial dengan mencari kebiasaan dan hubungan kausal antara elemen-elemen pokoknya) dan antipositivisme (yang menentang pencarian hukum atau kebiasaan pokok dalam urusan dunia sosial yang berpendapat bahwa dunia sosial hanya dapat dipahami dari sudut pandang individu yang secara langsung terlibat dalam aktifitas yang diteliti).
1. Sifat manusia (human nature), adalah asumsi-asumsi tentang hubungan antar manusia dan lingkungannya. Pertanyaan dasar tentang sifat manusia menekankan kepada apakah manusia dan pengalamannya adalah produk dari lingkungan mereka, secara mekanis/determinis responsive terhadap situasi yang ditemui di dunia eksternal mereka, atau apakah manusia dapat dipandang sebagai pencipta dari lingkungan mereka. Perdebatan tentang sifat manusia oleh karena itu dibedakan antara determinisme (yang menganggap bahwa manusia dan aktivitas mereka ditentukan oleh situasi atau lingkungan dimana mereka menetap) dan voluntarisme (yang menganggap bahwa manusia autonomous dan freewilled).
ini menunjukan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling mulia. ini sesuai dengan surat al-mukmin ayat 12-14
             •                        
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.
13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

2. Metodologi, adalah asumsi-asumsi tentang bagaimana seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat “pengetahuan” tentang dunia sosial. Pertanyaan dasar tentang metodologi menekankan kepada apakah dunia sosial itu keras, nyata, kenyataan objektif-berada di luar individu ataukah lebih lunak, kenyataan personal‐berada di dalam individu. Selanjutnya ilmuwan mencoba berkonsentrasi pada pencarian penjelasan dan pemahaman tentang apa yang unik/khusus dari seseorang dibandingkan dengan yang umum atau universal yaitu cara dimana seseorang menciptakan, memodifikasi, dan menginterpretasikan dunia dengan cara yang mereka temukan sendiri.
Debat tentang metodologi oleh karena itu dibagi menjadi dua antara prinsip nomotetik (yang mendasarkan penelitian pada teknik dan prosedur yang sistematis, menggunakan metode dan pendekatan yang terdapat dalam ilmu pengetahuan alam atau natural sciences yang berfokus pada proses pengujian hipotesis yang sesuai dengan norma kekakuan ilmiah atau scientific rigour) dan prinsip ideografis (yang mendasarkan penelitian pada pandangan bahwa seseorang hanya dapat memahami dunia sosial dengan mendapat pengetahuan langsung dari subjek yang diteliti, memperbolehkan subjektivitas seseorang berkembang dalam sifat dasar dan karakteristik selama proses penelitian). Interaksi antara sudut pandang ontologi, epistemologi, sifat manusia, dan metodologi memunculkan dua perspektif yang luas dan saling bertentangan yaitu pendekatan subjektif dan objektif dalam ilmu sosial.
3. Pemilihan Desain Penelitian
Pemilihan desain penelitian melibatkan beberapa langkah pemilihan desain penelitian yang meliputi lima langkah yang berurutan yang dimulai dari menempatkan bidang penelitian (field of inquiry) dengan menggunakan pendekatan kualitatif/interpretatif atau kuantitatif/verifikasional. Langkah ini diikuti dengan pemilihan paradigma teoretis penelitian yang dapat memberitahukan dan memandu proses penelitian. Langkah ketiga adalah menghubungkan paradigma penelitian yang dipilih dengan dunia empiris lewat metodologi. Langkah keempat dan kelima melibatkan proses pemilihan metode pengumpulan data dan pemilihan metode analisis data. Sebagai perbandingan, menyarankan pemilihan metodologi penelitian melibatkan empat langkah yang berurutan dengan setiap langkah berhubungan dengan satu solusi dari empat pertanyaan yaitu :
• Metode apa yang akan digunakan?
• Metodologi apa yang menentukan pilihan dan penggunaan metode?
• Perspektif teoretis apa yang berada dibalik metode yang dipakai?
• Epistemologi apa yang mendukung perspektif teoretis tersebut?
Dalam model yang disarankan Crotty, seorang peneliti dapat memulai mendesain penelitian dengan memilih epistemologi yang tepat. Menurut Crotty, pemilihan epistemologi dibutuhkan untuk menunjukkan pemilihan perspektif teoretis yang tepat. Langkah ketiga dalam model Crotty melibatkan pemilihan metodologi. Yang keempat dan merupakan langkah terakhir adalah pemilihan metode-metode untuk mengumpulkan dan menganalisis data. Dalam model Crotty, ontologi tidak disebutkan. Crotty menjelaskan hal tersebut dengan berpendapat bahwa tidak mungkin untuk memisahkan ontologi dari epistemologi secara konseptual. Crotty menyarankan bahwa dalam proses pemilihan desain penelitian “isu‐isu ontologi dan epistemologi cenderung muncul bersamaan”, sebagai contoh, “untuk membahas konsep makna adalah juga untuk membahas konsep realita yang bermakna” Dari perspektif ini, Crotty berpendapat bahwa masih cukup mungkin untuk mengikuti pemilihan desain penelitian dengan mengikuti modelnya dan tidak mencantumkan ontologi (Crotty, 1998:12) ke dalam skema.

4. Elemen-Elemen Yang Berhubungan Dalam Desain Penelitian

Epistemologi Perspektif Teoretis
Metodologi
Metode

Objektivisme
Konstruksionisme
Subjektivisme
Positivisme (dan
pospositivisme)
Interpretivisme
Posmodernisme Penelitian
experimental
Etnografi
Fenomenologi
Grounded Theory
Sampling
Kuisioner
Wawancara
Analisis Statistik
Observasi


Selain itu, alternatif untuk proses pemilihan desain penelitian dengan melibatkan tiga langkah. Model yang diajukan, mengikuti model Crotty pada dua langkah terakhir yaitu pemilihan “metodologi” dan “metode”. Perbedaannya model Sarantakos dan Crotty adalah pada pemilihan epistemologi dan perspektif teoretis. Sarantakos memandang tahap pemilihan bidang penelitian dan perspektif teoretis sebagai sesuatu yang berhubungan sehingga hal itu seharusnya dipandang sebagai satu langkah. Proses tersebut disebut dengan pemilihan “paradigma” yang tepat .
D. PARADIGMA DALAM PENELITIAN
Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita (world views), bagaimana mempelajari fenomena, cara-cara yan digunakan dalam penelitian dan cara‐cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian, pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian. Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya. ada beberapa pandangan dalam ilmu sosial tentang beberapa paradigma yang ada. Namun demilian, berpendapat hanya ada dua paradigma, yaitu positivis dan pospositivis. Sebagai perbandingan, empat paradigma utama, yaitu positivisme, pospositivisme, konstruksionisme dan kritik teori. berpendapat ada tiga paradigma utama dalam ilmu sosial, yaitu positivistik, interpretif, dan critical. Pemilihan paradigma memiliki implikasi terhadap pemilihan metodologi dan metode pengumpulan dan analisis data. Dibawah ini adalah ringkasan tiga paradigma menurut.
1). Paradigma positivis. Secara ringkas, positivisme adalah pendekatan yang diadopsi dari ilmu alam yang menekankan pada kombinasi antara angka dan logika deduktif dan penggunaan alat-alat kuantitatif dalam menginterpretasikan suatu fenomena secara “objektif”. Pendekatan ini berangkat dari keyakinan bahwa legitimasi sebuah ilmu dan penelitian berasal dari penggunaan data-data yang terukur secara tepat, yang diperoleh melalui survai/kuisioner dan dikombinasikan dengan statistic dan pengujian hipotesis yang bebas nilai/objektif. Dengan cara itu, suatu fenomena dapat dianalisis untuk kemudian ditemukan hubungan di antara variable-variabel yang terlibat di dalamnya. Hubungan tersebut adalah hubungan korelasi atau hubungan sebab akibat. Bagi positivisme, ilmu sosial dan ilmu alam menggunakan suatu dasar logika ilmu yang sama, sehingga seluruh aktivitas ilmiah pada kedua bidang ilmu tersebut harus menggunakan metode yang sama dalam mempelajari dan mencari jawaban serta mengembangkan teori. Dunia nyata berisi hal-hal yang bersifat berulang-ulang dalam aturan maupun urutan tertentu sehingga dapat dicari hokum sebab akibatnya. Dengan demikian, teori dalam pemahaman ini terbentuk dari seperangkat hokum universal yang berlaku. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk menemukan hokum-hukum tersebut. Dalam pendekatan ini, seorang peneliti memulai dengan sebuah hubungan sebab akibat umum yang diperoleh dari teori umum. Kemudian, menggunakan idenya untuk memperbaiki penjelasan tentang hubungan tersebut dalam konteks yang lebih khusus.
2). Paradigma interpretif. Pendekatan interpretif berasal dari filsafat Jerman yang menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya. Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada realitas independen yang berada di luar mereka . Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka berinteraksi dengan yang lain. Tujuan pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini dan bagaimana realita sosial itu terbentuk. Untuk memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam mungkin hal ini memungkinkan terjadinya trade‐off antara objektivitas dan kedalaman temuan penelitian
3). Paradigma critical., pendekatan critical lebih bertujuan untuk memperjuangkan ide peneliti agar membawa perubahan substansial pada masyarakat. Penelitian bukan lagi menghasilkan karya tulis ilmiah yang netral/tidak memihak dan bersifat apolitis, namun lebih bersifat alat untuk mengubah institusi sosial, cara berpikir, dan perilaku masyarakat ke arah yang diyakini lebih baik. Karena itu, dalam pendekatan ini pemahaman yang mendalam tentang suatu fenomena berdasarkan fakta lapangan perlu dilengkapi dengan analisis dan pendapat yang berdasarkan keadaan pribadi peneliti, asalkan didukung argumentasi yang memadai. Secara ringkas, pendekatan critical didefinisikan sebagai proses pencarian jawaban yang melampaui penampakan di permukaan saja yang seringkali didominasi oleh ilusi, dalam rangka menolong masyarakat untuk mengubah kondisi mereka dan membangun dunianya agar lebih baik.

E. PERBEDAAN PARADIGMA POSITIVISTIK, INTERPRETIF, CRITICAL
a. Aspek Kunci Positivistik Interpretif Critical
1. Alasan melakukan penelitian Untuk menemukan hokum sebab akibat perilaku
manusia agar berbagai kejadian dapat diramalkan dan dikendalikan Untuk memahami dan menjelaskan tindakantindakan manusia Untuk membongkar mitos dan memberdayakan manusia untuk mengubah masyarakat
2. Asumsi tentang sifat realita social Ada pola yang stabil dan berulang‐ulang yang dapat ditemukan Realita diciptakan oleh manusia sendiri melalui tindakan dan interaksi mereka Realita sosial dibentuk dari ketegangan, konflik dan kontradiksi dari para pelakunya
3.Asumsi tentang sifat manusia Mementingkan diri sendiri, rasional, dan dibentuk
oleh berbagai kekuatan di lingkungannya Makhluk sosial yang bersama-sama
menciptakan arti untuk digunakan sbagai pegangan hidup Kreatif, adaptif, berpotensi, namun terjebak dalam ilusi dan eksploitasi
4. Peran commonsense Berbeda dan kurang valid dibandingkan ilmu Sebagai pegangan yang digunakan masyarakat dalam kehidupan seharihari Sebagai ilusi dan mitos yang menyesatkan manusia sehingga mereka sering bertindak merugikan diri sendiri
5.Sifat dari teori yang dihasilkan Berisikan definisi, aksioma, dan hukum yang terkait secara logis-deduktif Gambaran tentang berbagai sistem makna dari sebuah kelompok terbentuk dan menjadi langgeng Sebuah kritik yang mengungkap kondisi yang sebenarnya untuk menolong manusia menemukan cara yang lebih baik untuk mengubah hidupnya
6.Penjelasan yang dianggap baik Terkait secara logis dengan hukum-hukum dan berdasarkan fakta Masuk akal bagi para pelakunya dan dapat membantu orang lain memahami dunia para pelakunya Mampu membekali manusia dengan alat-alat yang diperlukan untuk mengubah dunia
7. Bukti dianggap baik Tidak bias, terukur secara tepat, netral, dapat
diulangi hasilnya Diperoleh langsung dari pelakunya dalam sebuah konteks yang spesifik Mampu mengungkap mitos dan ilusi
8.Nilai-nilai pribadi pelaku dalam ilmu dan penelitian Ilmu dan penelitian harus bebas nilai Nilai-nilai adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Tidak ada yang salah/benar, yang ada hanya “berbeda” Semua ilmu dan penelitian harus memihak. Ada nilai-nilai yang dianggap benar dan salah
9.Metode penelitian yang digunakan Alat-alat kuantitatif dalam bentuk survai, kuesioner, model matematis, dan uji statistic Studi kasus spesifik dengan penggunaan alatalat kualitatif secara intensif, meliputi wawancara, observasi,dan analisis dokumen Lebih menekankan pada alatalat kualitatif namun dapat jugamenggunakan alat kuantitatif sebagai pelengkap


F. PARADIGMA DAN PERUMUSAN TEORI
Perbedaan pandangan tersebut akan mempengaruhi cara‐cara yang digunakan dalam penelitian guna membangun suatu teori. Gioia dan Pitre (1990) mengatakan bahwa perbedaan paradigma akan mempengaruhi tujuan penelitian, aspek teoritis yang digunakan dan pendekatan dalam membangun teori.
a). Paradigma Positif
Paradigma positif sering dinamakan paradigma functionalist. Paradigma ini berusaha menguji keajegan (reguralities) dan hubungan variabel sosial yang diharapkan dapat menghasilkan generalisasi dan prinsip‐prinsip yang bersifat universal. Paradigma ini beriorentasi pada upaya untuk mempertahankan status quo dari isu penelitian yang ada. Artinya, penelitian dilakukan dengan asumsi bahwa isu sosial sudah ada di luar sana (given) tinggal diteliti/dikonfirmasi sehingga tidak ada usaha untuk mengubah isu yang ada. Paradigma ini mencoba mengembangkan teori berdasarkan pendekatan deduktif dengan diawali dengan review atas literature dan mengoperasionalkannya dalam penelitian. Hipotesis kemudian dikembangkan dan diuji dengan menggunakan data yang ada berdasarkan pada analisis statistik. Oleh karena itu, pendekatan ini cenderung mengkonfirmasi, atau merevisi ataumemperluas teori (refinement) melalui analisis hubungan sebab akibat (causal analysis).
b). Paradigma Interpretive
Paradigma interpretive didasarkan pada keyakinan bahwa individu (manusia) merupakan mahluk yang secara sosial dan simbolik membentuk dan mempertahankan realita mereka sendiri. . Oleh karena itu, tujuan dari pengembangan teori dalam paradigma ini adalah untuk menghasilkan deskripsi, pandanganpandangan
dan penjelasan tentang peristiwa sosial tertentu sehingga peneliti mampu mengungkap sistem interpretasi dan pemahaman (makna) yang ada dalam lingkungan sosial. Misalnya dalam kasus korupsi tugas peneliti ada menggali tentang bagaimana pelaku korupsi memandang korupsi, dan bagaimana mereka melakukan korupsi. Hasil penelitian sangat tergantung pada kemampuan
individu untuk menggambarkan dan menjelaskan bagaimana pelaku korupsi tersebut membentuk realita mereka sendiri sehingga terbiasa dengan korupsi. Dalam konteks ini, tugas peneliti adalah mencari data dan menganalisisnya dari sudut pandang pelaku sehingga akan terlihat bagaimana dinamika social membentuk pemahaman mereka tentang korupsi. Dengan demikian, peneliti
mencoba meninterpretasikan temuan berdasarkan cara pandang yang digunakan oleh pelaku korupsi. Intinya paradigma ini berusaha mengungkap bagaimana (how) realitas sosial dibentuk dan dipertahankan oleh individu tertentu dan bagaimana mereka memaknainya.
c). Paradigma Radical Humanist
Paradigma ini hampir serupa dengan interpretive namun lebih bersikap kritikal dan evaluatif. Tujuan dari paradigma ini adalah untuk membebaskan individu dari berbagai sumber eksploitasi, dominasi, dan tekanan yang muncul dari tatanan sosial yang ada dengan tujuan untuk mengubah tatanan tersebut tidak sekedar memahami dan menjelaskannya. Pandangan ini sering dinamakan Critical Theory. Critical theory berusaha untuk mengubah struktur yang melekat pada kondisi status quo yang berpengaruh pada perilaku individu dan mencoba mengubahnya dengan menunjukkan pada individu bahwa struktur tersebut merugikan pihak lain karena adanya unsur dominasi, tekanan dan eksploitasi. Dalam konteks paradigma ini, pengembangan teori didasarkan pada agenda yang bersifat politis Hal ini disebabkan tujuan dari teori adalah untuk menguji legitimasi tentang konsensus social tentang makna (meaning) dan untuk mengungkap adanya distorsi komunikasi dan mendidik individu untuk memahami cara‐cara yang menyebabkan munculnya distorsi tersebut. Intinya, paradigma ini berusaha mengkritisi dan menjelaskan mengapa (why) realitas sosial dibentuk dan menanyakan alasan atau kepentingan apa yang melatarbelakangi pembentukan realitas sosial tersebut.
d). Paradigma Radical Structuralist
Paradigma radical structuralist merupakan paradigma yang didasarkan pada ideologi yang berusaha melakukan perubahan secara radical terhadap realita yang terstruktur. Paradigma ini mirip dengan radical humanist namun structuralist lebih bersifat makro yaitu pada kelas-kelas (kelompok) yang ada dalam masyarakat atau struktur industri. Kelas-kelas tersebut menimbulkan dominasi satukelompok tertentu (yang lebih tinggi, seperti pengusaha) terhadap kelompok lainnya (yang lebih rendah, misalnya buruh). Bagi radical sttructuralist, kondisi masyarakat atau organisasi pada dasarnya terbentuk melalui proses historis. Kondisi tersebut ditandai dengan kekuatan sosial yang muncul karena hubungan sosial yang tidak berfungsi dengan baik sehingga memunculkan konflik.
Konflik inilah yang dicoba dijelaskan dan diubah oleh radical structuralis melalui proses tranformasi untuk menunjukkan nilai‐nilai dan sebab musabab terjadinya konflik tersebut. Perumusan teori dalam paradigma ini didasarkan pada model pencarian pengetahuan (mode of inquiry) yang bersifiat kritikal, dialektikal dan historis. Tujuan teori adalah untuk memahami, menjelaskan, mengkritik dan bertindak atas dasar mekanisme struktural yang terdapat dalam dunia
sosial atau organisasi dengan tujuan utama melakukan transformasi melalui collective resistence dan perubahan radical. Proses perubahan dilakukan melalui observasi terhadap kondisi sosial atau organisasi dan pengembangan teori melibatkan proses berpikir ulang (rethinking) atas dasar data yang ada dan dianalisis dengan menggunakan perspektif yang berbeda (. Bagi structuralist, proses pengembangan teori dilakukan melalui argumentasi dengan menyoroti bukti historis bahwa ada dominasi tertentu yang harus diubah dalam struktur masyarakat atau organisasi.

e). Proses Penelitian Kualitatif
penelitian kualitatif dimaksud sebagai jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya. Selanjutnya, dipilihnya penelitian kualitatif karena kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya dan metode kualitatif dapat memberikan rincian yang lebih kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Proses penelitian kualitatif supaya dapat mengahasilkan temuan yang benar-benar bermanfaat memerlukan perhatian yang serius terhadap berbagai hal yang dipandang perlu. Dalam memperbincangkan proses penelitian kualitatif paling tidak tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu kedudukan teori, metodologi penelitian dan desain penelitian kualitatif.
G. KEDUDUKAN TEORI
Dilihat dari aspek aksiologi tujuan ilmu (ilmu pengetahuan) adalah untuk mencari kebenaran dan membantu manusia mengatasi kesulitan hidupnya dalam rangka mencapai kesejahteraan. Suatu perguruan tinggi di mana berbagai ahli berkumpul mempunyai tujuan untuk mengembangkan ilmu di mana natinya terdapat gudang ilmu, sebenarnya yang terjadi adalah pengembangan berbagai teori .
Pengertian teori menurut Marx dan Goodson (1976, dalam Lexy J. Moleong, 1989) ialah aturan menjelaskan proposisi atau seperangkat proposisi yang berkaitan dengan beberapa fenomena alamiah dan terdiri atas representasi simbolik dari (1) hubungan-hubungan yang dapat diamati diantara kejadian-kejadian (yang diukur), (2) mekanisme atau struktur yang diduga mendasari hubungan-hubungan demikian, dan (3) hubungan-hubungan yang disimpulkan serta mekanisme dasar yang dimaksudkan untuk data dan yang diamati tanpa adanya manifestasi hubungan empiris apa pun secara langsung. Fungsi teori paling tidak ada empat, yaitu (1) mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, (2) menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis dan dengan hipotesis membimbing peneliti mencari jawaban-jawaban, (3) membuat ramalan atas dasar penemuan, (4) menyajikan penjelasan dan, dalam hal ini, untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa’.
Penelitian kualitatif dapat bertitik tolak dari suatu teori yang telah diakui kebenarannya dan dapat disusun pada waktu penelitian berlangsung berdasarkan data yang dikumpulkan. Pada tipe pertama, dikemukakan teori-teori yang sesuai dengan masalah penelitian, kemudian di lapangan dilakukan verifikasi terhadap teori yang ada, mana yang sesuai dan mana yang perlu diperbaiki atau bahkan ditolak
Penelitian kualitatif mengenal adanya teori yang disusun dari data yang dibedakan atas dua macam teori, yaitu teori substantif dan teori formal . Teori substantif adalah teori yang dikembangkan untuk keperluan substantif atau empiris dalam inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, antropologi, psikologi dan lain sebagainya. Contoh: perawatan pasien, hubungan ras, pendidikan profesional, kenakalan, atau organisasi peneliti. Di sisi lain, teori formal adalah teori untuk keperluan formal atau yang disusun secara konseptual dalam bidang inkuiri suatu ilmu pengetahuan, misalnya sosiologi, psikologi dan sebagainya. Contoh: perilaku agresif, organisasi formal, sosialisasi, autoritas dan kekuasaan, sistem penghargaan, atau mobilitas social.
Unsur-unsur teori meliputi (a) kategori konseptual dan kawasan konseptualnya dan (b) hipotesis atau hubungan generalisasi diantara kategori dan kawasan serta integrasi. Kategori adalah unsur konseptual suatu teori sedangkan kawasannya (property) adalah aspek atau unsur suatu kategori. Yang perlu ditekankan dalam penelitian kualitatif, bahwa status hipotesis ialah suatu yang disarankan, bukan sesuatu yang diuji diantara hubungan kategori dan kawasannya. Jadi, dengan demikian peneliti sejak awal penelitian lapangan akan menjadi aktif menyusun hipotesis dalam rangka pembentukan teori. Keaktifan tersebut mencakup baik penyusunan hipotesis baru maupun verifikasi hipotesis melalui perbandingan antar kelompok.
Contoh unsur-unsur teori menurut jenis teori substantif maupun teori formal dapat dilihat dalam Tabel.
Tabel. 3. Unsur-unsur Teori dan Contoh-contohnya

Unsur Teori Jenis Teori
Substantif Formal
Kategori Kerugian masyarakat karena kematian pasien Nilai sosial sesorang
Kawasan Kategori Menghitung kerugian masyara-
kat atas dasar cirri pasien yang jelas dan dipelajari Menghitung niali social seseorang atas dasar ciri-ciri yang jelas dan dipelajari
Hipotesis Makin tinggi kerugian masyarakat dari pasien yang meninggal,
1) makin baik perawatannya
2) makin banyak perawat yang mengembangkan alas an kematian untuk menjelaskan kemati-nnya Makin tinggi nilai masyarakat sesorang, makin kurang penundaan pelayanan yang diterimanya dari para ahli



H. Pemilihan Metodologi Penelitian
Penelitian kualitatif bertujuan untuk melakukan penafsiran terhadap fenomena sosial. Metodologi penelitian yang dipakai adalah multi metodologi, sehingga sebenarnya tidak ada metodologi yang khusus. Para periset kualitatif dapat menggunakan semiotika, narasi, isi, diskursus, arsip, analisis fonemik, bahkan statistik. Di sisi yang lain, para periset kualitatif juga menggunakan pendekatan, metode dan teknik-teknik etnometodologi, fenemologi, hermeneutic, feminisme, rhizomatik, dekonstruksionisme, etnografi, wawancara, psikoanalisis, studi budaya, penelitian survai, dan pengamatan melibat (participant observation) . Dengan demikian, tidak ada metode atau praktik tertentu yang dianggap unggul, dan tidak ada teknik yang serta merta dapat disingkirkan. Kalau dibandingkan dengan metodologi penelitian yang dikemukakan oleh Feyerabend . mungkin akan mendekati ketepatan, karena menurutnya metodologi apa saja boleh dipakai asal dapat mencapai tujuan yang dikehendaki.
Penggunaan dan arti metode penelitian kualitatif yang berbeda-beda ini menyulitkan diperolehnya kesepakatan diantara para peneliti mengenai definisi yang mendasar atasnya. bila suatu definisi harus dibuat bagi pendekatan kebudayaan , maka penelitian kualitatif adalah suatu bidang antardisiplin, lintas disiplin, bahkan kadang-kadang kawasan kontradisiplin.
Di sisi lain, penelitian kualitatif juga melintasi ilmu pengetahuan humaniora, sosial, dan fisika. Hal tersebut berarti penelitian kualitatif memiliki fokus terhadap banyak paradigma. Para praktisinya sangat peka terhadap nilai pendekatan multimetode. Mereka memiliki komitmen terhadap sudut pandang naturalistiuk dan pemahaman intepretatif atas pengalaman manusia. Pada saat yang sama, bidang ini bersifat politis dan dibentuk oleh beragam etika dan posisi politik.
Meskipun penelitian kualitatif bersifat multi metodologi, akan tetapi seperti halnya penelitian kuantitatif perlu mempertimbangkan validitas data. Perbandingan validitas penelitian secara paralel antara penelitian kualitatif dan kuantitatif adalah sebagai berikut:
Tabel 4. Padanan Validitas antara Metode Kualitatif dan Kuantitatif
Kualitatif Kuantitatif
Credibility Berpadanan dengan Validitas internal
Transferability Berpadanan dengan Validitas eksternal
Dependability Berpadanan dengan Realibilitas/Keajegan
Confirmability Berpadanan dengan Obyektivitas
Sumber : Agus Salim, 2006
Menurut Denzin dan Lincoln 1994 secara umum penelitian kualitatif sebagai suatu proses dari berbagai langkah yang melibatkan peneliti, paradigma teoritis dan interpretatif, strategi penelitian, metode pengumpulan data dan analisis data empiris, maupun pengembangan interpretasi dan pemaparan.
I. Disain Penelitian Kualitatif
Berbeda dengan penelitian konvensional yang bersifat kuantitatif, dalam penelitian kualitatif, disain penelitian tidak ditentukan sebelumnya. Meskipun begitu, menurut Bogdan &Biklen, 1982 fungsi disain tetap sama yaitu digunakan dalam penelitian untuk menunjukkan rencana penelitian tentang bagaimana melangkah maju. Lincoln dan Guba 1985 mengidentifikasi unsur-unsur atau elemen-elemen disain naturalistik sebagai berikut:
1. Penentuan fokus penelitian (initial focus for inquiry)
Penentuan fokus penelitian dilakukan dengan memilih fokus atau pokok permasalahan yang dipilih untuk diteliti, dan bagaimana memfokuskannya: masalah mula-mula sangat umum, kemudian mendapatkan fokus yang ditujukan kepada hal-hal yang spesifik. Namun, fokus itu masih dapat berubah. Fokus sangat penting sebab tidak ada penelitian tanpa fokus, sedangkan sifat fokus tergantung dari jenis penelitian yang dilaksanakan. Misalnya, untuk penelitian fokusnya adalah masalah, untuk evaluasi fokusnya adalah evaluan, dan untuk analisis kebijakan fokusnya adalah pilihan kebijakan.
2. Penyesuaian paradigma dengan fokus penelitian.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat muncul dalam penyusunan disain, diantaranya: (a) Apakah fenomena terwakili oleh konstruksi yang ganda dan kompleks (a multiciplicity of complex social contructions)?; (b) sampai di mana tingkatan interaksi antara peneliti-fenomena dan sampai di mana tingkatan ketidakpastian interaksi tersebut yang dihadapkan kepada peneliti ?; (c)sampai di mana tingkatan ketergantungan konteks?; (d) apakah beralasan (reasonable) untuk menyatakan hubungan kausal yang konvensional pada unsur-unsur fenomena yang diamati ataukah hubungan antar gejala itu bersifat mutual simultaneous shipping?; (e) sampai di mana kemungkinan nilai-nilai merupakan hal yang krusial pada hasil (context and time-bound atau context and time-free generalization)?
3. Penyesuaian paradigma penelitian dengan teori substantif yang dipilih
Kesesuaian acuan teori yang digunakan (kalau ada) dengan sifat sosial yang diacu sangat penting dalam penelitian kualitatif. Dalam penelitian kualitatif apabila temuan-temuan dapat memunculkan teori dari bawah (grounded), maka penelitian tersebut dapat dilanjutkan. Teori yang muncul dari bawah ini hendaknya ajeg dengan paradigma metode yang menghasilkan teori tersebut.
4. Penentuan di mana dan dari siapa data akan dikumpulkan
Dalam penelitian kualitatif tidak ada pengertian populasi, samp[ling juga berbeda tafsirannya dengan metode lainnya. Dalam kualitatif, sampling merupakan pilihan peneliti tentang aspek apa, dari peristiwa pa, dan siapa yang dijadikan focus pada saat dan situasi tertentu.Oleh karena itu dilakukan terus menerus sepanjang penelitian. Artinya, tujuan sampling adalah untuk mencakup sebanyak mungkin informasi yang bersifat holistic kontekstual. Dengan kata lain, sampling tidak harus representatif terhadap populasi (penelitian kuantitatif), melainkan representative terhadap informasi holistik. Dalam merencanakan sampling dipertimbangkan langkah-langkah berikut; (a)menyiapkan identifikasi unsure-unsur awal; (b)menyiapkan munculnya sample secara teratur dan purposif; (c)menyiapkan penghalusan atau pemfokusan sample secara terus-menerus; dan (d) menyiapkan penghentian sampling. Sebagai catatan bahwa rencana-rencana tersebut hanya bersifat sementara, sebab tidak ada satupun langkah yang dapat dikembangkan secara sempurna sebelum dimulainya penelitian di lapangan.
5. Penentuan fase-fase penelitian secara berurutan
Dalam penelitian ditentukan tahap-tahap penelitian, dan bagaimana beranjaknya dari tahap satu ke tahap yang lain dalam proses yang berbentuk siklus. Tahapan-tahapan tersebut memiliki tiga fase pokok: Pertama. Tahap orientasi dengan mendapatkan informasi tentang apa yang penting untuk ditemukan, atau orientasi dan peninjauan. Kedua, tahap eksplorasi dengan menemukan sesuatu secara eksplorasi terfokus, dan ketiga, tahap member check dengan mengecek temuan menurut prosedur yang tepat dan memperoleh laporan akhir.
6. Penentuan instrumentasi.
Instrumen penelitian tidak bersifat eksternal, melainkan bersifat internal yaitu peneliti sendiri sebagai instrument (human instrument). Bentuk-bentuk lain instrument boleh dipergunakan jika ada. Untuk semua penelitian naturalistic, evaluasi atau analisis kebijakan sangat bermanfaat apabila instrument manusia diorganisasi dalam satu tim, dengan keuntungan-keuntungan dalam hal peran, perspektif nilai, disiplin, strategi, metodologi, cek internal dan saling mendukung.
7. Perencanaan pengumpulan data
Instrumen manusia yang beroperasi dalam situasi yang tidak ditentukan, di mana peneliti memasuki lapangan yang terbuka, sehingga tidak mengetahui apa yang tidak diketahui. Untuk itu maka peneliti haruslah mengandalkan teknik-teknik kualitatif, seperti wawancara, observasi, pengukuran, dokumen, rekaman, dan indikasi non-verbal. Dalam rekaman data terbagi pada dua dimensi, yaitu fidelitas dan struktur. Fidelitas mengacu pada kemampuan peneliti untuk menunjukkan bukti secara nyata dari lapangan(fidelitas tinggi, misalnya rekaman video atau audio, sedangkan fidelitas kurang, misalnya catatan lapangan). Sedangkan dimensi struktur meliputi terstrukturnya wawancara dan observasi.
8. Perencanaan prosedur analisis
Analisis data dilakukan sepanjang penelitian dan dilakukan secara terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian. Pengamatan tidak mungkin tanpa analisis untuk mengembangkan hipotesis dan teori berdasarkan data yang diperoleh. Analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematis transkip-transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain agar peneliti dapat menyajikan temuannya. Analisis data melibatkan pengerjaan pengorganisasian, pemecahan dan sintesis data serta pencarian pola-pola, pengungkapan hal-hal yang penting dan penentuanapa yang dilaporkan. Karena banyaknya model analisis yang diajukan oleh para pakar, maka peneliti hendaknya memilih salah satu modfel yang dianjurkan oleh para pakar tersebut.
9. Perencanaan logistik.
Perencanaan perlengkapan (logistik) dalam penelitian kualitatif dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: (a)mempertimbangkan kebutuhan logistic awal secara keseluruhan sebelum pelaksanaan proyek; (b)logistik untuk kunjungan lapangan sebelum, berada di lapangan; (c) logistik untuk sewaktu di lapangan; (d) logistik untuk kegiatan-kegiatan setelah kunjungan lapangan; dan (e) perencanaan logistik untuk mengakhiri dan menutup kegiatan.
Rencana untuk pemeriksaan keabsahan data
Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi empat teknik. Pertama, kredibilitas (credibility)yaitu criteria untuk memenuhi nilai kebenaran dari data dan informasi yang dikumpulkan. Artinya, hasil penelitian harus dapat dipercaya oleh semua pembaca secara kritis dan dari responden sebagai informan. Untuk hasil penelitian yang kredibel, terdapat tujuh teknik yang diajukan yaitu: perpanjangan kehadiran peneliti/pengamat (prolonged engagement), pengamatan terus-menerus (persistent observation), triangulasi (triangulation), diskusi teman sejawat (peer debriefing), analisis kasus negative (negative case analysis), pengecekan atas kecukupan referensial (referencial adequacy checks), dan pengecekan anggota(member checking).
Kedua, transferabilitas (transferability). Kriteria ini digunakan untuk memenuhi criteria bahwa hasil penelitian yang dilakukan dalam konteks (setting) tertentu dapat ditransfer ke subyek lain yang memiliki tipologi yang sama.
Ketiga, dependabilitas (dependability). Kriteria ini dapat digunakan untuk menilai apakah proses penelitian kualitatif bermutu atau tidak, dengan mengecek: apakah si peneliti sudah cukup hati-hati, apakah membuat kesalahan dalam mengkonseptualisasikan rencana penelitiannya, pengumpulan data, dan pengintepretasiannya. Teknik terbaik yang digunakan adalah dependability audit dengan meminta dependent dan independent auditor untuk mereview aktifitas peneliti.
Keempat, konfirmabilita (confirmability). Merupakan kriteria untuk menilai mutu tidaknya hasil penelitian. Jika dependabilitas digunakan untuk menilai kualitas dari proses yang ditempuh oleh peneliti, maka konfirmabilitas untuk menilai kualitas hasil penelitian, dengan tekanan pertanyaan apakah data dan informasi serta interpretasi dan lainnya didukung oleh materi yang ada dalam audit trail.
Dari berbagai uraian yang dikemukakan di atas penelitian merupakan sebuah proses yang memerlukan perhatian yang benar-benar serius seandainya ingin diperoleh hasil penelitian yang berkualitas.

Tabel. Peneltian Kualitatif sebagai Proses

Fase Uraian
Periset sebagai subjek penelitian
yang multi kultural Penelitian bersifat historis dan penelitian tradisi , konsep dari diri dan semuanya, tergantung pada etika dan politik penelitian
Paradigma teoritis dan interpretatif Positivisme, post-positivisme, konstruktivisme, feminisme, model etnik, model Marxis, cultural studies
Strategi penelitian Desain studi, studi kasus, etnografi, observasi partisipasi, fenomenologi, grounded theory, metode biografi, metode histories, penelitian tindakan, dan penelitian klinis
Metode pengumpulan data dan analisis data empiris Interviu, observasi, artefak, dokumen dan rekaman, metode visual, metode pengalaman pribadi, analisis dengan bantuan program computer, dan analisis tekstual
Pengembangan interpretasi dan pemaparan Kritereia dan kesepakatan, seni dan politik penafsiran, penafsiran tulisan, strategi analisis, tradisi evaluasi, dan penelitian terapan




Bab III
Penutup

A. Simpulan

Metode penelitian kualitatif sebagai salah satu pilihan yang dapat dipakai para mahasiswa Fakultas Ekonomi maupun para peneliti ekonomi, di samping netode penelitian kuantitatif yang sudah biasa dipakai. Pendalaman terhadap metode penelitian kualitatif harus disesuaikan dengan bidang kajian yang digemari, seperti kalau ingin mempelajari organisasi, bisa baca buku karangan Symon dan Catherine Cassell(1998). Jika ingin mempelajari akuntansi harus merujuk metode penelitian kualitatif untuk akuntansi dan untuk ilmu ekonomi dan studi pembangunan juga pernah dilakukan, misalnya oleh Mubyarto, et al (1984).
Sekiranya para peneliti ingin menggabungkan penelitian kualitatif dan kualitatif berbagai pedoman penelitian bisa dirujuk. Misalnya Brannen (1997) maupun Lili Rasjidi (1991).
Menurut Capra tradisi-tradisi mistik yang terdapat dalam setiap agama dan halqah-halqah mistikal itu bisa juga ditemukan pada banyak ajaran filsafat Barat. Paralel-paralel fisika modern tidak hanya muncul pada dalam Veda Hinduisme, dalam I Ching, atau dalam sutra-sutra Budha, tetapi juga dalam fragmen-fragmen Heraclitus, dalam sufisme Ibnu Arabi, atau dalam ajaran-ajaran Don Juan, Sang Penyair.





B. Saran


penelitian kualitatif ini, banyak sekali tata cara yang harus ditempuh dalam melaksanakanya, untuk mencapai suatu penelitian yang sangat baik dan sempurna maka prosedur dan tata cara dalam penelitian kualitatif ini harus di tempuh dan dijalankan dengan baik dan benar. dan akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah yang saya susun ini jauh dari pada kesempurnaan oleh karena itu bagi para pembaca untuk bisa mencermati dan membaca lebih banyak lagi untuk khazanah pengetahuan yang lebih luas lagi khusunya pada pembahasan kualitatif ini.



























Daftar Pustaka
 Agus Salim 2006.Teori & Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana
 Ahmad Tafsir, 2006”paradigma penelitian Kualitatif” Jakarta :Rosda karya
 Bahtiar, Alif. 2005.”penelitian kualitatif dalam ilmu sosial” Malang: Kalimasahada
 Brannen, Julia. 1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Terj, Nuktaf Arfawie Kurde, Imam Safe’I dan Noorhaidi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
 Imron Arifin. 1996. Penelitian Kualitatif dalam ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan. Editor. Malang: Kalimasahada
 Lili Rasjidi. 1991. Manajemen Riset Antardisiplin, editor. Bandung: Rosda
 Lexy J. Moleong. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya
 Mubyarto, Loekman Sutrisno dan Michael Dove. 1984. Nelayan dan Kemiskinan. Studi Ekonomi dan Antropologi di Dua Desa Pantai. Jakarta: Rajawali.












PENGHANTAR
Segala puji bagi allah tuhan semesta alam yang telah memberi seluruh makhluknya dari yang terkecil mulai yang terbesar, terutama nikmat sehat wal afiat ditambah lagi dengan nikmat islam. Syukur alhamdulilah kami ucapkan sebanyak-banyaknya kepada Allah karena berkat inayah dan pertolongannya kami dapat menyelesaikan tugas filsafat ilmu yang berjudul kualitatif ini,
Salawat beserta salam semoga tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW, dialah Nabi yang membawa umatnya dari jaman jahiliyah kejaman keemasan islam dengan penuh ilmu pengetahuan yang arif dan bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Secara garis besar makalah filsafat ilmu yang kami susun ini yang berkenaan dengan judul yang kami usung yaitu penelitian kualitatif membahas tentang Pengertian Kualitatif,Landasan Filosof,Dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial,Paradigma Dalam Penelitian,Perbedaan Paradigma Positivistik, Interpretif, Critical,Paradigma Dan Perumusan Teori,Kedudukan Teori,Pemilihan Metodologi Penelitian,Disain Penelitian Kualitatif
Besar harapan saya agar makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan khususnya dalam pembahasan metafisika.
segala tegur sapa, berupa kritik dan saranya saya sangat mengharapkan dari pembaca untuk kemajuan kami dalam membuat makalah dimasa yang akan datang
Pandeglang 10 Desember 2010
Hormat saya


Penyusun



















DAFTAR ISI
Penghantar…………………………………………………..…..…….. i
Daftar Isi………………………………………………………...……. ii

Bab I
Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Pembatasan Maslah .............................................................. 3
C. Rumusan Masalah................................................................. 4
D. Maksud dan Tujuan.............................................................. 4
E. Sistematika Penulisan........................................................... 5
F. Metodologi Penulisan .......................................................... 5

Bab II
Pembahasan
J. Pengertian Kualitatif............................................................. 5
K. Landasan Filosof................................................................... 5
L. Dimensi Subjektif,Objektif Dalam Ilmu Sosial................... 6
M. Paradigma Dalam Penelitian................................................ 11
N. Perbedaan Paradigma Positivistik, Interpretif, Critical........ 14
O. Paradigma Dan Perumusan Teori...................................... 16
P. Kedudukan Teori............................................................. 20
Q. Pemilihan Metodologi Penelitian........................................ 23
R. Disain Penelitian Kualitatif.............................................. 24

Bab III
Penutup
A. Simpulan .......................................................................... 30
B. Saran.................................................................................. 32
Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar