Powered By Blogger

Kamis, 21 Oktober 2010

makalah perencanaan sistem pengajaran tentang Pengertian system dan pendekatan system serta aplikasi pendekatan system dalam pengajaran

Bab I
Pendahuluan

A latar belakang
Masalah mutu lulusan pendidikan merupakan salah satu masalah dalam usaha pengembangan pendidikan, di samping masalah perluasan kesempatan belajar, efisiensi dan efektifitas serta relevansi lulusan dengan dunia kerja. Dalam usaha memecahkan masalah mutu, telah banyak usaha-usaha yang dilakukan, misalnya perbaikan kurikulum, pengadaan buku dan media pendidikan, serta peningkatan kemampuan tenaga guru dan dosen melalui penataran, pelatihan dan pendidikan. Namun kegiatan-kegiatan tersebut belum dilaksanakan secara terintegrasi dan terpadu satu sama lain, sehingga dirasakan seakan-akan tidak menggunakan pendekatan sistem dalam perancangannya. Begitu pula dalam mengembangkan bahan-bahan acuan perkuliahan dan ajaran kurang memperhatikan konsep-konsep pendekatan sistem atau rancangan pembelajaran.
Atas dasar itu para calon pengajar, guru, instruktur, atau pengelola pendidikan harus memahami dan mendalami konsep-konsep rancangan pembelajaran sesuai dengan level yang diharapkan. Dengan memahami konsep-konsep tersebut, diharapkan para calon pengajar, instruktur, dan pengelola pendidikan dalam mengembangkan acara perkuliahan atau pelatihan akan menggunakan dan memperhatikan teori rancangan pembelajaran. Hal ini akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran, sehingga usaha peningkatan mutu lulusan bisa tercapai.






Bab II
Pembahasan
Pengertian system dan pendekatan system serta aplikasi pendekatan system dalam pengajaran

A. Pengertian Sistem
Beberapa definisi sitem menurut para ahli:
a. Sistem adalah suatu kebulatan keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan/keseluruhan yang kompleks atau utuh. (Tatang M. Amirin, 1992:10)
b. Sistem meruapakan himpunan komponen yang saling berkaitan yang bersama-sama berfungsi untuk mencapai suatu tujuan. (Tatang Amirin, 1992:10)
c. Sistem merupakan sehimpunan komponen atau subsistem yang terorganisasikan dan berkaitan sesuai rencana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Tatang Amirin, 1992:11)
B. Pendekatan System
Menurut Hayanto,” pendekatan sistem adalah merupakan jumlah keseluruhan dari bagian-bagian yan saling bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan atas kebutuhan tertentu.”
Dari berbagai pengertian yang didefinisikan oleh beberapa pakar pendidikan dapat di ambil kesimpulan bahwa sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

C. Aplikasi pendekatan system dalam pengajaran
Pendekatan sistem pengajaran PAI
Dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi unyuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepaa tuhan yang maha esa,berahlakmulia, sehat ,berilmu, cakap, kreatif, mandiri ,dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Menurut tafsir (2002), bagi umat islam dan khususnya dalam pendidikan islam, kompetensi iman dan taqwa serta memiliki akhlak mulia tersebut sudah lama disadari kepentinganya, dan sudah diimplementasikan dalam lembaga pendidikan islam. dalam pandanngan islam, peran kekholifahan manusia dapat direalisasikan melalui tiga hal yaitu:

1. Landasan yang kuat berupa iman dan takwa
2. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Akhlak mulia
Dari beberapa pendapat diatas, maka pendekatan sistem pengajaran PAI adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi , saling berfungsi secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan generasi-generasi yang berwawasan luas beriman dan bertakwa serta memiliki akhlak yang mulia .
C. Manfaat pendekatan sistem dalam pengajaran
Merencanakan pembelajaran dengan menggunakan sistem memiliki beberapa manfaat, diantaranya:
pertama, melalui pendekatan sistem ,arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan jelas .
Kedua, pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis
Ketiga, pendsekatan sistem dapat merancang pembewlajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan sumberdaya yng tersedia .
Keempat, pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik

D. Komponen sistem pengajaran
Perencanaan pengajaran sebagai suatu sistem maka didalamnya harus memilki komponen-komponen yang berproses hingga tujuan pembelajaran secara optimal.
Terdapat beberapa komponen sistem pengajaran yakni:
1. siswa
2. Tujuan
3. Kondisi
4. sumber-sumber belajar
5. hasil belajar

E. Aplikasi pendekatan sistem pembelajaran PAI
Gagne dan atwi suparman mengatakan bahwa sistem pengajaran adalah suatu peristiwa yang mempengaruhi siswa seingga terjadi proses belajar.
Menurut Oemar Hamalik, terdapat tiga ciri khas dalam sistem pengajaran yaitu:
a) rencana,penataan intensional orang, material dan prosedur yang merupakan unsur sistem pengajaran sesuai dengan rencana khusus
b) saling ketergantungan ,
c) tujuan
Aplikasi pendekatan sistem pembelajara PAI terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri adanya perencanaan, saling ketergantungan dan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam perencanaan itu terdapat beberapa komponen yang saling mempengaruhi, dan bekerja sama untuk mencapai sebuah tujuan. Sehingga dalam pendekatan sistem pembelajaran PAI, semua komponen memiliki makna dalam pencapaian sebuah tujuan. Arinya, pencapaian tujuan itu akan terhambat manakala ada beberapa komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.


































BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sistem adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi, saling berfungsi secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
2. Pendekatan sistem pengajaran PAI adalah kumpulan dari sekian banyak komponen yang saling berintegrasi , saling berfungsi secara kooperatif dan saling mempengaruhi dalam rangka mewujudkan generasi-generasi yang berwawasan luas beriman dan bertakwa serta memiliki akhlak yang mulia
3. Manfaat pendekatan sistem, diantaranya:
a. Melalui pendekatan sistem ,arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan jelas .
b. pendekatan sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis
c. pendsekatan sistem dapat merancang pengajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan sumberdaya yang tersedia .
d. pendekatan sistem dapat memberikan umpan balik
4. Beberapa komponen sistem pengajaran yakni:
a. Siswa
b. Tujuan
c. Kondisi
d. Sumber-sumber belajar
e. Hasil belajar
4. Aplikasi pendekatan sistem pengajaran PAI terdiri tiga bagian, memiliki ciri-ciri adanya perencanaan, saling ketergantungan dan tujuan yang hendak dicapai.




DAFTAR PUSTAKA
 Arsyad, Azhar (2006) Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
 Syah, Darwan dkk (2006) Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Faza Media.
 Ramayuli, H (2004) Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
 Kamal, Musthafa (2006) Buku ajar Strategi Belajar Mengajar. Ciamis: Institut Agama Islam Darussalam.

malakah perencanaan sistem pengajaran tentang Pengertian prinsip, tujuan dan fungsi system perencanaan pengajaran PAI

Bab I
Pendahuluan
A. latar belakang
Islam sangat mementingkan pendidikan. Dengan pendidikan yang benar dan berkualitas, individu-individu yang beradab akan terbentuk yang akhirnya memunculkan kehidupan sosial yang bermoral. Sayangnya, sekalipun institusi-institusi pendidikan saat ini memiliki kualitas dan fasilitas, namun institusi-institusi tersebut masih belum memproduksi individu-individu yang beradab. Sebabnya, visi dan misi pendidikan yang mengarah kepada terbentuknya manusia yang beradab, terabaikan dalam tujuan institusi pendidikan.
Penekanan kepada pentingnya anak didik supaya hidup dengan nilai-nilai kebaikan, spiritual dan moralitas seperti terabaikan. Bahkan kondisi sebaliknya yang terjadi. Saat ini, banyak institusi pendidikan telah berubah menjadi industri bisnis, yang memiliki visi dan misi yang pragmatis. Pendidikan diarahkan untuk melahirkan individu-individu pragmatis yang bekerja untuk meraih kesuksesan materi dan profesi sosial yang akan memakmuran diri, perusahaan dan Negara. Pendidikan dipandang secara ekonomis dan dianggap sebagai sebuah investasi. Gelar dianggap sebagai tujuan utama, ingin segera dan secepatnya diraih supaya modal yang selama ini dikeluarkan akan menuai keuntungan. Sistem pendidikan seperti ini sekalipun akan memproduksi anak didik yang memiliki status pendidikan yang tinggi, namun status tersebut tidak akan menjadikan mereka sebagai individu-individu yang beradab. Pendidikan yang bertujuan pragmatis dan ekonomis sebenarnya merupakan pengaruh dari paradigma pendidikan Barat yang sekular.
Dalam budaya Barat sekular, tingginya pendidikan seseorang tidak berkorespondensi dengan kebaikan dan kebahagiaan individu yang bersangkutan. Dampak dari hegemoni pendidikan Barat terhadap kaum Muslimin adalah banyaknya dari kalangan Muslim memiliki pendidikan yang tinggi, namun dalam kehidupan nyata, mereka belum menjadi Muslim-Muslim yang baik dan berbahagia. Masih ada kesenjangan antara tingginya gelar pendidikan yang diraih dengan rendahnya moral serta akhlak kehidupan Muslim. Ini terjadi disebabkan visi dan misi pendidikan yang pragmatis. Sebenarnya, agama Islam memiliki tujuan yang lebih komprehensif dan integratif dibanding dengan sistem pendidikan sekular yang semata-mata menghasilkan para anak didik yang memiliki paradigma yang pragmatis.
Dalam makalah ini penulis berusaha menggali dan mendeskripsikan tujuan dan sasaran pedidikan dalam Islam secara induktif dengan melihat dalil-dalil naqli yang sudah ada dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, juga memadukannya dalam konteks kebutuhan dari masyarakat secara umum dalam pendidikan, sehingga diharapkan tujuan dan sasaran pendidikan dalam Islam dapat diaplikasikan pada wacana dan realita kekinian.












Bab II
Pembahasan
Penertian prinsip, tujuan dan fungsi system perencanaan pengajaran PAI
1. Prinsip-Prinsip Perencanaan Pengajaran PAI
Memang tidak diragukan bahwa ide mengenai prinsip-prinsip dasar pendidikan banyak tertuang dalam ayat-ayat al Qur’an dan hadits nabi. Dalam hal ini akan dikemukakan ayat ayat atau hadits hadits yang dapat mewakili dan mengandung ide tentang prinsip prinsip dasar tersebut, dengan asumsi dasar, seperti dikatakan an Nahlawi bahwa pendidikan sejati atau maha pendidikan itu adalah Allah yang telah menciptakan fitrah manusia dengan segala potensi dan kelebihan serta menetapkan hukum hukum pertumbuhan, perkembangan, dan interaksinya, sekaligus jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuannya. Prinsip prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, Prinsip Integrasi. Suatu prinsip yang seharusnya dianut adalah bahwa dunia ini merupakan jembatan menuju kampung akhirat. Karena itu, mempersiapkan diri secara utuh merupakan hal yang tidak dapat dielakkan agar masa kehidupan di dunia ini benar benar bermanfaat untuk bekal yang akan dibawa ke akhirat. Perilaku yang terdidik dan nikmat Tuhan apapun yang didapat dalam kehidupan harus diabdikan untuk mencapai kelayakan kelayakan itu terutama dengan mematuhi keinginan Tuhan. Allah Swt Berfirman, “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlah kanu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawi...” (QS. Al Qoshosh: 77). Ayat ini menunjukkan kepada prinsip integritas di mana diri dan segala yang ada padanya dikembangkan pada satu arah, yakni kebajikan dalam rangka pengabdian kepada Tuhan.
Kedua, Prinsip Keseimbangan. Karena ada prinsip integrasi, prinsip keseimbangan merupakan kemestian, sehingga dalam pengembangan dan pembinaan manusia tidak ada kepincangan dan kesenjangan. Keseimbangan antara material dan spiritual, unsur jasmani dan rohani. Pada banyak ayat al-Qur’an Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Tidak kurang dari enam puluh tujuh ayat yang menyebutkan iman dan amal secara besamaan, secara implisit menggambarkan kesatuan yang tidak terpisahkan. Diantaranya adalah QS. Al ‘Ashr: 1-3, “Demi masa, sesungguhnya manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh.” .
Ketiga, Prinsip Persamaan. Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang manusia yang mempunyai kesatuan asal yang tidak membedakan derajat, baik antara jenis kelamin, kedudukan sosial, bangsa, maupun suku, ras, atau warna kulit. Sehingga budak sekalipun mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Nabi Muhammad Saw bersabda
“Siapapun di antara seorang laki laki yang mempunyai seorang budak perempuan, lalu diajar dan didiknya dengan ilmu dan pendidikan yang baik kemudian dimerdekakannya lalu dikawininya, maka (laki laki) itu mendapat dua pahala” (HR. Bukhori).
Keempat, Prinsip Pendidikan Seumur Hidup. Sesungguhnya prinsip ini bersumber dari pandangan mengenai kebutuhan dasar manusia dalam kaitan keterbatasan manusia di mana manusia dalam sepanjang hidupnya dihadapkan pada berbagai tantangan dan godaan yang dapat menjerumuskandirinya sendiri ke jurang kehinaan. Dalam hal ini dituntut kedewasaan manusia berupa kemampuan untuk mengakui dan menyesali kesalahan dan kejahatan yang dilakukan, disamping selalu memperbaiki kualitas dirinya. Sebagaimana firman Allah, “Maka siapa yang bertaubat sesuadah kedzaliman dan memperbaiki (dirinya) maka Allah menerima taubatnya....” (QS. Al Maidah: 39).
Kelima, Prinsip Keutamaan. Dengan prinsip ini ditegaskan bahwa pendidikan bukanlah hanya proses mekanik melainkan merupakan proses yang mempunyai ruh dimana segala kegiatannya diwarnai dan ditujukan kepada keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan tersebut terdiri dari nilai nilai moral. Nilai moral yang paling tinggi adalah tauhid. Sedangkan nilai moral yang paling buruk dan rendah adalah syirik. Dengan prinsip keutamaan ini, pendidik bukan hanya bertugas menyediakan kondisi belajar bagi subjek didik, tetapi lebih dari itu turut membentuk kepribadiannya dengan perlakuan dan keteladanan yang ditunjukkan oleh pendidik tersebut. Nabi Saw bersabda, “Hargailah anak anakmu dan baikkanlah budi pekerti mereka,” (HR. Nasa’i).
2. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Islam
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.
Maka dari itu berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam -sebagai suatu sistem keagamaan- menimbulkan pengertian pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren salam konotasi istilah “tarbiyah”, “ta’lim” dan “ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal, dan nonformal.
Ghozali melukiskan tujuan pendidikan sesuai dengan pandangan hidupnya dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sesuai dengan filsafatnya, yakni memberi petunjuk akhlak dan pembersihan jiwa dengan maksud di balik itu membentuk individu-individu yang tertandai dengan sifat-sifat utama dan takwa. Dengan ini pula keutamaan itu akan merata dalam masyarakat.
Hujair AH. Sanaky menyebut istilah tujuan pendidikan Islam dengan visi dan misi pendidikan Islam. Menurutnya sebenarnya pendidikan Islam telah memiki visi dan misi yang ideal, yaitu “Rohmatan Lil ‘Alamin”. Selain itu, sebenarnya konsep dasar filosofis pendidikan Islam lebih mendalam dan menyangkut persoalan hidup multi dimensional, yaitu pendidikan yang tidak terpisahkan dari tugas kekhalifahan manusia, atau lebih khusus lagi sebagai penyiapan kader-kader khalifah dalam rangka membangun kehidupan dunia yang makmur, dinamis, harmonis dan lestari sebagaimana diisyaratkan oleh Allah dalam al Qur’an. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal, sebab visi dan misinya adalah “Rohmatan Lil ‘Alamin”, yaitu untuk membangun kehidupan dunia yang yang makmur, demokratis, adil, damai, taat hukum, dinamis, dan harmonis.
Munzir Hitami berpendapat bahwa tujuan pendidikan tidak terlepas dari tujuan hidup manusia, biarpun dipengaruhi oleh berbagai budaya, pandangan hidup, atau keinginan-keinginan lainnya. Bila dilihat dari ayat-ayat al Qur’an ataupun hadits yang mengisyaratkan tujuan hidup manusia yang sekaligus menjadi tujuan pendidikan, terdapat beberapa macam tujuan, termasuk tujuan yang bersifat teleologik itu sebagai berbau mistik dan takhayul dapat dipahami karena mereka menganut konsep konsep ontologi positivistik yang mendasar kebenaran hanya kepada empiris sensual, yakni sesuatu yang teramati dan terukur.
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu; a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam; b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam
C. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Zakiah Daradjad berpendapat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menanam tumbuhkan rasa keimanan yang kuat, kedua, menanam kembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal shaleh dan akhlak yang mulia, dan ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.

Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga.
2. Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional
3. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
4. Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan ajaran Islam, menjalankan ibadah dan berbuat baik.
Disamping fungsi-fungsi yang tersebut diatas, hal yang sangat perlu di ingatkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup bagi peserta didik untuk mencapai kehidupan yang bahagia di dunia dan di akhirat selain itu Pendidikan Islam juga Mempunyai fungsi secara umum yaitu :
1. Menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan tertentu dalam masyarakat pada masa yang akan datang, peranan ini berkaitan dengan kelanjutan hidup (survival) masyarakat sendiri
2. Memindahkan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan peranan tersebut dari generasi tua ke generasi muda
3. Memindahkan nilai-nilai yang bertujuan untuk memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat yang menjadi syarat mutlak bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat dan peradaban, dengan kata lain, nilai-nilai keutuhan dan kesatuan suatu masyarakat, tidak akan terpelihara yang akhirnya menyebabkan kehancuran masyarakat itu sendiri. Adapun nilai-nilai yang dipindahkan ialah nilai-nilai yang diambil dari 5 sumber, yaitu : Al-Qur’an, Sunah Nabi, Qiyas, Kemaslahatan umum, dan kesepakatan atau Ijma’ ulama, dan ahli-ahli piker Islam yang dianggap sesuai dengan sumber dasar, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
4. Mendidik anak agar beramal di dunia ini untuk memetik hasilnya di akhirat.
Jika kita cermati dari arti dan tujuan Pendidikan Agama Islam di atas maka, tentunya dapat kita ketahui bahwa pendidikan Agama Islam tidak dapat dihayati dan diamalkan kalau hanya diajarkan saja, tetapi harus dididik melalui proses pendidikan. Nabi telah mengajarkan untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai dengan ajaran Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Dari satu segi, kita dapat melihat bahwa Pendidikan Agama Islam itu lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap mental yang akan berwujud dalam amal perbuatan, baik dalam segi keperluan diri sendiri maupun orang lain, pada segi lainnya, Pendidikan Agama Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis, Pendidikan Agama Islam merupakan pendidikan amal dan pendidikan iman, dan karena isi dari Pendidikan Agama Islam adalah tentang sikap dan tingkah laku pribadi di masyarakat, maka Pendidikan Agama Islam bukan hanya pendidikan yang berlaku secara individu saja tetapi juga menjadi pendidikan masyarakat.




Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian yang telah penulis kemukakan dari beberapa pendapat para tokoh pendidikian Islam bahwa pendidikan pada dasarnya memiliki beberapa tujuan. Tujuan yang terpenting adalah pembentukan akhlak objek didikan sehingga semua tujuan pendidikan dapat dicapai dengan landasan moral dan etika Islam, yang tentunya memiliki tujuan kemashlahatan di dalam mencapai tujuan tersebut. Mengenai mekanisme pelaksanaanya, hal ini tentunya memerlukan kajian yang lebih mendalam sehingga nantinya implementasi dari teori tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan dipandang relevan dengan kondisi yang terikat dengan faktor-faktor tertentu.












Daftar Pustaka
 Azizy, Ahmad Qodri A. 2000. Islam dan Permaslahan Sosial; Mencari Jalan Keluar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
 Azra. Azyumardi. 2002. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
 Hitami, Munzir. 2004. Menggagas Kembali Pendidikan Islam. Yogyakarta: Infinite Press
 Khaldun, Ibnu. 2001. Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus
 Miskawaih, Ibnu. Tanpa tahun. Tahzib al-Akhlaq, Mesir: al-Mathbah al-Husainiyyah
 Sanaky, Hujair AH. 2003. Paradigma Pendidikan Islam; Membangun Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan MSI
 Tafsir, Ahmad. 2002. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

makalah perancanaan sistem pengajaran tentang media dan evaluasi

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu, belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang itu belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan dan sikapnya.
Agar tujuan pendidikan itu bisa tercapai, maka perlu diperhatikan segala sesuatu yang mendukung keberhasilan program pendidikan itu. Dari sekian faktor penunjang keberhasilan tujuan pendidikan, kesuksesan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang sangat dominan. Sebab di dalam proses pembelajaran itulah terjadinya internalisasi nilai-nilai dan pewarisan budaya maupun norma-norma secara langsung. Karena itu kegiatan belajar mengajar merupakan “ujung tombak” untuk tercapainya pewarisan nilai-nilai di atas. Untuk itu perlu sekali dalam proses pembelajaran itu diciptakan suasana yang kondusif, agar peserta didik benar-benar tertarik dan ikut aktif dalam proses itu.
Dalam kaitannya dengan usaha yang kondusif itu, alat/media pendidikan atau pengajaran mempunyai peranan yang sangat penting. Sebab alat/media merupakan sarana yang membantu proses pembelajaran terutama yang berkaitan denga indera pendengaran dan penglihatan. Adanya alat/media bahkan dapat mempercepat proses pembelajan murid karena dapat membuat pemahaman murid lebih cepat pula.
Dengan adanya media maka tradisi lisan dan tulisan dalam proses pembelajaran dapat diperkaya dengan berbagai alat/media pengajaran. Dengan tersedianya media pengajaran, guru dapat menciptakan berbagai situasi kelas, menentukan metode pengajaran yang akan ia pakai dalam situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional yang sehat diantara murid-muridnya. Bahkan alat/media pengajaran ini selanjutnya membantu guru “membawa” dunia ke dalam kelas. Dengan demikian ide yang abstrak dan asing (remote) sifatnya menjadi konkrit dan mudah dimengerti oleh murid. Bila alat/media dapat difungsikan secara tepat, maka murid akan banyak terlibat dalam proses pembelajaran.
B. Pembatasan Masalah
Agar lebih fokus dan lebih evisien dalam pembahasan ini maka kami membatasi permasalahan ini menjadi beberapa sub pokok pembahasan yang meliputi: Pengertian media Tujuan Media Pengajaran, Fungsi Media Pengajaran

C. Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dipaparkan secara sepintas saya dapat menguraikan perumusan masalah sebagai berikut :

a. Apakah yang yang dimaksud Media?

b. Bagaimana fungsi dari media ?

c. Apa yang dimaksud dengan evaluasi?





D. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian media

2. Untuk mengetahui Bagaimana fungsi dari media

3. Untuk mengetahui pengertian evaluasi

E. Metodologi Penulisan

Dalam pembahasan perencanaan system pengajaran saya menggunakan metode analisis deskriftif dari sumber – sumber yang kami peroleh

F. Sistematika Penulisan

Makalah ini di buat 3 bab yang masing-masing bab di lengkapi sub – sub bab dengan sistematika sebagai berkut

Bab I : pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,perumusan masalah,pembatasan masalah, tujuan penulisan/pembahasan,metode
penulisan dan sitematika penulisan

Bab II : Pembahasan yang menguraikan Pengertian media Tujuan Media
Pengajaran, Fungsi Media Pengajaran

Bab III : penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran.



BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Media Pengajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa arab, media adalah perantara ( وسائل ) atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlac dan Ely mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atu sikap.
Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media yang dipergunakan dalam mengajar disebut juga dengan media pengajaran. Karena pengajaran bagian dari kegiatan pembelajaran maka media pengajaran sering disebut juga dengan media pembelajaran. Menurut Tim LPM DKI Jakarta: media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi dalam proses belajar mengajar sehingga dapat merangsang perhatian dan minat siswa dalam belajar.
Dengan demikian media pengajaran adalah alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dan pesan-pesa pengajaran dari sumber belajar yaitu guru kepada peserta didik yaitu siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Sedangkan Rusyan berkesimpulan mengenai media dalam pendidikan adalah:
a. Media adalah alat yang dapat membantu proses belajar mengajar yang berfungsi memperjelas makna pesan yang disampaikan sehingga tujuan proses belajar mengajar dapat tercapai dengan sempurna.
b. Media berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga peserta didik tidak bosan dalam meraih tujuan belajar.
B. Landasan Teoritis Penggunaan Media Pengajaran
Pemerolehan pengetahuan dan keterampilan, perubahan-perubahan sikap dan prilaku dapat terjadi karena interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Menurut Bruner, ada tiga tingkatan pertama modus belajar, yaitu: pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (simbolic).
Pengalaman langsung adalah mengerjakan, misalnya arti kata simpul dipahami dengan langsung membuat simpul. pada tingkat kedua yaitu iconic (gambar/image), kata simpul dipelajari dari gambar, lukisan, photo, atau film. Meskipun siswa belum pernah membuat simpul mereka dapat mempelajari dari gambar lukisan, photo atau film tersebut. Kemudian yang ketiga pada tingkatan simbol (membaca/mendengar) kata simpul dan mecoba mencocokkannya denga simpul pada image mental atau mecocokkannya dengan pengalamannya membuat simpul. Ketiga tingkatan pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh pengalaman (pengetahuan, keterampilan atau sikap) yang baru.
Salah satu gambaran yang paling banyak dijadikan acuan sebagai landasan teori penggunaan media dalam proses belajar adalah Dale’s cone of experience (kerucut pengalam Dale). Kerucut ini merupakan elaborasi yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Brunner sebagai mana dijelaskan sebelumnya. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (kongkrit), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abstrak media penyampaian pesan itu.
C. Alasan Penggunaan Media Pengajaran
Media pengajaran digunakan guru karena bertitik tolak dari dua hal sebagai berikut:
1. Belajar Merupakan Perubahan Perilaku
Belajar dipandang sebagai perubahan perilaku peserta didik. Perubahan perilaku ini tidak terjadi dengan sendirinya, akan tetapi melalui suatu proses yang dimulai dari adanya rangsangan, yaitu peserta didik menangkap rangsangan kemudian mengolahnya, sehingga mengandung suatu persepsi. Semakin baik rangsangan diberikan, semakin kuat pula persepsi peserta didik terhadap rangsangan tersebut.
Pembentukan persepsi, harus diupayakan secara kuat oleh guru agar terbebtuk suatu pengalaman belajar yang bermakna. Tetapi ada kalanya persepsi dapat terganggu karena terdapat kekurangan atau hambatan baik dalam alat indera, minat, pengalaman, kecerdasa, perhatian serta kejelasan objek yang akan dikenalkan. Oleh karena itu digunkanlah media pengajaran sebagai pemecahannya.
2. Belajar Merupakan Proses Komunikasi
Proses belajar mengajar pada hakikatnya merupakan proses komunikasi. Proses komunikasi adalah proses menyampaikan pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Dalam proses penyampaian pesan tidak selamanya sukses karena terdapat beberapa hambatan, baik yang ditimbulkan oleh pemberi pesan atau dari penerima pesan. Hambatan ini disebut noises atau barriers.
Dalam proses pengajaran, noise itu dapat berupa keterbatasan peserta didik secara fisik maupun psikologis, kultural maupun lingkungan. Sehingga untuk meredam, memperkecil, mengatasi atau menghilangkan beragam keterbatasan dalam komunikasi tadi, dapat digunakan alat perantara yang disebut media pengajaran.
D. Ciri-Ciri Media Pengajaran
Gerlach & Ely mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu atau kurang efisien melakukannya.
a. Ciri fiksatif (fiksative Property)
Ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan dan merekontruksi suatu peristiwa atau objek. Suatu peristiwa atau objek dapat diurut dan di susun kembali dengan media seperti fotografi, pidio tape, audio tape, disket computer, dan film. Suatu objek yang telah dimbil gambarnya (direkam) dengan kamera atau pideo kamera dengan mudah dapat di reproduksi kapan saja diperlukan. Dengan ciri fiksatif ini media memungkinkan suatu rekaman kejadian atau objek yang terjadi pada suatu waktu tertentu ditransportasikan tanpa mengenal waktu.
b. Ciri manipulatif (manipulative property)
Transpormasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif. Kejadian yang memakan waktu berhari-hari dapat disajikan kepada siswa dalam waktu dua atau tiga menit dengan teknik pengambilan gambar time-lapse recording. Misalnya bagaimana proses larva menjadi kepompong kemudian menjadi kupu-kupu dapat dipercepat dengan teknik rekaman fotograpi tersebut. Disamping dapat dipercepat suatu kejadian dapat pula diperlambat pada saat menayangkan kembali hasil suatu rekaman video. Misalnya proses loncat galah atau reaksi kimia dapat diamati melalui bantuan kemampuan manipulatif dari media.
E. Fungi dan Manpaat Media Pengajaran
Dalam suatu proses belajar mengajar, dua unsur yang amat penting adalah metode mengajar dan media pengajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan. Pemilihan salah satu metode mengajar akan mempengaruhi jenis media pengajaran yang sesuai meskipun masih ada berbagai aspek lain yang harus diperhatikan dalam memilih media, antara lain tujuan pengajaran, jenis tugas dan respon yang diharapkan siswa menguasi setelah pengajaran berlangsung, dan kontek pembelajaran termasuk karakteristik siswa. Meskipun demikian dapat dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat Bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Terdapat pendapat beberapa ahli pendidikan mengenai manpaat atau kegunaan dari media pengajaran dalam proses belajar mengajar. Yusup Hadi Miarso dkk, menyatakan bahwa media pengajaran itu mempunyai nilai-nilai praktis yang berupa kemempuan antara lain:
1. Membuat konkrit konsep yang abstrak
2. Membawa objek yang sukar di dapat ke dalam lingkungan belajar
siswa.
3. Menampilkan objek yang terlalu besar
4. Menampilkan objek yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang
5. Mengamati gerakan yang terlalu cepat.
6. Memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi
pengalaman belajar siswa.
7. Membangkitkan motivasi belajar, dan
8. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang
maupun disimpang menurut kebutuhan.
Sementara itu Abu Bakar Muhammad juga berpendapat bahwa kegunaan media pengajaran antara lain:
1. Mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan memperjelas materi pelajaran yang sulit.
2. Mampu mempermudah pemahaman, dan menjadikan pelajaran lebih
hidup dan menarik.
3. Merangsang anak untuk bekerja dan menggerakkan naluri kecintaan
menelaah (belajar) dan menimbulkan kemauan keras untuk mempelajari
sesuatu.
4. Membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan pendapat,
memperhatikan dan memikirkan suatu pelajaran, dan
5. Menimbulkan kekuatan perhatian (ingatan) mempertajam, indera,
melatihnya, memperhalus perasaan dan cepat belajar.
Hamalik mengemukakan bahwa pemakaian media pengajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pengajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu keepektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu.
Levie dan Lentz mengemukakan empat fungsi media pengajaran khususnya media visual, yaitu:
a. Fungsi atensi
Fungsi atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran. Seringkali pada awal pengajaran siswa tidak tertarik dengan materi pelajaran atau mata pelajaran itu merupakan salah satu pelajaran yang tidak disenangi oleh mereka sehingga mereka tidak memperhatikan. Khususnya gambar yang diproyeksikan melalui over head projector dapat menenangkan dan mengarahkan perhatian mereka kepada pelajaran yang akan mereka terima. Dengan demikian, kemungkinan untuk memperoleh dan mengingat isi pelajaran semakin besar.
b. Fungsi Afektif.
Fungsi afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar atau membaca teks yang bergambar. Gambar atau lambang visual dapat menggugah emosi dan sikap siswa. Misalnya informasi yang menyangkut masalah sosial atau ras.

c. Fungsi Kognitif
Fungsi kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.
d. Fungsi Kompensatoris
Fungsi kompenstoris media pengajaran terlihat dari hasil penelitian bahwa media visual yang memberikan kontek untuk memahami tek membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam tek dan mengingatnya kembali. Dengan demikian, media pengajaran berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dengan tek atau disajikan secara verbal.
F. Pemilihan dan Penggunaan Media Pengajaran
Pengajaran yang efektif memerlukan perencanaan yang baik. Media yang akan digunakan dalam proses pengajaran juga memerlukan perencanaan yang baik. Meskipun demikian, kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa seorang guru memilih salah satu media dalam kegiatannya di kelas atas dasar pertimbangan antara lain : a). ia merasa sudah akrab dengan media itu – papan tulis atau proyektor transparansi. b). ia merasa bahwa media yang dipilihnya dapat menggambarkan dengan lebih baik daripada dirinya sendiri – misalnya diagram pada Flip Chart. c). media yang dipilihnya dapat menarik minat dan perhatian siswa, serta menuntunnya pada penyajian yang lebih terstruktur dan terorganisasi. Pertimbangan ini diharapkan oleh guru dapat memenuhi kebutuhannya dalam mencapai tujuan yang telah ia tetapkan.
Selain itu ada beberapa prinsif yang harus dijadikan dasar dalam memilih media pengajaran, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Prinsif umum dalam memilih dan menggunakan media pengajaran harus diperhatikan sebagai berikut:
1. Media tidak dapat 100% dapat menggantikan peran guru.
2. Perlu persiapan yang matang baik guru, siswa, alat, program maupun
tempat yang akan digunakan.
3. Pertimbangkan mutu media yang akan digunakan dalam artian harus
handal, sistem kerjanya mudah dipahami, spesifikasi dari bahan yang
bermutu, praktis penggunaannya, serta menjamin keselamatan bagi
penggunanya.
4. Media harus jelas dan menarik.
5. Ketersediaan media yang akan digunakan.
6. Pertimbangkan waktu yang tersedia, mulai dari persiapan penggunaan dan penyempurnaan kembali media yang digunakan.
Sedangkan secara khusus penggunaan media pengajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Pemilihan media pengajaran berdasarkan tujuan pembelajaran.
2. Pengguanan media pengajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik.
3. Pemilihan media pengajaran sesuai dengan kondisi, situasi, waktu dan
tempat.
4. Penggunaan media pengajaran sesuai dengan karakteristik media
pembelajaran.
5. Pemilihan media pengajaran sessuai dengan ketersediaan media
pengajaran itu sendiri.
Pendapat lain mengatakan bahwa, dalam menggunakan media pengajaran harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Tujuan pemilihan. (untuk pembelajaran, informasi yang bersifat umum
atau mengisi waktu luang, pengajaran kelompok atau individu.
2. Karakteristik media pembelajaran (keampuhan, cara pembuatannya,
maupun cara penggunaannya.
3. Alternatif pemilihan media yang dapat digunakan.
Dalam memilih media juga harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Objektivitas, yaitu pilihan didasarkan atas prinsip efektifitas dan efisiensi, yaitu ketepatan yang disesuaikan dengan materi serta tujuan pengajaran, bukan didasarkan atas kebiasaan, kesenangan maupun kemampuan guru menggunakan media pengajaran tersebut.
2. Program pengajaran yaitu tingkat kesesuaian dengan struktur kurikulum dan kedalaman materi pelajaran yang akan disampaikan.
3. Disesuaikan dengan situasi dan kondisi baik tempat atau ruangan maupun kondisi anak didik.
4. Kualitas teknik memenuhi syarat keselamatan penggunaannya dan mudah untuk disempurnakan bila diperlukan dan tidak membahayakan penggunanya.
B. Evaluasi / Penilaian PAI
1. Pengertian Penilaian
Secara harfiah kata penilaian berasal dari bahasa Inggris “ evaluation “ dalam bahasa Arab Al – Taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Penilaian dapat digunakan untuk semua aspek kehidupan. Dalam buku ini kita hanya mempokuskan penilaian dalam bidang Pendidikan Agama Islam atau penilaian pendidikan Islam. Penilaian Pendidikan Agama Islam adalah usaha untuk mendapatkan nilai yang terdapat dalam proses belajar mengajar yang dilihat dari hasil yang dicapai oleh setiap siswa dalam jangka waktu tertentu. Misalnya penilaian harian, mingguan, bulanan, catur wulan, akhir tahun dan akhir tahun ajaran dan EBTA serta EBTANAS.
2. Fungsi Evaluasi / Penilaian
a. Perbaikan proses belajar mengajar.
b. Untuk menentukan nilai kenaikan kelas maupun penentuan lulus atau
tidak
c. Penempatan siswa.
d. Diagnostik, yaitu untuk memeriksa dan mengalisa kelemahan siswa dan upaya mengatasinya.
3. Tujuan Evaluasi / Penilaian
Penilaian bertujuan memperoleh data mengenai pencapaian tujuan hasil belajar mengajar yang menuju ketingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran serta mengukur atau menilai efektifitas pengalaman belajar, kegiatan belajar dan metode mengajar Pendidikan Agama Islam yang dipergunakan.
4. Prisip dan Obyek Penilai
1. Prinsip Penilaian
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penilaian yaitu :
a. Prinsip kontinuitas
Penilaian harus dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan, oleh sebab itu penilaian tidak hanya dilakukan peda waktu tertentu seperti sebulan sekali hanya, catur wulan dan sebagainya, tetapi sebaiknya dilakukan setiap kegiatan belajar mengajar berlangsung. penilaian seperti ini sangat diperlukan untuk mengetahui keadaan kemampuan siswa menyerap materi yang diberikan dan efektivitas metode yang digunakan. Disamping itu untuk menentukan perlu tidaknya perbaikan proses belajar mengajar dan perbaikan bagi siswa atau diagnostik


b. Prinsip Individual
Prinsip penilaian ini harus diberikan kepada setiap siswa untuk menilan pekerjaannya sendiri. Hal ini memberikan kesadaran kepada setiap siswa untuk mengetahui keadaan kualitas belajar yang telah dicapainya. Dalam penilaian individu ini perlu di pertimbangkan situasi dan kondisi masing-masing siswa dalam menilai kemajuan dan pengawasan siswa terhadap pencapaian tujuan.
c. Prinsip Keseluruhan
Dengan prinsip keseluruhan, konprehensif dimaksudkan disini agar evaluasi / penilaian hasil belajar tersebut dapat terlaksana dengan baik apabila penilaian tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh dan menyeluruh. Penilaian itu harus dapat menjangkau tiga aspek yang perlu dinilai yaitu aspek kognitif, aspek efektif dan aspek psikomotor sesuai dengan porsi masing-masing dalam penilaian pendidikan agama Islam.
d. Prinsip Obyektivitas
Prinsip obyektivitas atau maudluu’iyyah, dapat dinyatakan sebagai penilaian yang baik apabila dapat terlepas dari faktor-faktor yang sifatnya subyektif.
Oleh sebab itu penilaian harus dilakukan secara wajar sesuai dengankeadaan, kondisi apa adanya, tidak dicampuri oleh kepentingan-kepentingan yang bersifat subyektif.
Jika tidak obyektif akan dapat menodai kemurnian pekerjaan penilaian itu sendiri.
2. Obyek Penilaian
Dimaksud dengan obyek atau sasaran penilaian pendidikan agama Islam ialah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan dapat dilakukan terhadap siswa, guru maupun kurikulum pendidikan agama Islam.
Pada kesempatan kali ini sasaran atau obyek penilaian yang akan dibahas ada yang berkenaan dengan proses atau kegiatan proses pendidikan agama Islam yang dialami oleh siswa untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan belajar siswa, maka obyek dari penilaian pendidikan agama Islam meliputi tiga aspek, yaitu (1) aspek kemampuan, (2) aspek kepribadian, (3) aspek sikap.
5. Peran Penilaian dalam Proses Belajar Mengajar ( PBM )
Ada beberapa peran penilaian dalam PBM
1. Mengetahui tingkat pencapaian siswa dalam kegiatan suatu proses
belajar mengajar.
2. Menetapkan keefektifan pengajar dan rencana kegiatan.
3. Sebagai laporan kemajuan belajar siswa.
4. Menghilangkan kendala dalam kegiatan belajar mengajar dan
memperbaiki kesalahan setra menyempurnakan kekurangan yang terdapat sewaktu praktek.









BAB III
PENUTUP
Sebagai penutup dari tulisan ini penulis memberikan beberapa kesimpulan bahwa:
1. Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti “tengah”, “perantara” atau “pengantar”. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.
2. Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media yang dipergunakan dalam mengajar disebut juga dengan media pengajaran.
3. Media pengajaran adalah alat yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi dan pesan-pesa pengajaran dari sumber belajar yaitu guru kepada peserta didik yaitu siswa agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
4. Ada dua alasan penggunaan media pengajara. pertama, belajar merupakan perubahan perilaku. Kedua, belajar merupakan proses komunikasi.
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, mudah-mudahan bisa bermanpaat, khususnya bagi kami penulis, umumnya bagi para pembaca sekalian. Kami menyadari dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, kritik yang sipatnya membangun sangat kami harapkan untuk kemajuan kea rah yang lebih baik.
o DAFTRA PUSTAKA
 Arsyad, Azhar (2006) Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers
 Syah, Darwan dkk (2006) Perencanaan Sistem Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Faza Media.
 Ramayuli, H (2004) Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
 Kamal, Musthafa (2006) Buku ajar Strategi Belajar Mengajar. Ciamis: Institut Agama Islam Darussalam.
 Ahmad Rohani HM. (1995). Pengelolaan pengajaran. Jakarta : Rineka Cipta Jakarta.
 Conny Semiawan Stamboel. (1986). Prinsip dan teknik pengukuran dan penilaian di dalam dunia pendidikan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya.
 Dali S. Naga. (1992). Pengantar teori sekor. Jakarta : Gunadarma.
 Ratna Sayekti Rusli. (1988). Tes dan pengukuran dalam pendidikan.
Jakarta Ditjen Dikti.

PTS kepala sekolah SD negeri cimanuk 2 bagian ke 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyelenggaraan proses belajar mengajar merupakan hal yang terpenting dalam kelancaran suatu KBM, oleh karenanya dalam proses belajar mengajar ini lebih memperhatikan segala persiapan yang harus di persiapkan demi kelancaran poroses belajar mengajar itu, maka segala persiapan belajar itu harus di tata dengan rapi dan benar, oleh sebab itu dalam proses pembelajaran harus diadakanya kontroling dari kepala sekolah agar, tercipta pembelajaran yang mengena kepada sasaran .
Sekolah dasar cimanuk 2 berdiri pada tahun 1977 yang mana berlokasi di kampung cimanuk desa cimanuk kecamatan cimanuk, dimana terletak persis dipinggir jalan melalui objek pariwisata cikoromoy. Pendirian sekolah dasar ini telah mendorong semua pihak dalam menciptakan generasi yang lebih baik. Oleh karena itu setiap langkah dan tindakan yang di lakukan itu sesuai dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya, yaitu menciptakan manusia yang unggul dan bermartabat, oleh karenanya dalam menciptakan manusia yang unggul dan bermartabat perlu adanya rencana yang matang dari semua pihak, kususnya para pendidik di lingkungan sekolah.
Namun persiapan yang matang itu belumlah matang sepenuhnya karena adanya kendala – kendala yang belum terselesaikan diantaranya sarana dan prasarana sekolah yang tidak memadai, selain itu kesadaran masyarakat sekitar minim akan pentingnya pendidikan bagi anak.
Di samping itu pula tenaga pendidik yang ada sangatlah kurang, sehingga menghambat proses belajar mengajar khususnya persiapan mengajar yang serba apa adanya karena kekurangan sarana dan prasarana yang tidak cukup memadai tersebut.

Oleh karena itu peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap permasalahan yang ada yang peneliti beri judul “upaya meningkatkan mutu kinerja guru di bidang administrasi kelas melalui supervisi kelas” semoga dengan dilakukannya penelitian ini dapat merubah kinerja guru kearah yang lebih maju lagi, sehingga berpengaruh pada keberhasilan proses belajar mengajar ke arah yang lebih baik, sehingga berdampak pada pemahaman masyarakat, kususnya masyakarat sekitar Sekolah Dasar Negeri Cimanuk 2.
Penelitian tindakan sekolah ini dilakukan mengingat pentingnya mutu kerja guru agar dapat meningkatkan kualitas guru kearah yang lebih baik lagi sehingga berdampak pada perubahan yang nyata.
B. Identifikasi masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan bahwa :
1. masih rendahnya kinerja guru dalam mempersiapkan
administrasi kelas
2. tidak memadai adanya sarana dan prasarana yang cukup untuk
melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar guru.
3. masih lemahnya kesadaran guru dalam memotivasi
kenerjanya
C. Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini, masalah – masalah yang telah teridentifkasi sebagaimana tersebut diatas, maka penelitian ini di batasi pada “ masih rendahnya mutu kerja guru dalam mepersiapkan administrasi kelas”








D. Rumusan masalah
Berdasarlan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka masalah pokok dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut;
1. Bagaimana langkah-langkah yang tepat dalam memotivasi kenerja guru agar lebih baik dalam mempersiapkan administrasi kelas?
2. Bagaimana supervisi kelas di laksanakan dan diawasi oleh supervisor/kepala sekolah yang hubungannya dengan kinerja guru?
3. Apakah manfaat yang diperoleh dari supervisi itu?
4. Kegiatan apa saja supervisor yang telah dilakukan disekolah?
5. Manfaat apa saja hasil supervisi itu?
E. Tujuan penelitian
Penelitian Tindakan Sekolah ini bertujuan untuk ;
1. Meningkatkan mutu kinerja kearah yang lebih baik;
2. Mengetahui supervisi yang dilaksanakan dan di awasi oleh supervisior sesuai dengan kinerja guru.
3. Mengetahui manfaat yang diperoleh dari supervisi
4. Mengetahui kegiatan supervisior yang dilakukan di sekolah
5. Mengetahui manfaat supervisi
F. Manfaat penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi kepala sekolah khusunya guru agar dapat meningkatkan kinerja dalam pembuatan administrasi kelas melalui supervisi kelas. Yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas kerja guru yang lebih bermutu kedepannya.




Bab II
Kajian Pustaka

A. Pengantar

Sekolah dasar cimanuk 2 merupakan sekolah dasar yang terletak di sebuah
perkampungan yang padat penduduk yaitu terletak kampung cimanuk, yang mana letaknya sangat strategis untuk di jangkau dari berbagai arah tujuan. Dan terletak di jalan pariwisata cikoromoy, di mana setiap orang kenal tempat terebut, dan jalan menuju ke tempat pariwisata tersebut melalui sekolah dasar negeri cimanuk 2, dari tahun ke tahun jumlah murid yang masuk kesekolah dasar negeri cimanuk sangat banyak karena, penduduk sekitar sudah mempercayai bahwa lulusan sekolah dasar negeri cimanuk 2 mampu bersaing di tingkat sekolah yang lebih tinggi, hal ini terbukti dengan banyaknya lulusan yang menorehkan prestasinya di sekolah dasar yang kemudian berlanjut ke sekolah yang lebih tinggi baik yang masuk ke suasta maupun sekolah tinggi negeri.
Jumlah murid pada sekolah dasar negeri cimanuk 2 dari tahun ke tahun semakin meningkat, serta kualifikasi guru yang sudah bersertifikat guru profesional di sekolah dasar negeri cimanuk 2, namun dari sekian banyak kualifikasi guru yang sudah bersertifikat sebagai guru profesional masih banyak kendala-kendala yang konflek yang semakin hari semakin bertambah, untuk itulah peneliti, melakukan sebuah penelitian, yang mana penelitian ini melibatkan semua aspek yang ada terutama kinerja guru dalam pengadministrasian kelas yang melalui supervisi kelas.
1) Pengertian kinerja guru
Pengertin kinerja guru secara harfiah, kinerja performasi kerja ada pula yang mengartikan sebagai prestasi kerja, ada pulan yang mengatakan bahwa kinerja merupakan pengindonesian kata performance, yang artinya yang bearti daya kerja, sedangkan menurut para ahli bahwa kinerja merupakan hasil interaksi antara motivasi dengan ability, jadi yang dimaksud dengan kinerja guru disinii adalah bagaimana kemampuan dan motivasi yang ada dalam diri guru guna melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah, dengan demikian kinerja guru mempunyai erat dengan produktifitas yang dihasilkan dalam porses pembelajaran merupakan indikator kinerja seorang guru,
Sebagian guru dianggap mutunya rendah. Benarkah demikian? Masalah rendahnya mutu sekolah di Indonesia ini sudah sangat sering dikeluhkan masyarakat.hal ini peranan guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan. Dengan kata lain, rendahnya mutu sekolah di pandang mempunyai kaitan langsung dengan rendahnya mutu guru.Orang tua melihat suatu sekolah terutama dilihat dari mutu gurunya, sebab mutu guru yang rendah menyebabkan mutu sekolah yang rendah pula.Belum tantu dengan adanya sarana dan administrasi yang begitu memadai dapat meningkatkan mutu sekolah. Peningkatan kesejahteraan (gaji) guru lebih mampu meningkatkan mutu dari pada melalui penyadiaan sarana.di Indonesia bahkan masih banyak sekolah yang kebutuhan minimal sarana pendidikan saja juga belim terpenuhi. Sesungguhnya mutu sekolah bukan saja masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Lantas masalah apa sajakah yang sebenarnya dihadapi oleh negara-negara berkembang? Apakah mutu guru yang rendah termasuk salah satu masalah yang dihadapi? Apakah penyebab mutu guru itu rendah?
Sarana dan fasilitas pendidikan merupakan masalah bagi negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia masih merupakan negara yang rendah tinhkat pendidikannya disbanding negara- negara lain. hal ini dapat disebabkan kurangnya sarana dan fasilitas pendidikan, apalagi masih banyak sekolah yang sarana pendidikannya saja belum terpenuhi. Sarana dan fasilitas dapat menunjang semangat belajar siswa apalagi dizaman yang modern saat ini, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya sarana dan fasilitas yang memadai dapat meningkatkan mutu pendidikan. Dapat dipastikan apabila sarana dan fasilitas pendidikan yang memadai akan menciptakan generasi yang lebih berpotensi dan lebih tinggi tingkat pendidikannya. Disamping itu ternyata mutu guru jugu menjadi salah satu unsur yang menentukan munculnya generasi muda yang berprestasi. Dapat dikatakan tinggi rendahnya mutu sekolah juga dilihat dari tinggi rendahnya mutu guru. Dengan adanya sarana yang memadai belum tentu dapat meningkatkan mutu sekolah tanpa adanya mutu guru yang tinggi, karena dengan peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana.
Menyoal adalah mempermasalahkan tentang suatu hal. Dalam konteks ini yang dipermasalahkan adalah guru dan mutu yang seharusnya dimiliki. Guru merupakan salah satu unsur yang dianggap sangat menentukan tinggi rendahnya mutu sekolah. Dalam kebutuhan minimal sarana dan fasilitas pendidikan yang relatif terpenuhi nampak bahwa investasi biaya pendidikan melalui peningkatan kesejahteraan guru lebih mampu meningkatkan mutu daripada melalui penyediaan sarana. Apabila dilihat dari segi pelaku persoalan mendasar dari mutu pendidikan adalah kesejahteraan guru. Kesejahteraan meliputi aspek material dan nonmaterial. Nonmaterial misalnya kemudahan naik pangkat, suasana kerja yang sejuk dan perlundungan hukum. Adapun yang termasuk kesejahteraan material adalah gaji, tunjangan dan insentif lainnya. Aspek material khususnya gaji yang harus secara jujur diakui masih sangat minim. Selama ini banyak guru yang mengeluhkan gaji yang terlalu rendah. Hal ini merupakan salah satu alasan kurang optimalnya kinerja guru dalam memberikan suatu pengajaran. Suatu ironi memang, ketika semua pihak berusaha memajukan pendidikan, gaji guru justru menjadi faktor penghambat utama kemajuan tersebut. Alokasi anggaran sebesar 20% pun bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan. Ketika banyak kebutuhan yang harus dipenuhi maka anggaran sebesar itu akan dianggap sebagai suatu kesia-siaan belaka. Satu hal yang luput ketika membicarakan mutu guru adalah kualitas yang dimiliki. Ketika kurangnya gaji begitu dipermasalahkan maka kualitas yang sesuai untuk mendapatkan gaji kurang diperhatikan.
Kenaikan gaji cenderung hanya upaya mengimbangi laju inflasi. akibatnya secara riil daya beli para guru umumnya tidak banyak meningkat. Walaupun secara langsung tidak berpengaruh terhadap kualitas guru, tetapi gaji guru dan mutu pendidikan memang tidak terpisahkan. Dinegara-negara lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi, misal Malaysia, mengajarkan bahwa prestasi kerja merupakan fungsi dari imbalan. Makin tinggi imbalan maka makin tinggi kesungguhan, komitmen dan prodiktivitas karja serta makin kecil kemungkinan adanya indisipliner (tindakan tidak taat dengan peraturan yang ada). Belajar dari negara-negara yang tinggi tingkat pendidikannya itulah disediakan sekitar seperempat lebih anggaran untuk sektor pendidikan dan dari jumlah itu sebagian besar adalah untuk kesejahteraan guru. Jika gaji guru meningkat maka akan meningkatkan pula status guru, sehingga mampu menarik calon-calon guru yang berkualitas.
Lembaga pendidikan guru bukanlah idola calon mahasiswa atau orangtua, sebab dalam masyarakat yang cenderung melihat kemampuan ekonomi sebagai ukuran status sosial status guru diamggap “kurang baik” karena pendapatannya rendah. Karena itu jabatan guru tidak menarik minat banyak orang dan jiga tidak menarik bagi para putra-putri terbaik bangsa. Adanya kesempatan untuk menjadi guru yang sempit karena lembaga-lembaga pendidikan justru lebih mengangkat lulusan fakultas murni lantaran kemampuannya dianggap lebih menyebabkan kualitas dan kuantitas yang masuk lembaga pendidikaan guru juga merosot. Konsekuensinya mutu lulusan atau calon guru yang dihasilkan merosot pula, akibatnya mutu pendidikan akan terus merosot pula. Melihat kondisi pendidikan saat ini tidak banyak yang dilakukan dalam usaha menarik minat calon bermutu memasuki lembaga pendidikan guru selama faktor status guru tidak dapat diubah atau diperbaiki. Menaikkan pandangan terhadap profesi guru amat terkait dengan kemampuan keuangan pemerintah, Mengingat pada waktu ini sekolah terutama dikelola oleh pemerintah. Barangkali anggapan-anggapan yang kurang menguntungkan bagi pendidikan guru seperti diatas yang menyebabkan calon guru kurang memiliki motivasi yang kuat.
Lebih parah lagi, sebagian yang dididik sebagai calon guru sekarang sebenarnya tidak ingin menjadi guru oleh karena mereka tahu bahwa profesi guru tidak memberikan kesempatan kepaada mereka untuk menjadi pemimpin, memperoleh harta kekayaan yang banyak, kekuasaan yang cukup, atau pengaruh yang luas. Oleh karena itu sampai saat ini profesi guru dirasa sebagai kerja paksa artinya terpaksa jadi guru karena bidang lain tidak bisa menampungnya, tetapi kerja paksa juga dapat diartikan kerja keras tetapi gajinya kecil. Dimasyarakat yang lebih mementingkan pada pemenuhan kebutuhan materi kedudukan atau pekerjaan guru kurang memperoleh nilai tinggi, sebab walaupun tugas guru itu mulia namun tidak memberi keuntungan materi. Berdasarkan kondisi tersebut maka agaknya repot bagi pendidikan guru untuk menangkis serangan atau kritik tentang mutu lulusannya.Masyarakat mengeluh anak-anaknya diajar oleh guru yang kurang bermutu disisi lain dikhawatirkan semakin merosotnya minat calon mahasiswa yang ingin menjadi guru. Keluhan masyarakat dan kekhawatiran tersebut pada akhirnya dialamatkan kepada pemerintah juga.
Selain faktor individu dan pendidikannya, sarana dan prasarana yang disediakan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan baik termasuk sekolah negeri dan swasta tampaknya perlu mendapat perhatian lebih. Saat ini sekolah-sekolah yang ada masih kurang memperhatikan kelayakan sarana dan prasarana yang dimilikinya. Memang tidak semua kebutuhan harus terpenuhi. Semua itu tergatung dengan kemampuan dan kebutuhan sekolah yang bersangkutan. Oleh sebab itu, ketersediaan sarana dan prasarana tiap-tiap sekolah tidak dapat disamaratakan. Namun, untuk pendukung kegiatan belajar-mengajar yang bersifat dasar hendaknya tersedia dengan memadai. Hal ini diperlukan agar aktifitas belajar mengajar dapat berjalan sesuai harapan, sehinga kinerja guru akan lebih optimal.
Memang merupakan suatu dilema dan sangat ironis. Saat kita harus berbicara tentang kualitas pengajar maka sarana dan prasarana menjadi hal yang memegang peranan yang sangat penting. Ini dapat dilihat dari ketersediaan sarana untuk mendukung kegiatan belajar mengajar. Ketika kualitas guru yang ada baik, sarana dan prasarana yang ada di sekolah tidak memadai. Sebaliknya, ada sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang cukup memadai namun guru yang bersangkutan tidak memanfaatkannya. Entah karena tidak mau atau karena tidak memiliki kemampuan. Hal inilah yang seharusnya mulai disikapi oleh kalangan pendidikan sendiri.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini memang sudah banyak kebijakan dan strategi untuk memperbaiki mutu sekolah namun hasilnya belum optimal. Jadi sejauh gaji guru masih relatife rendah tampaknya tidak mudah meningkatkan mutu pendidikan. Disitulah titik kelemahan pendidikan di Indonesia, sehingga mutu sekolah sulit ditingkatkan. Oleh sebab itu jika Indonesia benar-benar ingin meningkatkan mutu sekolah, maka sistem penggajian guru secepatnya diperbaiki.
Rendahnya gaji guru saat ini sering disebut sebagai faktor utama penyebab turunnya mutu pendidikan. Namun, benarkah hal itu yang terjadi. Saat ini kita juga harus mulai mempertanyakan kualitas guru secara keseluruhan. Apakah sudah menjadi seorang guru yang profesional ataukah hanya bekerja demi uang. Apakah guru saat ini bekerja dengan menggunakan prinsip do it atau hanya berorientasi pada duit. Itu yang harus kita perrtanyakan. Ketika guru hanya mementingkan duit maka profesi guru hanya dianggap suatu pekerjaan untuk menopang hidup. Guru tidak dianggap sebagai suatu profesi mulia yang akan mendidik generasi penerus bangsa. Sebaliknya, dengan do it maka guru akan memuliakan profesinya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Banyak hal selain mengajar yang dapat dilakukan guru untuk mendapat sumber dana. Salah satunya dengan mengadakan penelitian. Di Indonesia masih sangat sedikit guru yang dengan inisiatif sendiri melakuakan penelitian yang berkaitan dengan profesinya. Rata-rata guru hanya mengandalkan gaji yang diterima sebagai sumber pengahasilan. Pola pikir seperti inilah yang harus mulai dirombak untuk mengembangkan pendidikan kita saat ini.
Dari penelitian tindakan sekolah ini peneliti menyimpulkan beberapa hal yang mengakibatkan masih rendahnya mutu guru diantaranya: rendahnya kompetensi guru. Rendahnya kompetensi guru ini disebabkan oleh kompleksitas kondisi yang mengelilingi guru. Adapun kondisi yang dimaksud adalah :
a) masih banyak guru mengajar bukan pada bidang tugasnya. Hal demikian berakibat pada penguasaan dan penyampaian materi tidak dapat berlangsung secara optimal. Alasannya pun sangat bervariasi yakni, di sekolah tidak ada guru lulusan bidang studi tertentu dan demi pemerataan jam mengajar.
b) Guru tidak konsen pada tugasnya. Guru masih mencari uang melalui pekerjaan lain. Hal ini disebabkan gaji yang diterima tidak mencukupi untuk menopang kebutuhan hidupnya. Konsentrasi kesibukannya justru lebih tinggi untuk pekerjaan lain, bukan pekerjaan yang berkaitan dengan persiapan proses pembelajaran.
c) Masih banyak guru gagap teknologi, wawasan kependidikannya picik, keterampilan mengajar kurang optimal, tidak terampil mengoperasikan komputer, cakrawala pandang wawasan kependidikan yang dapat diakses melalui internet tak dapat tercapai oleh karena belum mengenal internet
d) Motivasi kerja guru yang rendah. Motivasi kerja yang rendah ini dapat disimak melalui sikapnya dalam mempersiapkan RPP, silabus, perangkat penilaian dan perangkat pembelajaran lainnya. Pengadaan perangkat pada umumnya hanya berupa foto kopi teman sekolah lain. Hal lain sebagai indikator motivasi kerja rendah adalah belum terciptanya budaya membaca bagi kalangan guru. Artinya, membaca untuk menambah pengetahuan yang berkaitan dengan materi pelajaran dari berbagai referensi ataupun membaca rang berkaitan dengan wawasan kependidikan belum banyak dilakukan oleh sebagian besar guru. Padahal membaca mempunvai kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan profesi guru. Berdasarkan kondisi di atas perlu adanya gerakan serentak memperbaiki mutu guru Indonesia. Gerakan ini menyangkut pihak pemerintah, lembaga pencetak guru, kemauan guru itu sendiri dan masyarakat sebagai agen pemasok calon guru maupun pengguna guru.
Melalui penelitian ini terdapat banyak sekali kinerja guru dalam pengadministrasian yang belum terlaksana secara sempurna dan tepat waktu, serta mengena pada apa yang menjadi tujuan utama dalam kinerja guru sebagai pengadminitrasian kelas, maka melalui supervisi atau perbaikan kearah yang lebih baik lagi untuk menuju kinerja guru dalam pengadministrasian kearah yang lebih baik lagi, sehingga sesuai dengan supervisi kelas
b) supervisi kelas
1) Pengertian Dan Sasaran Supervisi Kelas
Dalam organisasi pendidikan (dalam hal ini sistem sekolah), istilah supervisi sudah lama dikenal dan dibicarakan. Istilah “supervisi kelas” mengacu kepada misi utama pembelajaran, yaitu kegiatan yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan prestasi akademik. Dengan kata lain, supervisi kelas adalah kegiatan yang berurusan dengan perbaikan dan peningkatan proses dan hasil pembelajaran di sekolah.
Dalam konteks profesi pendidikan, khususnya profesi mengajar, mutu pembelajaran merupakan refleksi dari kemampuan profesional guru. Karena itu, supervisi kelas berkepentingan dengan upaya peningkatan kemampuan profesional guru yang berdampak terhadap peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran. Dengan demikian fungsi supervisi kelas adalah salah satu mekanisme untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam upaya mewujudkan proses belajar peserta didik yang lebih baik melalui cara mengajar yang lebih baik pula. Dalam analisis terakhir, keefektifan supervisi kelas indikatornya adalah peningkatan hasil belajar peserta didik.
Sasaran supervisi kelas adalah:
a. Proses pembelajaran peserta didik.
b. Menjadikan kepala sekolah dan guru sebagai professional learners.
c. Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk memiliki kemampuan
manajemen sumber daya pendidikan
a. Proses pembelajaran peserta didik.
Proses pembelajaran peserta didik mempunyai tujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: guru, peserta didik, kurikulum, alat dan buku-buku pelajaran, serta kondisi lingkungan sosial dan fisik sekolah. Dalam konteks ini, guru merupakan faktor yang paling dominan. Karena itu, supervisi kelas menaruh perhatian utama pada upaya-upaya yang bersifat memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih mampu dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu melaksanakan dan meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang direfleksikan dalam kemampuan-kemampuan, antara lain: (1) Kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran; (2) Kemampuan melaksanakan kegiatan pembelajaran; (3) Kemampuan menilai proses dan hasil pembelajaran;(4) Kemampuan memanfaatkan hasil penilaian bagi peningkatan layanan pembelajaran; (5) Kemampuan memberikan umpan balik secara tepat, teratur, dan terus-menerus kepada peserta didik; (6) Kemampuan melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar; (7) Kemampuan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan; (8) Kemampuan mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran; (9) Kemampuan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia; (10) Kemampuan mengembangkan interaksi pembelajaran (strategi, metode, dan teknik) yang tepat; dan (11) Kemampuan melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran.
b. Menjadikan kepala sekolah dan guru sebagai professional learners.
Sasaran lain dari supervisi pendidikan adalah menjadikan kepala sekolah dan guru sebagai professional learners, yaitu para profesional yang menciptakan budaya belajar dan mereka mau belajar terus menyempurnakan pekerjaannya. Budaya ini memungkinkan terjadinya peluang inovasi dari bawah (bottom-up innovation) dalam proses pembelajaran
Pemberdayaan akuntabilitas profesional guru hanya akan berkembang apabila didukung oleh penciptaan budaya sekolah sebagai organisasi belajar. Istilah organisasi belajar dimaksudkan sebagai suatu organisasi di mana para anggotanya menunjukkan kepekaan terhadap masalah-masalah yang dihadapi dan berupaya untuk mengatasi masalah tersebut tanpa desakan atau perintah dari pihak luar. Kepala sekolah dan guru tidak hanya bekerja menunaikan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya, melainkan pula memiliki sikap untuk selalu meningkatkan mutu pekerjaannya, dan oleh karenanya mereka terus belajar untuk mempelajari cara-cara yang paling baik. Mereka dapat dikelompokkan sebagai “professional learners”.
c. Membina kepala sekolah dan guru-guru untuk memiliki kemampuan manajemen sumber daya pendidikan
Kemampuan manajemen sumber daya pendidikan meliputi kemampuan dalam pengadaan, penggunaan/pemanfaatan, dan merawat/memelihara. Hal ini disebabkan karena aspek yang akan mendukung pemberdayaan akuntabilitas profesional guru adalah tersedianya sumber daya pendidikan untuk mendukung produktivitas sekolah, khususnya mendukung proses pembelajaran yang bermutu. Alat peraga, alat pelajaran, fasilitas laboratorium, perpustakaan, dan sejenisnya sangat diperlukan bagi terwujudnya proses pembelajaran yang bermutu. Sumber daya pendidikan seperti itu memungkinkan peserta didik terlibat secara aktif melalui bervariasinya kegiatan pembelajaran yang lebih kaya.
2. Prinsip-Prinsip Supervisi Kelas
Supervisi kelas dilaksanakan atas dasar keyakinan sebagai berikut:
a. Pengawasan terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran (PBM) hendaknya menaruh perhatian yang utama pada peningkatan kemampuan profesional gurunya, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran;
b. Pembinaan yang tepat dan terus-menerus yang diberikan kepada guru-guru berkontribusi terhadap peningkatan mutu pembelajaran;
c. Peningkatan mutu pendidikan melalui pembinaan profesional guru didasarkan atas keyakinan bahwa mutu pembelajaran dapat diperbaiki dengan cara paling baik di tingkat sekolah/kelas melalui pembinaan langsung dari orang-orang yang bekerjasama dengan guru-guru untuk memperbaiki mutu pembelajaran;
d. Supervisi yang efektif dapat menciptakan kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional guru-guru. Kondisi ini ditumbuhkan melalui kepemimpinan partisipatif, di mana guru-guru merasa dihargai dan diperlukan. Dalam situasi seperti ini akan lahir saling kepercayaan antara para pembina (pengawas, kepala sekolah) dengan guru-guru, antara guru dengan guru, dan di antara pembina sendiri. Guru-guru akan merasa bebas membicarakan pekerjaannya dengan pembina jika ada keyakinan bahwa pembina akan menghargai pikiran dan pendapatnya;
e. Supervisi yang efektif dapat melahirkan wadah kerjasama yang dapat mempertemukan kebutuhan profesional guru-guru. Melalui wadah ini, guru-guru memiliki kesempatan untuk berpikir dan bekerja sebagai suatu kelompok dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari di bawah bimbingan pembina dalam upaya memperbaiki proses pembelajaran;
f. Supervisi yang efektif dapat membantu guru-guru memperoleh arah diri, memahami permasalahan-permasalahan yang dihadapi sehari-hari, belajar memecahkan masalah yang dihadapi sehari-hari dengan imajinatif dan kreatif. Dalam suasana seperti itu, pemikiran dan alternatif pemecahan masalah, maupun gagasan inovatif akan muncul dari bawah dalam upaya menyempurnakan proses pembelajaran tanpa menunggu instruksi atau petunjuk dari atas. Dengan demikian, supervisi yang efektif dapat merangsang kreativitas guru untuk memunculkan gagasan perubahan dan pembaruan yang ditujukan untuk memperbaiki proses pembelajaran; dan
g. Supervisi yang efektif hendaknya mampu membangun kondisi yang memungkinkan guru-guru dapat menunaikan pekerjaanya secara profesional, ketersediaan sumber daya pendidikan yang diperlukan memberi peluang kepada guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang lebih baik.
Kegiatan supervisi kelas diwujudkan oleh para supervisor dalam bentuk sikap dan tindakan yang dilakukan dalam interaksi antara supervisor dengan guru-guru. Kegiatan tersebut selain memperhatikan konsep/teori di atas sebagai landasan dan keyakinan dalam melaksanakan tugas dan fungsionalnya, supervisor juga perlu memperhatikan dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi, yaitu ;
a. Supervisi hendaknya dimulai dari hal-hal yang positif;
b. Hubungan antara para pengawas dengan guru-guru hendaknya didasarkan atas
hubungan kerja secara profesional;
c. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan pada pandangan objektif;
d. Pembinaan profesional hendaknya didasarkan atas hubungan manusiawi yang
sehat;
e. Pembinaan profesional hendaknya mendorong pengembangan inisitif dan
kreativitas guru-guru;
f. Pembinaan profesional harus dilaksanakan terus-menerus dan
berkesinambungan;
g. Pembinaan profesional hendaknya dilakukan sesuai dengan kebutuhan masing-
masing guru; dan
h. Pembinaan profesional hendaknya dilaksanakan atas dasar rasa kekeluargaan,
kebersamaan, keterbukaan, dan keteladanan.

2). Peranan Dan Perilaku Supervisor
a. Peranan Supervisor
Pembinaan profesional dilakukan karena satu alasan, yaitu memberdayakan akuntabilitas profesional guru yang pada gilirannya meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Untuk maksud tersebut, para supervisor hendaknya melakukan peranan sebagai berikut:
1) Peneliti. Seorang supervisor dituntut untuk mengenal dan memahami masalah-masalah pengajaran. Karena itu ia perlu mengidentifikasi masalah-masalah pengajaran dan mempelajari faktor-faktor atau sebab-sebab yang mempengaruhinya.
2) Konsultan atau Penasihat. Seorang supervisor hendaknya dapat mem-bantu guru untuk melakukan cara-cara yang lebih baik dalam mengelola proses pembelajaran. Oleh sebab itu, para pengawas hendaknya selalu mengikuti perkembangan masalah-masalah dan gagasan-gagasan pendidikan dan pengajaran mutakhir. Ia dituntut untuk banyak membaca dan menghadiri pertemuan-pertemuan profesional, sehingga ia memiliki kesempatan untuk saling tukar informasi tentang masalah-masalah pendidikan dan pengajaran yang relevan, yaitu gagasan-gagasan baru mengenai teori dan praktik pengajaran.
3) Fasilitator. Seorang supervisor harus mengusahakan agar sumber-sumber profesional, baik materi seperti buku dan alat pelajaran maupun sumber manusia yaitu narasumber mudah diperoleh guru-guru. Dengan perkataan lain, hendaknya supervisor dapat menyediakan kemudahan-kemudahan bagi guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
4) Motivator. Seorang supervisor hendaknya membangkitkan dan memelihara kegairahan kerja guru untuk mencapai prestasi kerja yang semakin baik. Guru-guru didorong untuk mempraktikkan gagasan-gagasan baru yang dianggap baik bagi penyempurnaan proses pembelajaran, bekerjasama dengan guru (individu atau kelompok) untuk mewujudkan perubahan yang dikehendaki, merangsang lahirnya ide baru, dan menyediakan rangsangan yang memungkinkan usaha-usaha pembaruan dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
5) Pelopor Pembaharuan. Para supervisor jangan merasa puas dengan cara-cara dan hasil yang sudah dicapai. Pengawas harus memiliki prakarsa untuk melakukan perbaikan, agar guru pun melakukan hal serupa. Ia tidak boleh membiarkan guru mengalami kejenuhan dalam pekerjaannya, karena mengajar adalah pekerjaan dinamis. Guru-guru perlu dibantu untuk menguasai kecakapan baru, untuk itu para supervisor harus menyusun program latihan dan pengembangan dengan cara merencanakan pertemuan atau pena-taran sesuai dengan kebutuhan setempat. Supervisi sebagai pembinaan profesional guru diwujudkan dalam perilaku para supervisor sebagai pembina.
b. Perilaku Supervisor
Perilaku supervisor tergantung pada pemahamannya mengenai tujuan pembinaan profesional. Jika dianalisis, tingkat kualitas perilaku pembinaan berwujud: (1) memperhatikan, (2) mengerti atau memahami, (3) membantu dan membimbing, (4) memupuk evaluasi diri bagi perbaikan dan pengem-bangan, (5) memupuk kepercayaan diri, dan (6) memupuk, mendorong bagi pengembangan inisiatif, kreativitas, dan pertumbuhan diri secara profesional.
Supervisor diharapkan memiliki perilaku pembinaan profesionalnya pada tingkat tertinggi. Secara rinci ciri supervisor yang baik adalah (1) Baik hati, (2)Murah hati, (3) Mendengarkan Anda, (4) Menyemangati Anda, (5) Mempercayai Anda, (6) Menjaga kepercayaan diri, (7) Memberi kesempatan untuk memahami, (8) Membantu Anda, (9) Mendengar dan memperhatikan pendapat Anda., (10) Menyampaikan hasil kerja Anda, (11) Tidak gampang menyerah, (12) Membuat Anda merasa pintar, (13) Mengganggap mitra, (14) Menyatakan kebenaran, (15) Memaafkan
3. Pelaksanaan Supervisi Pengajaran
Dalam melaksanakan proses supervisi pengajaran, terdapat empat tahap kegiatan yang memerlukan kriteria serta teknik tertentu, agar dapat berjalan lancar, yaitu: (1) Tahap Perencanaan, (2) Tahap Pelaksanaan, (3) Tahap Pelaporan dan (4)Tahap Tindak Lanjut.
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan supervisor harus menyiapkan dan menentukan metode serta pendekatan yang akan digunakan dalam kegiatan supervisi.
Beberapa kriteria dan teknik perencanaan supervisi antara lain: (1) mengadakan pertemuan dengan guru dalam suasana yang menyenangkan, tidak “mengancam” dan menakuti; (2) menentukan bersama segi apa yang harus diamati selama pelajaran berlangsung dan bagaimana mencatat hasil observasi; (3) jika ada, supervisor menanyakan pengalaman penampilan masa lalu untuk melihat segi-segi atau sub-keterampilan yang akan diperbaiki atau disempurnakan; dan (4) berdasarkan pertemuan awal dengan guru tersebut, maka supervisor menyiapkan dan menyusun format program supervisi yang digunakan untuk mengarahkan kegiatan supervisi yang akan dilaksanakan.
Program supervisi yang baik disusun secara realistis yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan setempat di sekolah itu atau di wilayah itu. Untuk menyusun program seperti itu, perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi Masalah Proses Pembelajaran
Mengidentifikasi masalah-masalah proses pembelajaran yang dihadapi guru sehari-hari yang ada di sekolah dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya melakukan observasi kelas, menyelenggarakan rapat sekolah, wawancara informal atau pertemuan pribadi dengan guru, menghadiri pertemuan MGBS, SPKG/PKG, analisis laporan daya serap, dan cara lain yang dapat dilakukan sesuai dengan kreativitas para pembina sendiri.
b. Menganalisis Masalah
Masalah-masalah profesional yang berhasil diidentifikasi, selanjutnya perlu dikaji lebih lanjut dengan maksud untuk memahami esensi masalah yang sesungguhnya dan faktor-faktor penyebabnya, selanjutnya masalah-masalah tersebut diklasifikasi dengan maksud untuk menemukan masalah yang mana yang dihadapi oleh kebanyakan guru di sekolah atau di wilayah itu.
c. Merumuskan cara-cara pemecahan masalah
Dalam proses pengkajian terhadap berbagai cara pemecahan yang mungkin dilakukan, setiap alternatif pemecahan dipelajari kemungkinan keterlaksanaannnya dengan cara mempertimbangkan faktor-faktor peluang yang dimiliki, seperti fasilitas dan kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Alternatif pemecahan masalah yang terbaik adalah alternatif yang paling mungkin dilakukan, dalam arti lebih banyak faktor-faktor pendukungnya dibandingkan dengan kendala yang dihadapi. Di samping itu, alternatif pemecahan yang terbaik memiliki nilai tambah yang paling besar bagi peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
d. Implementasi Pemecahan masalah
Saat yang paling kritis dalam setiap upaya perbaikan pengajaran adalah apakah guru-guru mempraktikkan gagasan yang telah dipahaminya di kelas. Hasil pemecahan masalah bukan sekedar untuk dipahami, akan tetapi yang lebih penting adalah pelaksanaannya di kelas. Hal ini sangat penting, karena upaya perbaikan atau pembaharuan pengajaran apapun tidak akan mempunyai dampak terhadap peningkatan proses dan hasil belajar mengajar apabila tidak dipraktikkan di kelas.
e. Evaluasi dan Tindak lanjut
Evaluasi dalam supervisi adalah proses pengumpulan informasi yang diperlukan untuk selanjutnya digunakan bagi upaya perbaikan pengajaran lebih lanjut. Bahan-bahan yang diperoleh tersebut selanjutnya dimanfaatkan untuk menyusun kegiatan tindak lanjut yang sekaligus menjadi masukan penyusunan program pembinaan selanjutnya
B. Usulan dan inovasi yang diharapkan
Adapun usulan dari peneliti terhadap kenyataan yang ada pada sekolah dasar negeri cimanuk 2 mekalui penelitian tindakan sekolah ini yaitu :
1. Perlu adanya pembinaan guru dalam pengadminitrasian kelas
2. Perlu adanya kualifikasi guru yang berprofesional bukan hanya sekedar sertifikat guru profesional saja.






















Bab III
Metode Penelitian

A. Pentahapan Penelitian Tindakan
Berangkat dari keinginan peneliti sebagai kepala sekolah, kearah yang lebih baik dalam mengupayakan mutu kinerja guru dalam pengadminitrasian kelas melalui supervisi kelas, maka di lakukan penelitian tindakan sekolah ini. Yaitu dengan cara :
Pengumpulan data yaitu data yang sesuai dengan keadaan di lapangan, khususnya cara kinerja guru dalam pengadministrasian kelas melalui supervisi kelas, yang peneliti tuangkan dalam bentuk tulisan-tulisan yang peneliti rangkai menjadi sebuah karya tulis sebagai acuan demi melakukan perubahan.
B. Lokasi dan waktu penelitian
Lokasi penelitian ini berlokasi di sekolah dasar negeri cimanuk 2 yang mana penelitian ini pada waktu proses belajar mengajar guru, dan waktu – waktu luang seperti istirahat. Dan penelitian ini memakan waktu kurang lebih satu bulan.
C. Subjek penelitian
Ada pun yang menjadi subjek penelitian ini adalah guru sebagai administator kelas dan tindakan kelas, serta melibatkan supervisior sebagai peneliti.








D. Tindakan
Ada pun tindakan peneliti sebagai supervisior dalam penelitian ini yaitu melakukan beberapa tindakan yang menuju kepada sekolah yang diinginkan yaitu
Situasi sekolah Situasi yang diharapkan
1. Kinerja guru dalam pembuatan RPP dan administrasi lainya tidak tepat waktu
2. Kurangnya kemampuan guru dalam pengadministrasian kelas sehingga menghambat pada kinerjanya 1. Kinerja guru dalam pengadministrasian tepat waktu
2. Kemampuan guru yang mampu mengadministrasikan segala bentuk tugas sekolah terutama pengadminitrasian kearah yang baik

E. Teknik pengumpulan data
Adapun tekhnik pengumpulan data yang peneliti gunakan yaitu penelitian langsung melalui fakta yang nyata dan deskriftif dari sumber-sumber yang ada.











F. Teknik análisis data
Dalam teknik análisis data peneliti menggunakan peneliti deskriftif teoritis yang bersifat nyata yaitu

Situasi sekolah Situasi yang diharapkan
1. Kinerja guru dalam pembuatan RPP dan administrasi lainya tidak tepat waktu
2. Kurangnya kemampuan guru dalam pengadministrasian kelas sehingga menghambat pada kinerjanya 1. Kinerja guru dalam pengadministrasian tepat waktu
2. Kemampuan guru yang mampu mengadministrasikan segala bentuk tugas sekolah terutama pengadminitrasian kearah yang baik

PTS kepala sekolah SD Negeri Cimanuk 2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penulisan bentuk butir soal merupakan suatu kegiatan yang sangat penting dalam menyiaplakan bahan ulangan harian, ujian semesteran, ujian sekolah dan lainnya terutama dalam pembuatan soal-soal di RPP . Setiap butir soal yang ditulis harus berdasarkan rumusan indikator soal yang sudah disusun di dalam kisi-kisi dan berdasarkan kaidah penulisan tes bentuk objektif dan kaidah penulisan soal uraian.
Soal merupakan suatu alat pengumpul informasi jika dibandingkan dengan alat yang lain karena soal bersifat resmi karena penuh dengan batasan-batasan (Sukarsimi, rikunto. 2006:33). Ditinjau dari segi kegunaan soal untuk mengukur kemampuan siswa, secara garis besarnya dapat dibedakan menjadi 3 macam tes yaitu : tes formatif, tes diagnostik, tes sumatif.
Penggunaan bentuk soal tertulis, sangat tergantung pada perilaku / kompetensi yang akan diukur. Ada kompetensi yang lebih tepat diukur / ditanyakan dengan mempergunakan tes tertulis dalam bentuk tes objektif. Ada pula kompetensi yang lebih tepat diukur dengan mempergunakan tes perbuatan / praktik.
Dengan demikian tidak semua perilaku harus dinyatakan dengan bentuk tes uraian atau objektif mengingat setiap bentuk tes, masing-masing memiliki keunggulan dan juga memiliki kelemahan.
Keunggulannya , untuk soal bentuk pilihan ganda diantaranya dapat mengukur kemampuan / perilaku secara objektif, sedangkan untuk tes uraian diantaranya adalah dapat mengukur kemampuan mengorganisasikan gagasan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata atau kalimat sendiri. Kelemahan bentuk tes objektif diantaranya adalah sulit menyusun pengecohnya, sedangkan untuk soal uraian diantaranya adalah sulit menyusun pedoman perskornya.
Penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat, untuk memperoleh berbagai informasi ketercapaian kompetensi peserta didik (Mimin, 2006:16). Penilaian pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perkembangan proses dan hasil belajar para peserta didik dan hasil mengajar guru. Informasi mengenai hasil penilaian proses dan hasil belajar serta hasil mengajar yaitu berupa penguasaan indikator- indokator dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Informasi hasil penilaian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi peserta didik dalam pencapaian kompetensi dasar, melaksanakan program remidial serta mengevaluasi kompetensi guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
Menyusun butir-butir soal mencerminkan bahan pembelajaran yang terdiri dari beberapa standar kompetensi, kompetensi dasar dan beberpa indikator dalam setiap kompetensi dasar. Menyusun butir soal disesuaikan dengan tuntutan indikator yang ada karena tiap indikator minimal harus ada satu soal untuk mengetahui ketuntasan pembelajaran.
Apabila bentuk soal yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya guru akan mengetahui kelemahan siswa. Untuk dapat menyusun soal yang memenuhi persyaratan cukup sulit karena menyusun soal memerlukan pengetahuan, ketrampilan serta ketelitian yang cukup tinggi.
Rakajoni dalam bukunya Etty mengatakan secara makro tugas guru berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa (Etty, 1998:26). Pada dasarnya tugas guru mendidik mengajar, melatih serta mengevaluasi siswa, agar peserta didik dapat menjadi manusia yang dapat melaksanakan kehidupan selaras dengan kodratnya sebagai manusia. Berkaitan dengan tugas guru didalam mengevaluasi siswa maka guru hendaknya memiliki ketrampilan membuat tes. Kegunaan tes adalah untuk mengukur kemampuan siswa setelah mendapat proses pembelajaran. Dengan demikian guru memiliki kewajiban untuk membuat tes. Hanya guru bersangkutan yang tahu tentang kemajuan akademik siswa melalui hasil tes. Menyusun tes untuk mengetahui tingkat kemampuan akademik pada semester ganjil guna mempersiapkan pembelajaran di semester berikutnya.
Kenyataan yang terjadi di sekolah bahwa guru jarang menyusun soal biasanya mempergunakan soal yang sudah ada, tinggal menyesuaikan dengan pokok bahasan yang diajar. Keadaan seperti ini juga terjadi di SD Negeri Cimanuk 2, sehingga sering terjadi tidak tepat antara bahan ajar dengan tes pada semester bersangkutan. Disisi lain guru sebagian besar belum biasa menyusun tes, sehingga sering mencari dari beberapa kumpulan soal yang sudah ada ( bank soal).
Melihat kondisi seperti ini guru belum memiliki kompetensi untuk menyusun soal dan belum mencoba menyusun soal hasil karya sendiri. Sehubungan dengan hal tersebut maka penelitian ini perlu dilaksanakan.
Dari uraian diatas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian terhadap permasalahan dalam penyusunan butir-butir soal yang di beri judul upaya meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan butir-butir soal” semoga dengan penelitian ini mampu meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan butir-butir soal yang lebih baik lagi.

B. Identifikasi Masalah
Dari pengamatan penulis di lapangan setelah melakukan observasi dalam penulisan butir-butir soal , kenyataannya ,sebagian guru kelas yang dijadikan sempel, masih terdapat kesalahan dalam penysunan butir-butir soal. Dengan demikian maka kompotensi guru perlu ditingkatkan utamanya dalam penysunan berbagai soal khususnya yang dibuat pada RPP.
Adapun permasalahan yang terdapat dalam penyusunan butir-butir soal adalah sebagai berikut :
1. Soal yang dibuat tidak relevan dengan bahasan dan sub pokok bahasan
2. Redaksi bahasanya berbelit-belit sehingga sukar di pahami oleh siswa
3. Terdapatnya bahasa yang rancu
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka akan muncul masalah - masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana upaya meningkatkan kompetensi guru dalam menyusun butir-butir soal yang sesuai dengan kaidah-kaidah pembuatan soal?
2. Apakah melalui pembuatan butir-butir soal yang valid dapat meningkaatkan salah satu sebagian kompetensi guru dalam menyusun butir-butir soal

E. Tujuan dan Manfaat
Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah: agar kompetensi dalam pembuatan butir-butir soal dapat menguasainya berdasarkan kaidah-kaidah pembuatan butir-butir soal . agar guru mampu dalam pembuatan butir-butir soal yang berbobot, agar guru mampu mebuat redaksi butir-butir soal yang lugas dan tepat

F. Manfaat penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
a.) Memberikan informasi, dan sekaligus peringatan dini khususnya kepada
guru tentang tingkat kemampuan penyusunan butir-butir soal berdasarkan
kaidah yang berlaku
b.) Mediagnosis kelemahan guru dalam menyusun butir-butir soal
c.) Umpan balik bagi kepala sekolah dalam memperbaiki pembuatan butir-
butir soal yang sesuai dengan kaidah.
d.) Bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pendidikan khususnya
dalam bidang kompetensi guru yang menyangkut penyusunan butir-butir
soal yang valid, dan reliabel.











BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kompetensi Guru
Dalam dunia pendidikan, guru adalah merupakan faktor vital dalam pelaksanaan pendidikan, karena ia akan dapat memberikan makna terhadap masa depan anak didik. Untuk mewujudkan semua itu, guru diberikan tugas dan tanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan. Undang-Undang Repuplik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 pada pasal 35 menyebutkan, Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil belajar, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan (Anonim,2005:21)
Standar kompetensi guru Dalam undang – undang pendidikan republik indonesia tentang guru dan dosen sebagaimana yang terkutip dalam pasal 8 dan pasal 10 diantaranya tentang kompetensi guru yaitu
Pada pasal 8 diterangkan” guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani serta memilliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sesuai pasal 8 diatas maka dapat dirumuskan bahwa kompetensi guru
meliputi tiga komponen yaitu: 1) Pengelolaan pembelajaran, 2) Pengembangan potensi dan 3) Penguasaan akademik (Anonim 2003:11). Masing-masing komponen kompetensi mencakup seperangkat kemampuan. Guru sebagai pribadi yang utuh harus memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian tersebut senantiasa melekat pada setiap komponen kompetensi yang menunjang profesi guru.
a. Indikator Kompetensi
Untuk memperoleh gambaran yang terukur pada pemberian nilai untuk setiap kompetensi, maka perlu diterapkan kinerja setiap kompetensi. Kinerja kompetensi terlihat dalam bentuk indikator. (Anonim, 2003:12).
Tabel Komponen Pengelolaan Pembelajaran khusus pada kompetensi penilaian peserta didik.
KOMPETENSI INDIKATOR
Penilaian prestasi 1. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat kesukaran
Belajar peserta 2. Mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembeda
Didik 3. Mampu memperbaiki soal yang tidak valid
4. Mampu memeriksa jawaban
5. Mampu mengklasifikasikan hasil-hasil penilaian
6. Mampu mengolah dan menganalisis hasil penilaian
7. Mampu menyusun laporan hasil penilaian
8. Mampu membuat interprestasi kecendrungan hasil penilaian
9. Mampu menentukan korelasi antar soal berdasarkan hasil penilaian
10. Mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian
11. Mampu menyimpulakan dari hasil penilaian secara jelas dan logis


b. Profesionalisme dan Komitmen Guru
1). Profesionalisme
Guru adalah tenaga fungsional yang bertugas khusus untuk mengajar, mendidik, melatih dan menilai hasil pembelajaran peserta didik serta efektifitas mengajar guru. Tugas guru adalah profesional, maka dari itu diharapkan dapat melaksanakan tugas dengan baik. Karena profesi menurut Sikun Pribadi dalam bukunya Etty menyatakan bahwa “ Profesi itu pada hakekatnya status pernyataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya pada status jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa”. (Etty, 2003: 2) Profesi merupakan pernyataan atau janji terbuka oleh seorang profesional. Dengan demikian pernyataan profesional mengandung makna yang terbuka, sungguh-sungguh yang keluar dari lubuk hatinya dan mengandung norma-norma atau nilai-nilai yang etis, sehingga pernyataan yang dibuatnya baik bagi orang lain juga baik bagi dirinya.
Profesional guru sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya adalah :
1. Mampu menyusun Rancana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
2. Mampu mengkontruksi tes hasil belajar yang berkualitas.
3. Terampil menyajikan bahan ajar di kelas dan di luar kelas, profesional dalam mengevaluasi hasil belajar.
2). Komitmen Guru :
Guru harus berkomitmen pada TUPOKSI
3). Guru profesional semestinya bersungguh-sunguh dalam melaksanakan tugasnya dan guru dalam bertugas hendaknya disiplin, objektif, jujur, bertanggung jawab, kreatif, inovatif serta berkinerja.
Profesionalisme dan komitmen guru menurut Flanangan dalam hand out oleh Maba menyebutkan ada 4 dimensi antara lain : Demensi 1, demensi 2, demensi 3, dan demensi 4 (Maba : 2007 : 2) antara lain:


60
P : + P : +
50 K : - K : +

40

30

20 P : - P : -
K : - K ; +
10


0 10 20 30 40 50 60

Diadopsi dari Teori Flanangan
• Dimensi 1 Profesional tinggi dan Komitmen rendah (P : + dan K : -) adalah guru mampu mempersiapkan bahan ajar (RPP), pintar menyajikan bahan ajar sehingga siswa mengerti, tetapi kurang disiplin ( suka terlambat, malas, subjektif, sore memberi les, malam hari tidak jelas pekerjaannya.)
• Dimensi 2 Profesional tinggi dan Komitmen tinggi (P : + dan K : + ) adalah guru mempu menyusun RPP dan terampil menyajikan bahan ajar. Guru ideal (pintar ngajar, sistematis, rajin, disiplin, objektif, guru selalu ada dihati siswa. Bila tidak mengajar, doa siswa baik (semoga selamat, semoga dilindungi Tuhan, di murahkan rejekinya oleh Tuhan dll).
• Dimensi 3 Profesional rendah dan Komitmen rendah ( P : - dan K : -) adalah guru kurang mampu menyusun RPP dan kurang terampil menyajikan bahan ajar, sehingga siswa menjadi bingung, guru malas, subjektif, kurang tepat menjadi guru, lebih cocok alih profesi, Guru hanya diminta siswa, bila tidak masuk doa siswa selalu jelek-jelek.
• Dimensi 4 Profesional rendah dan Komitmen tinggi (P : - dan K : + ) adalah guru kurang mampu menyusun RPP dan kurang terampil menyajikan bahan ajar, tapi guru rajin, disiplin, dan objektif serta selalu mengutamakan kepentingan siswa (kombinasi matreo sentrismen dengan paedo sentrisme)






B. Penyusunan Butir Soal
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal , maka harus dlakukan langkah-langkah sebagai berikut yaitu:
1. Menentukan tujuan tes
2. Menentukan kompetesi yang akan diujikan
3. Menentukan materi yang diujikan
4. Menetapan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi
dan bentuk penilaiannya (tes tertulis bentuk pilihan ganda, uraian dan
tes praktek)
5. Menyusun kisi-kisi
6. Menulis soal
7. Memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif
8. Merakit soal menjadi perangkat tes
9. Menyusun pedoman penskoran
10. Uji coba butir soal
11. Analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba
12. Perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.
a) Menentukan tujuan tes
Hal pertama yang harus dilakukan oleh guru ketika akan menyusun instrumen penilaian adalah menentukan tujuan penilaian. Adapun tujuan penilaian dapat ditinjau dari sisi fungsi tes yang dapat digolongkan ke dalam enam golongan :
1. Tes seleksi
Dilihat dari istilahnya, maka tes ini biasa digunakan melakukan penyaringan atas sejumlah peserta tes yang hanya akan diambil sebagian orang saja. Materi pada tes seleksi ini merupakan prasyarat untuk mengikuti suatu program, baik itu program pendidikan ataupun seleksi untuk mendapatkan pekerjaan.
Sesuai dengan sifatnya, maka tes ini terdiri atas soal-soal yang cukup sulit sehingga hanya peserta tes yang memiliki kemampuan tinggilah yang dapat menjawab dengan benar.
2. Tes awal / pre-tes
Tes awal adalah tes yang dilaksanakan sebelum materi pelajaran disampaikan kepada siswa. Tes ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana materi pelajaran yang akan diajarkan telah dikuasai oleh siswa. Tes ini juga sering dikatakan digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa.
Dilihat dari fungsinya, maka tes awal ini berupa soal-soal yang diambil dari materi pelajaran yang akan disampaikan.
3. Tes akhir / post-tes
Tes akhir adalah tes yang dilaksanakan setelah materi pelajaran disampaikan kepada siswa. Tes dibuat dengan tujuan untuk mengetahui ketercapaian atau penguasaan materi yang telah diajarkan oleh guru. Tes akhir ini biasanya sama dengan tes awal atau paralel dengan tes awal.
4. Tes diagnostik
Tes ini digunakan untuk mengidentifikasi letak kesulitan yang dialami siswa dalam mempelajari materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan mengetahui letak kesulitan maka guru akan dapat memberikan terapi untuk melakukan perbaikan. Oleh karena fungssinya sebagai diagnostik, maka materi yang diujikan adalah materi yang esensial dan umumnya berdasarkan pengalaman guru sulit dipahami oleh siswa.
5. Tes formatif
Tes formatif biasa dilakukan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran, yaitu pada akhir setiap indikator kompetensi ataupun sebuah kompetensi dasar. Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran yang telah disampaikan oleh guru dapat terserap oleh siswa. Tes formatif ini juga biasa disebut sebagai ulangan harian. Oleh karena fungsinya untuk mengetahui keterserapan seluruh materi oleh siswa, maka materi tes juga meliputi seluruh bahan pelajaran yang sudah disampaikan melalui proses belajar mengajar pada akhir proses belajar mengajar baik yang mudah sampai dengan yang sukar.
6. Tes sumatif
Tes sumatif adalah tes yang diberikan kepada siswa setelah proses belajar mengajar diakhir sebuah satuan program pelajaran. Tes ini biasa dilakukan di akhir semester ataupun pada akhir tahun. Untuk kelas terakhir, maka biasa juga disebut sebagai ujian akhir. Materi pada tes ini meliputi seluruh materi yang telah disampaikan guru selama satu semester ataupun selama siswa menempuh pendidikan di sekolah tersebut untuk ujian akhir.
b) Menentukan Kompetesi Dan Materi Yang Akan Diujikan
Penilaian kompetensi melalui tes berhubungan erat dengan penguasaan materi pembelajaran. Peserta didik yang kompeten dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya melalui pengukuran terhadap penguasaan materi pembelajaran.
Langkah awal yang harus dilakukan dalam menyiapkan bahan ulangan/ujian adalah menentukan kompetensi dan materi yang akan diujikan. Setelah menentukan kompetensi yang akan diukur, maka langkah berikutnya adalah menentukan materi yang akan ditanyakan. Penentuan materi yang akan diujikan sangat penting karena di dalam satu tes tidak mungkin semua materi yang telah diajarkan dapat diujikan dalam waktu kurun yang terbatas, misalnya satu atau dua jam. Oleh karena itu, setiap guru harus menentukan materi mana yang sangat penting dan penunjang, sehingga dalam waktu yang sangat terbatas, materi yang diujikan hanya menanyakan materi-materi yang sangat penting saja. Materi yang telah ditentukan harus dapat diukur sesuai dengan bentuk tes yang akan digunakan yaitu tes (tertulis atau perbuatan) atau non-tes.
Penentuan materi penting dilakukan dengan memperhatikan kriteria:
1. Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik,
2. Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu materi atau lebih yang sudah dipelajari sebelumnya,
3. Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami, mata pelajaran lain,
4 Keterpakaian, yaitu materi yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari¬-hari.
Setelah kegiatan penentuan materi yang akan ditanyakan selesai dikerjakan, maka kegiatan berikutnya adalah menentukan secara tepat perilaku yang akan diukur. Perilaku yang akan diukur, pada kurikulum berbasis kompetensi tergantung pada tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya. Setiap kompetensi di dalam kurikulum memiliki tingkat keluasan dan kedalaman kemampuan yang berbeda. Semakin tinggi kemampuan/perilaku yang diukur sesuai dengan target kompetensi, maka semakin sulit soal dan semakin sulit pula menyusunnya. Dalam standar isi, perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada “perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi”. Bila ingin mengukur perilaku yang lebih tinggi, guru dapat mendaftar terlebih dahulu semua perilaku yang dapat diukur, mulai dari perilaku yang sangat sederhana/mudah sampai dengan perilaku yang paling sulit/tinggi, berdasarkan rumusan kompetensinya (baik standar kompetensi maupun kompetensi standar). Dari susunan perilaku itu, pilihlah satu perilaku yang tepat diujikan kepada peserta didik, yaitu perilaku yang sesuai dengan kemampuan siswa di kelas.
c) Menetapan Penyebaran Butir Soal Berdasarkan Kompetensi, Materi
dan bentuk penilaiannya (tes tertulis bentuk pilihan ganda, uraian dan
tes praktek)
Setelah menentukan tujuan penilaian dan materi penting, maka langkah berikutnya adalah menentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, maka perhatikan langkah-langkah berikut ini.
1. Menentukan tujuan penilaian. Misalnya untuk penilaian formatif seperti: ulangan harian, pemberian tugas/pr/latihan; atau penilaian sumatif seperti: ulangan akhir semester, kenaikan kelas, atau kelulusan.
2. Menentukan materi penting dari beberapa kompetensi yang akan diukur.
3. Menentukan jumlah butir soal yang akan diujikan. Penentuan ini didasarkan pada waktu yang tersedia.
4. Menentukan proporsi soal atau jumlah butir soal pada setiap kelas (bila untuk penilaian akhir semester).
5. Menentukan proporsi soal atau jumlah butir soal pada setiap kompetensi.
6. Menentukan proporsi soal atau jumlah butir soal setiap semester pada setiap kelas (bila untuk penilaian akhir semester).
7. Menentukan penyebaran butir soal yang diurutkan dari soal nomor 1 sampai dengan nomor terakhir.
8. Menentukan perilaku yang akan diukur pada setiap materi.
9. Merumuskan indikator soal secara tepat, yaitu untuk tes tertulis (bentuk uraian, jawaban singkat, pilihan ganda, atau bentuk lainnya), tes lisan, atau tes perbuatan.
10. Menuliskan butir-butir soal ke dalam format kisi-kisi tes.
d) Menyusun Kisi-Kisi
Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) merupakan deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan penekanan tes yang setepat-tepatnya, sehingga dapat menjadi petunjuk dalam menulis soal. Adapun wujudnya dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.
Setelah dihitung jumlah soal pada masing-masing kompetensi dengan rumus di atas penyusunan kisi-kisi akan lebih mudah apabila kita membuat terlebih dahulu tabel bantuan :
Materi / kompetensi Penyebaran jumlah soal tiap jenjang kognitif Jumlah soal
C1 C2 C3 C4 C5 C6



Jumlah
Penentuan jumlah soal pada masing-masing kompetensi dan masing-masing jenjang kognitif dengan memperhatikan prosentase bobot soal mudah : sedang : sukar, yang biasanya ditentukan oleh sekolah penyelenggara tes.
Selanjutnya setelah lengkap tabel bantuan di atas, mulai dapat disusun kisi-kisi soal tes dengan format sebagai berikut :
FORMAT KISI-KISI PENULISAN SOAL
Jenis sekolah : ………………….. Jumlah soal :…….……
Mata pelajaran : ……………………… bentuk soal/tes :…………
Kurikulum : …………………… penyusun : 1. ……
Alokasi waktu : ……………………… 2. ……
No. Kompetensi dasar Hasil belajar/
Indikator Kls/
Smt Materi
Pokok Indikator soal Nomor
Soal

Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan berikut ini.
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional.
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan kegiatan akhir dalam penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, para tutor/ guru harus memperhatikan isi kolom dalam kisi-kisi yaitu: materi yang akan diujikan, hasil belajar/pengalaman belajar/indikator pembelajaran, dan kompetensi dasar. Indikator yang baik adalah indikator yang dirumuskan secara singkat dan jelas. Indikator soal yang digunakan dalam penilaian sebaiknya menggunakan stimulus (dasar pertanyaan) yang dapat berupa gambar, grafik, tabel, data hasil percobaan, atau kasus yang dapat merangsang/memotivasi peserta didik berpikir sebelum menentukan pilihan jawaban. Rumusan indikator penilaian yang lengkap mencakup 4 komponen, yaitu a = audience, b = behaviour, c = condition, dan d = degree
Syarat indikator yang baik adalah:
1. Menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2. Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan,
3. Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal objektif).
4. Materi tidak perlu ditunjukkan secara eksplisit
5. Sebuah indikator soal hanya digunakan untuk sebuah soal saja pada sebuah perangkat instrumen tes.
e) Merakit soal menjadi perangkat tes

A. Pengertian

Merakit soal adalah menyusun soal yang siap pakai menjadi satu perangkat/paket tes atau beberapa paket tes paralel. Dasar acuan dalam merakit soal adalah tujuan tes dan kisi-kisinya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, guru harus memperhatikan langkah-langkah perakitan soal.

Dalam bab ini juga diuraikan jawaban soal dalam bentuk skor nilai. Pemeriksaan terhadap jawaban peserta didik dan pemberian angka merupakan langkah untuk mendapatkan informasi kuantitatif dari masing-masing peserta didik. Pada prinsipnya, penskoran soal harus diusahakan agar dapat dilakukan secara objektif. Artinya, apabila penskoran dilakukan oleh dua orang atau lebih yang sama tingkat kompetensinya, akan menghasilkan skor atau angka yang sama, atau jika orang yang sama mengulangi proses penskoran akan dihasilkan skor yang sama.

B. Langkah-langkah perakitan soal
Para pendidik dapat merakit soal menjadi suatu paket tes yang tepat, apabila para pendidik memperhatikan langkah-langkah perakitan soal. Berikut langkah-langkah perakitan soal.
1. Mengelompokkan soal-soal yang mengukur kompetensi dan materi
yang sama, kemudian soal-soal itu ditempatkan dalam urutan yang
sama.
2. Memberi nomor urut soal didasarkan nomor urut soal dalam kisi-kisi.
3. Mengecek setiap soal dalam satu paket tes apakah soal-soalnya
sudah bebas dari kaidah “setiap soal tidak boleh memberi petunjuk
jawaban terhadap soal yang lain”.
4. Membuat petunjuk umum dan khusus untuk mengerjakan soal.
5. Membuat format lembar jawaban.
6. Membuat lembar kunci jawaban dan petunjuk penilaiannya.
7. Menentukan/menghitung penyebaran kunci jawaban (untuk bentuk
pilihan ganda), dengan menggunakan rumus berikut.


jumlah soal
Penyebaran kunci jawaban =  + 3
jumlah pilihan jawaban


8. Menentukan soal inti (anchor items) sebanyak 10 % dari jumlah soal dalam satu paket. Soal inti ini diperlukan apabila soal yang dirakit terdiri dari beberapa tes paralel. Tujuannya adalah agar antar tes memiliki keterkaitan yang sama. Penempatan soal inti dalam paket tes diletakkan secara acak.


9. Menentukan besarnya bobot setiap soal (untuk soal bentuk uraian)
bobot soal adalah besarnya angka yang ditetapkan untuk suatu butir soal dalam perbandingan (ratio) dengan butir soal lainnya dalam satu perangkat tes. Penentuan besar kecilnya bobot soal didasarkan atas tingkat kedalaman dan keluasan materi yang ditanyakan atau kompleksitas jawaban yang dituntut oleh suatu soal. Untuk mempermudah perhitungan/penentuan nilai akhir, jumlah bobot keseluruhan pada satu perangkat tes uraian ditetapkan 100. Perakit soal harus dapat mengalokasikan besarnya bobot untuk setiap soal dari bobot yang telah ditetapkan. Bobot suatu soal yang sudah ditetapkan pada satu perangkat tes dapat berubah bila soal tersebut dirakit ke dalam perangkat tes yang lain.
10. Menyusun tabel konversi skor
Tabel konversi sangat membantu para pendidik pada saat menilai lembar jawaban peserta didik. Terutama bila dalam satu tes terdiri dari dua bentuk soal, misal bentuk pilihan ganda dan uraian atau tes tertulis dan tes praktik. Skor dari soal bentuk pilihan ganda tidak dapat langsung digabung dengan skor uraian. Hal ini karena tingkat keluasan dan kedalaman materi yang ditanyakan atau penekannya dalam kedua bentuk itu tidak sama. Nilai keduanya dapat digabung setelah keduanya ditentukan bobotnya. Misalnya, untuk soal bentuk pilihan ganda (45 soal dengan skor maksimum 45) bobotnya 60 % dan bentuk uraian (5 soal dengan skor maksimum 20) bobotnya 40 %. Untuk menentukan skor jadinya adalah skor perolehan peserta didik yang bersangkutan dibagi skor maksimum kali bobot. Tabel konversi ini merupakan tabel konversi sederhana atau klasik.
f) Menyusun pedoman penskoran
A. Prosedur pemeriksaan lembar jawaban

Dalam melakukan pemeriksaan lembar jawaban peserta didik sangat ditentukan pada bentuk soalnya. Untuk pemeriksaan bentuk pilihan ganda, pelaksanaannya sangat mudah. Lembar jawaban peserta didik dicocokkan pada lembar kunci jawaban yang sudah disiapkan. Bila jawaban peserta didik sesuai dengan kunci jawaban, maka jawabannya diberi skor 1, bila tidak sesuai diberi skor 0. Setelah selesai menskor seluruh soal, maka baru dihitung berapa jumlah soal yang benar dan berapa jumlah soal yang tidak benar. Jumlah skor benar itulah yang merupakan skor perolehan (skor mentah) dari soal bentuk pilihan ganda yang diperoleh warga belajar/peserta didik yang bersangkutan.

Untuk melakukan pemeriksaan soal-soal bentuk uraian termasuk tes perbuatan, sangat diperlukan kesabaran dan ketelitian yang handal. Untuk memudahkan pelaksanaannya, ada beberapa kaidah atau prosedur pemeriksaannya.



1. Gunakanlah pedoman penskoran yang telah disiapkan sebagai acuan dalam memeriksa jawaban peserta didik.
2. Bacalah jawaban peserta didik kemudian bandingkan dengan jawaban ideal seperti yang ada pada pedoman penskoran.
3. Berikan skor sesuai dengan tingkat kelengkapan dan kesempurnaan jawaban peserta didik.
4. Periksalah seluruh lembar jawaban peserta didik pada nomor yang sama, baru dilanjutkan ke pemeriksaan nomor berikutnya. Hal ini perlu dilakukan guna menjaga konsistensi dan objektivitas pemberian skor.
5. Hindari faktor-faktor yang tidak sesuai/relevan dalam pemberian skor seperti bagus tidaknya tulisan dan bersih tidak kertas jawaban, kecuali kalau memang kedua aspek itu yang akan diukur, seperti mata pelajaran bahasa.
Setelah selesai memeriksa lembar jawaban peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan skor pada lembar jawaban itu. Pemberian skor untuk bentuk soal pilihan ganda sangat mudah dan telah dijelaskan diatas, sedangkan pemberian skor untuk bentuk soal uraian sangat ditentukan oleh bobot masing-masing soalnya. Bila setiap butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik pada setiap nomor butir soal. Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan menggunakan rumus seperti berikut ini.

skor perolehan peserta didik
Nilai setiap soal =  x bobot
skor maksimum butir soal ybs



Contoh

Soal uraian Bobot soal Skor maksimum Skor perolehan
Raufan Perhitungannya
1
2
3
4
5 20
10
30
10
30 8
5
10
5
10 7
4
9
5
7 (7:8) x 20 = 17,50
(4:5) x 10 = 8,00
(9:10) x 30 = 27,00
(5:5) x 10 = 10,00
(7:10) x 30 = 21,00

Nilai soal uraian raufan adalah = 83,50

Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penskoran, maka setiap butir soal uraian dibuatkan perhitungan skornya yang dihitung dari skor maksimumnya.

Contohnya seperti berikut ini.

A. Skor soal nomor 1 ( contoh: 1:8 x 20 = 2,5; 2:8x20=5; dst. Penjelasan : 8=skor maksimum soal nomor 1;20=bobot soal nomor 1)

Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai
1
2 2,5
5 4
5 10
12,5 7
8 17,5
20
3 7,5 6 15

B. Skor soal nomor 2 ( skor maksimum 5; bobot soal 10 )

Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai
1
2
3 2
4
6 4
5 8
10



C. Skor soal no 3 (skor maximum 10, bobot soal 30)

Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai
1
2
3
4 3
6
9
12 6
7
8
9 18
21
24
27 10 30



D. Skor soal no. 4 (skor maksimum 5, bobot soal 10)

Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai
1
2
3 2
4
6 4
5 8
10


E. Skor soal no. 5 ( skor maksimum 10, bobot soal 30 )

Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai Skor perolehan Nilai
1
2
3
4 3
6
9
12 6
7
8
9 18
21
24
27 10 30



Berdasarkan perhitungan skor yang telah dibuat, penilaian ke lima butir soal di atas dapat doskor secara mudah pada setiap peserta didik. Contoh seperti berikut ini

No Nama peserta didik Nomor soal Nilai
(jumlah n)
1 2 3 4 5
Sp N Sp N Sp N Sp N Sp N
1
2
3
4
5 Raufan
Dst 7 7,5 4 8 9 27 5 10 7 21 83,50

Keterangan : sp = skor perolehan. N = nilai


B. Perhitungan nilai akhir

Setiap jenis tes (tertulis, perbuatan, sikap) dalam perhitungan nilai akhir hendaknya berdiri sendiri, jangan digabung karena setiap jenis tes memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Berikut ini diberikan contoh perhitungan nilai akhir untuk tes tertulis.

Contoh perhitungan nilai akhir

1. Tes tertulis

Bentuk
Soal Jumlah
Soal Bobot Nomor soal Skor maksimum Skor
Fauria Perhitungan
Pg
Isian
35
10 70 % 1-35
1-10
Jumlah= 35
10
45 30
8
38 38:45x10=8,44
Uraian 5 30 % 1
2
3
4
5
Jumlah= 3
4
9
6
6
28 3
2
8
4
5
22 22:28x10=7,86
Nilai fauria untuk pg, isian dan uraian = ( 70 % x 8,44 ) + ( 30 % x 7,86)
= 5,91 + 2,36 = 8,27

2. Nilai tes praktik

Misal pada tes praktik dengan skor maksimum 23, fauria dapat menjawab 20 perintah dengan benar. Skor yang diperoleh fauria adalah 20 . Nilai tes praktiknya = 20 : 23 x 10= 8,70
C. Usulan usulan
Menyikapi permasalahan yang ada, maka kami beserta desan guru mengusulkan kepada dinas pendidikan
1. untuk mengadakan pelatihan/diklat tingkat gugus atau kecamatan
2. untuk pemberdayaan guru guru dalam penyusunan butir-butir soal, mengingat bahwa sebagian guru sudah mendapat sertifikat guru profesionalisme di lapangan terjadi kurang diperdayakannya sebagian guru masih terdapat kekurang sempurnaan untuk menyusun butir-butir soal, secara faktawi bahwa guru tidak terlibat langsung dalam pembuatan butir-butir soal dikarnakan terbentuk adanya timwork pembuatan butir-butir soal baik tingkat kecamatan maupun tingkat kabupaten, oleh karena itu kepada dinas pendidikan memohon agar diadakan pelatihan atau diklat dalam penyusunan butir-butir soal .



BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pentahapan Penelitian Tindakan
Adapun tahapan penelitian tindakan ini adalah sebagai beriut:
Sosialisasi pada tahap penelitian ini, yaitu: membangun komitmen di sekolah sasaran, dan pembagian kerja / team work, tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan program dimana pada tahap ini kami melaksanakan tahapan dimana tahapan tersebut adalah: penelitian PTS putaran 1 sampai dengan 3 serta refleksi putaran 1 sampai 3, dengan penelitian PTS Putaran 1 sampai 3 serta refleksinya. Maka tahap selanjutnya yaitu pelaksanaan EDS, dimana pada tahap ini kami membentuk tim EDS dan pembagian kerja serta Mengisi/pemberian bantuan teknnis pengisian instrumen EDS, tahap yang terakhir yaitu penyusunan laporan PTS dan Penyusunan laporan EDS
B. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian tindakan sekolah ini berlokasi di SD Cimanuk 2 dan Waktu yang digunakan dalam penelitian ini ádalah sesuai dengan waktu on job learning sebagai mana terlampir.
C. Subjek penelitian
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini ádalah guru kelas yang berjumlah 6 orang dalam penyusunan butir-butir soal.

D. Tindakan
Dalam tindakan ini ada 3 jenis kegiatan yang akan dilaksanakan antara lain :
1. Pada saat Istirahat suervisor melakukan kegiatan penjelasan
mengenai pembuatan butir-butir soal khusunya pada soal yang
terdapat pada RPP
2. Bentuk kegiatan yaitu dilaksanakan melalui sekolah dasar
negeri cimanuk 2
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu; teknik wawancara dan teknik tertulis langsung antara supervisor dan sebagian guru terhadap penyusunan butir-butir soal. Dan hasilnya, sebagian guru terebut masih kurang menguasai tentang penyusunan butir-butir soal.
F. Teknik Analisis Data
Dalam teknik analisis data peneliti menggunakan rumus analisis deskriptif rata-rata hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana setiap guru dapat menyusun butir-butir soal sesuai kaidah-kaidah penyusunan butir-butir soal keterangan diantaranya yaitu guru kelas 1 dapat menyusun soal sebanyak 35 guru kelas 2 menyusun soal sebanyak 25, guru kelas 3 sebanyak 25, guru kelas 4 sebanyak 40soal, guru kelas 5 dan 6 sebanyak 45 soal maka dapat dirumuskan sebagai berikut:



=35,83333
Dibulatkan menjadi 36
Jadi setiap soal yang disusun oleh seorang guru dapat menghasilkan rata-rata 36 soal dari 50 soal yang dibuat setiap mata pelajara, yang telah mencukupi kaidah-kaidah penyusunan butir-butir soal. Maka dalam hal ini dinyatakan berhasil.










BAB IV
SIKLUS TINDAKAN

a) Pelaksanaan Tindakan
SIKLUS I
Dalam Siklus I terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi yang akan diuraikan sebagai berikut :
a. Perencanaan Menempuh beberapa langkah-langkah yaitu :
1. Semua guru kelas dikumpulkan di dalam satu ruangan
2. Guru membawa bahan penyusunan soal seperti, Silabus, RPP, dan
tabel kisi-kisi
3. Guru menyimak informasi tentang teknik penyusunan soal
4. Guru mulai menyusun soal objektif (pilihan ganda) untuk setiap
butir soal dengan 3 pilihan
5. Dari 50 soal tes yang dibuat, kemudian cek dan dipilih menjadi
35 soal yang dianggap relevan melalui uji jugles terhadap butir
instrument.
6. Setelah tes tersusun dilakukan kalibrasi/ validasi teoritik 3-5
pakar / guru senior dengan parameter penilaian :
• Kesesuaian butir soal dengan tujuan pembelajaran
• Penggunaan bahasa yang baik dan benar (sesuai EYD)

b. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilakukan berdasarkan rencana tindakan dan perencanaan selanjutnya ditentukan sebagai berikut :
Tempat Penelitian : SD Negeri Cimanuk 2
Waktu : 08.00-11.30 wib
Lama kegiatan : 1 oktober 2010
c. Observasi
Dilakukan sesuai dengan tahapan-tahapan pelaksanaan seperti dari membawa bahan, mengkaji soal dan penentuan soal
Selanjutnya disiapkan pedoman observasi :

Tabel Pedoman Observasi Siklus I (Diisi dengan memberikan tanda )
No Nama Aspek Kegiatan Hasil
Guru Bahanbahan Keaktifan Presentasi Internal Presentasi eksternal Panel Pakar
1 Sartifah, A.Ma
2 Kuraesin,S.S
3 Nurhasanah, S.Pd.I
4 Iyon, S.S
5 Sahim, S.Pd
6 Eka Widiyanati, S.Pd


d. Refleksi
Dalam Refleksi akan menempuh beberapa kegiatan sebagai berikut :
1. Apabila guru dapat menghasilkan 35 butir tes pada final (berdasarkan poin 6 penelitian butir tes) dikatagorikan berhasil, bila kurang dari 35 soal dikatagorikan gagal sehingga wajib mengikuti siklus selanjutnya

















BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Dalam peningkatan kompetensi guru dalam menyusun butir – butir soal yang sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan soal, ini sudah terlihat dengan adanya penelitian tindakan sekolah, hal ini bisa dilihat dari analisis data yang peneliti tulis, bahwa setiap guru mampu membuat dan menyusun butir-butir soal sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan soal dengan benar, hal ini menunjukan bahwa, ada kemajuan yang sidnifikan dalam penyusunan dan pembuatan butir-butir soal yang sahih dan valid.
Penelitian tindakan sekolah ini membawa perubahan sekolah yang sangat maju, diantaranya meningkatkan kompetensi guru kearah yang lebih baik dalam pembuatan
B. SARAN
Agar guru-guru cerdas dalam pembuatan butir-butir soal kepala sekolah selaku supervisor harus meluangkan waktu dalam satu bulan satu kali tentang pembuatan sekaligus perbaikan soal-soal yang bermutu. Atau dikomunikasikan dengan pengawas Tk/SD dan guru-guru yang mempunyai kempetensi tinggi dalam bidanya.

DAFTAR PUSTAKA
 Anonim, Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Nasional,
Depdikbud, Jakarta.
 Dewa Ketut Sukardi, 1993, Analisis Inventori Minat Dan Kepribadian, Jakarta, Pt Rineka Cipta
 J.Sudarminto, 2001, Citra Guru, Dalam Pendidikan Kegelisahan Sepanjang Jaman, Sindunata Kanisius, Yogyakarta
 Mohamad Ali, 1982, Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi, Angkasa, Bandung
 Moch. Uzer Usman, 2000, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung
 Moh. Uzer Usman Dan Lilis Setiawati, 2000, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,Remaja Rosdakarya, Bandung
 Nana Sudjana, 1988, Cara Belajar Siswa Aktif, Sinar Baru Algesindo, Jakarta.
 Nasution Noehi,1996, Evaluasi pengajaran, direktorat jenderal pembinaan kelembagaan agama islam,departemen agama.
 Sardiman Am, Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar, Rajawali Pers, Jakarta, 1994
 Suharsimi Arikunto, 1986, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Bina Aksara, Jakarta.
 Sumadi Suryabrata, 1983, Metodologi Penelitian, Raja Grafika Persada, Jakarta
 Syaiful Bakri Djamarah, 1994, Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru, Usaha Nasional, Jakarta.
 Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung