Powered By Blogger

Senin, 27 September 2010

makalah isra miraj kajian surat alisro dan al hud

Bab I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Sudah lazim setiap 27 bulan rajab diperingati, di dalamnya terdapat suatu peristiwa kembar (isra dan mira’j) Muhammad SAW pilar penting dalam rentetan risalah islam peristiwa pertama disebut isra perjalanan malalm hari rasulullah SAW, berawal dari masjidil haram (Makah) dan berakhir dimasjidil aqso (Baitul maqdis, palestina) kedua tempat itu telah diberkati sekelilingnya (Alladzi barakna haulahu ) sebagai tempat diutusnya banyak nabi dan rasul-rasul sejak ibrahim a.s hingga isa ibni maryam. Disekitar Baitulmaqdis telah diturunkan kitab-kitab Allah taurat, zabur, inzil, dan beberapa suhuf, kepada rasul-rasul Allah untuk dijadikan dalam pegangan agama samawi. Menjadi bimbingan dan pedoman umat manusia dari masa kemasa dikelilingi masjidil haram (makah dan madinah) diwahyukan alkuranul karim kepada Muhammad SAW yang menjadi rahmat besar tiada ternilai untuk seluruh penduduk alam ini sampai akhir masa. Perjalanan isra merupakan kemutlakan kekuasaan Allah Maha Pencipta (linuriahuu min ayatina). Yang mampu (al – qowiyu –yun) merubah ruang dan waktu tidak terpaut kepada dimensi-dimensi menurut batas akal fikiran manusia kecerdasan akal (intelektual intelejensia) manusia sangat terbatas. Mengandalkan semata kemampuan rasio tidak akan mampu mencerna peristiwa yang sangat spektakular ini.
Kejadian ini diluar jangkauan akal dan indra manusia akal tidak mampu menggambar lintasan gerak yang terjadi bahkan ilmu pengetahuan tidak mampu menuliskan persamaanya dalam teori gerak (Mekanika) Newton ataupun Einstein. Kedua teori gerak tersebut dalam kasus ini tidak berlaku lagi. Kata kuncinya terletak pada kata-kata “asraa” (kata kerja transitif yang membutuhkan objek dan berasal dari kata kerja instransitif “ saraa” berarti telah berjalan malam hari. Objek asraa adalah Muhammad kata-kata isra diambil dari bentuk masdar saraa, sehinga harpiah diartikan perjalanan malam hari dari masjidil haram hingga masjidil aqsa. Sepenuhnya dalam perencanaan sampai pada pelaksanaan perjalanan (baik dalam bentuk sarana, alat yang dipakai, sifat perjalanan, waktu dan kecepatan) semata mata adalah absolut (Mutlak) menjadi ilmu dan kekuasaan Allah subhanaallah. Secara bijaksana Allah memperlihatkan kekuasaan mutlak itu dengan awal kalimat” subhanal-ladzi” dan seterusnya maka peristiwa agung ini merupakan wilayah iman (keyakinan). Berurat berakar pada kalbu (Hati) manusia mampu menumbuhkan kekuatan dalam (innerside) bagi manusia berakal. “ innahu hua as-sami’ ul basher” artinya sungguh dia (Allah) Maha Mendengar dan Maha Melihat (QS.17:1).
Peristiwa kedua adalah miraj (naik ketempat yang paling tinggi) dibuktikan oleh Allah dalam firmanya” dan sesungguhnya Muhammad telah melihat jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu ) disidratil muntaha didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat jibril) ketika sidratil muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatanya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesunggunya dia telah melihat sebagain tanda-tanda kekuasaan tuhanya yang paling besar (QS.53, annajem ayat 13 – 18)
Peristiwa kedua ini lebih menajubkan dari peristiwa pertama lebih susah membayangkan dan sulit menerimanya bila hanya mengandalkan kemampuan rasio semata. Namun, sangat mudah diterima bila kemampuan rasio didasari hakul yaqin atau keyakinan atas kemutlakan Allah yang Maha Kuasa. Hakulyaqin adalah puncak dari ilmu yaqin. Keyakinan ini adalah menjadi landasan utama pandangan hidup tauhid. Selanjutnya akan memperkokoh kekuatan intelektual seseorang. Akan mampu menjalin emotional intelejensia dengan kekuatan rasio dan menjadi ukuran kadar kecerdasan akhirnya akan menguasai nilai-nilai keseimbangan (tawazunitas) ada tiga nilai dalam peristiwa besar ini yang pertama ujian iman (nilai akidah) yang melahirkan pengakuan bahwa kekuasaan yang mutlak hanya ada pada kekuasaan Allah kedua kesadaran ilmiah bahwa kemampuan rasio sangat tidak berarti apabila tidak dilandasi dengan keyakinan tauhid ketiga kehusukan ibadah merupakan pembuktian adanya keyakinan tauhid dalam menempuh kehidupan nyata sebagai sesuatu kepantasan yang sangat rasional.
Oleh karena itu. Kami dari kelompok 6 akan sedikit memaparkan makalah yang berjudul “peristiwa isra mira’j” yang insya allah di dalamnya mencangkup beberapa pembahasan diantaranya peristiwa ketika isra dan sesudah mira’jserta hikmah dari keduanya.

B. Pembatasan Masalah
Agar lebih fokus dan lebih evisien dalam pembahasan ini maka kami membatasi permasalahan ini menjadi beberapa sub pokok pembahasan yang meliputi: peristiwa ketika isra dan sesudah miraj, serta makna isra dan mira’j menurut para ahli

C. Perumusan Masalah
Dari uraian yang telah dipaparkan secara sepintas kami dari kelompok 6 dapat menguraikan perumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah yang yang dimaksud dengan isra?
b. Apakah yang dimasud dengan mira’j ?
c. Apa hikmah dari kedua peritiwa tersebut?
d. Dan apa makna dari peristiwa isra dan miraj?

D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian isra
2. Untuk mengetahui pengertian miraj
3. Untuk mengetahui hikmah isra dan miraj
4. untuk mengetahui makna isra dan miraj

E. Metodologi Penulisan
Dalam pembahasan tafsir 2 ini kami kelompok 6 menggunakan metode analisis deskriftif dari sumber – sumber yang kami peroleh



F. Sistematika Penulisan

Makalah ini di buat 3 bab yang masing-masing bab di lengkapi sub – sub bab dengan sistematika sebagai berkut
Bab I : pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,perumusan masalah,pembatasan masalah, tujuan penulisan/pembahasan,metode
penulisan dan sitematika penulisan
Bab II : Pembahasan yang menguraikan Peristiwa Isra, Peristiwa Mira’j, makna
Isra dan Mira’j peristiwa sepulan Isra dan mira’j, Hikmah Isra dan
Mira’j
Bab III : penutup yang menguraikan tentang kesimpulan dan saran-saran.
































Bab II
Pembahasan
Peristiwa isra dan mira’j
(kajian surat al-isra dan surat al-hud)

A. Peristiwa Isra

Allah SWT berfirman dalam surat al-isra ayat 1 yang berbunyi :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آَيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير

Artinya; Maha Suci Allah Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu (potongan) malam dari masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat".
Yang dimaksud dengan isra’ ialah perjalanan Rasulullah SAW di malam hari, dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Al-Quds (Palestina). Sedang yang dimaksud dengan mi’raj ialah perjalanan sesudah isra’, naik ke tujuh petala langit hingga tiba di Mustawa, suatu tempat yang tidak dapat dijangkau oleh akal manusia dan tidak diketahui hakikatnya oleh siapapun juga selain beliau sendiri. Setelah itu beliau kembali lagi ke Masjidil Haram di Makkah (lihat M. Al-Khazaliy, Fiqh Sirah).
Dua peristiwa perjalanan tersebut diisyaratkan oleh Al Qur’an dalam dua surat yang berlainan. Kisah Isra’ dan Mi’raj hikmahnya diterangkan oleh Al Qur’an sebagai berikut:
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa; yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS. Al Israa’: 1).



Hanya saja patut diketahui bahwa akal manusia amatlah terbatas dalam berfikir. Akal manusia tidak akan mampu berfikir sesuatu yang di luar jangkauan inderanya tanpa ada sumber informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu Islam telah melarang manusia untuk berfikir langsung tentang sesuatu yang dia tidak mampu mencapainya/ memikirkannya: seperti: Dzat Allah/ Pencipta (tentang unsur, bentuk, dan lain-lainnya), rincian sifat-sifat Allah, karena Dzat Allah sudah berada di luar kemampuan akal untuk menjangkaunya. Termasuk dalam hal ini juga peristiwa Isra’ Mi’raj Rasulullah SAW (tentang bagaimana bentuk Buroq secara rinci, bentuk dan lokasi Sidratul Muntaha, dan lain-lainnya).
Akal manusia yang terbatas tidak akan mampu membuat khayalan tentang Dzat Allah yang sebenarnya; bagaimana Allah melihat, mendengar, berbicara, bersemayam di atas Arasy-Nya, dan seterusnya. Sebab Dzat Allah bukanlah materi yang bisa diukur atau dianalisa. Selain itu manusia mempunyai kecenderungan (bila hanya menduga-duga tanpa memiliki hal yang pasti), menyerupakan hal-hal yang ghaib dengan apa-apa yang bisa dijangkaunya, seperti menyamakan Allah SWT dengan makhluknya semisal manusia, makhluk aneh berkepala dua, bertangan sepuluh, dan sebagainya, atau menyerupakan kendaraan Buroq dengan hewan seperti keledai yang bersayap dan berkepala seorang wanita cantik (naudzubillahi min dzalik).
Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda:
“Berfikirlah kamu tentang makhluk Allah tetapi jangan kamu fikirkan tentang Dzat Allah. Sebab kamu tidak akan sanggup mengira-ngira tentang hakikat yang sebenarnya.” (HR Abu Nu’aim dalam kitab Al-Hidayah).
a.Peristiwa isra mengandung arti sebagai berikut
1.Pembedahan kedua sesudah kenabian
Qatadah: Telah mengisahi kami Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah radhiyallahu anhuma, ia telah berkata: Telah bersabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Ketika aku di al-Bait (yaitu Baitullah atau Ka'bah) antara tidur dan jaga", kemudian beliau menyebutkan tentang seorang lelaki di antara dua orang lelaki. "Lalu didatangkan kepadaku bejana dari emas yang dipenuhi dengan kebijaksanaan dan keimanan. Kemudian aku dibedah dari tenggorokan hingga perut bagian bawah. Lalu perutku dibasuh dengan Air Zam Zam, kemudian diisi dengan kebijaksanaan (hikmah) dan keimanan. Dan didatangkan kepadaku binatang putih yang lebih kecil dari kuda dan lebih besar dari baghal (peranakan kuda dan keledai), yaitu Buraq.
2. Beliau SAW melihat gambaran para nabi dan umatnya
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Ketika Nabi SAW diisra`kan, beliau melewati seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka ada banyak orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka beberapa orang. Dan seorang nabi dan beberapa nabi, dan bersama mereka tidak ada seorangpun sampai beliau melewati kelompok yang besar. Aku berkata: “Siapa Ini?” Dijawablah (oleh Jibril): “Musa dan kaumnya. Akan tetapi angkatlah kepalamu, kemudian lihatlah!” Kemudian ada kelompok besar yang memenuhi ufuk dari sebelah sana dan dari sebelah sana. Lalu dikatakan (oleh Jibril): “Mereka adalah umatmu dan yang lainnya adalah kelompok dari umatmu yang berjumlah tujuh puluh ribu (70.000) orang yang akan masuk surga tanpa hisab (perhitungan amal).” Kemudian beliau masuk (ke kamar beliau) dan mereka (para sahabat) tidak menanyai beliau dan beliau tidak merangkan kepada mereka. Maka mereka berkata: "Kami adalah mereka itu tadi". Dan ada pula yang berkata: "Mereka adalah anak-anak kami yang lahir dalam fitrah dan Islam". Kemudian Nabi SAW keluar, lalu bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang tidak berobat dengan besi panas, tidak meruqyah, dan tidak pula bertakhayul (tathayyur). Dan mereka bertawakal kepada Tuhan mereka.” Lantas Ukasyah bin Mihshan berdiri lalu berkata: “Saya termasuk mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian yang lain lagi berdiri lalu berkata pula: “Saya termasuk mereka?" Beliau menjawab: “Kamu telah didahului oleh Ukasyah (dalam bertanya demikian).”
HR at-Tirmidzi (2446). Beliau berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih".
3. Beliau SAW bertemu beberapa kelompok malaikat dan mereka berwasiat sama untuk umat beliau
Dia (Anas) berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: "Tidaklah aku melewati sekelompok malaikat pada malam aku diisra`kan kecuali mereka berkata: Wahai Muhammad, suruhlah umatmu berbekam."
4. Beliau SAW bertemu Nabi Ibrahim yang berwasiat untuk umat beliau
Dari Ibnu Mas'ud, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Aku bertemu Ibrahim pada malam aku diisra'kan. Iapun bertanya: "Wahai Muhammad, suruhlah umatmu mengucapkan salam kepadaku, dan kabarkanlah kepada mereka bahwa sesungguhnya surga subur tanahnya, manis airnya, dan terhampar luas. Dan bahwasanya tanamannya adalah (ucapan dzikir) Subhanallah, Alhamdulillah, La ilaha illallah, Allahu Akbar."
5. Beliau SAW mengimami shalat jama'ah para nabi di Masjid Al-Aqsha
Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW : "..... Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Sanu'ah. Dan ada pula 'Isa bin Maryam alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah 'Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim 'alaihi`ssalam sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata (Jibril): "Wahai Muhammad, ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya!" Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam.
6. Beliau SAW melihat Nabi Musa, Nabi Isa, Dajjal, dan Malaikat Malik
Dari Anas bin Malik, bahwasanya Rasulullah SAW telah bersabda: "Pada malam aku diisra'kan aku melewati Musa di gundukan tanah merah ketika dia sedang shalat di dalam kuburnya."
HR Muslim (2375), Kitab Keutamaan-Keutamaan, Bab Sebagian Keutamaan Musa.
Dari Abu al-'Aliyah: Telah mengisahi kami sepupu Nabi kalian, yaitu Ibnu 'Abbas radhiya`llahu 'anhuma, dari Nabi SAW, beliau telah bersabda: "Pada malam aku diisra'kan aku telah melihat Musa, seorang lelaki berkulit sawo matang, tinggi kekar, seakan-akan dia adalah lelaki Suku Syanu'ah. Dan aku telah melihat 'Isa, seorang lelaki bertinggi sedang, berambut lurus. Dan aku juga telah melihat Malaikat Penjaga Neraka dan Dajjal" termasuk ayat yang telah diperlihatkan Allah kepada beliau. {maka janganlah kamu ragu tentang pertemuan dengannya (yaitu Musa) (as-Sajdah, 32: 23)}.
Dari Anas dan Abu Bakrah, dari Nabi SAW: "Malaikat-malaikat kota Madinah berjaga-jaga dari Dajjal."
HR al-Bukhari (3239), Kitab Permulaaan Penciptaan, Bab Penyebutan Malaikat.
7. Disodorkan kepada beliau SAW dua gelas minuman
Abu Hurairah telah berkata: Pada malam beliau diisra`kan, disodorkan kepada Rasulullah SAW dua gelas minuman: khamr (minuman keras) dan susu. Beliaupun melihat keduanya, lalu mengambil susu. Jibril berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki engkau kepada fitrah. Seandainya engkau mengambil khamr, niscaya binasalah umatmu."

B. Peristiwa ketika Mi'raj
kisah Mi’raj dan hasilnya diisyaratkan oleh Al Qur’an seperti di bawah ini:
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain. Yaitu di Sidratul Muntaha. Muhammad melihat Jibril ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari apa yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An Najm: 13-18).
Sebuah riwayat dari An Nasa’i bahwa Ibnu Abbas mengatakan: “Setelah Nabi SAW diisra’kan ke Baitul Maqdis, keesokan harinya beliau menceritakan perjalanannya itu kepada mereka dan menceritakan pula kafilah mereka yang dilihat oleh beliau dalam perjalanan. Banyak orang bertanya-tanya: “Apakah kita mempercayai apa yang dikatakan Muhammad?”. Mereka lalu berbalik menjadi kafir kembali (murtad) –Allah akan membinasakan mereka bersama Abu Jahal
Miraj dalam arti bahasa adalah tangga, tempat naik
Dalam hal ini kita dapat mengartikan bahwa miraj nabi yaitu diangkatnya nabi dari langit dunia kelangit ketujuh sampai kesidrotulmuntaha yaitu menghadap allah, dalam perjalanan ini rasulullah singgah dilangit yang mana setiap langit itu terdapat penghuninya diantaranya sebagai berikut:

a. Langit Ke-1: Nabi Adam
Akupun pergi bersama Jibril hingga kami mendatangi Langit Dunia. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Begitu menjumpai Adam, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu wahai anak dan nabi!".


b. Langit Ke-2: Nabi Isa dan Nabi Yahya
Kemudian kami mendatangi Langit Kedua. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Ketika menjumpai Isa dan Yahya, keduanya berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".
c. Langit Ke-3: Nabi Yusuf
Lalu kami mendatangi Langit Ketiga. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya lagi: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Saat menjumpai Yusuf, aku memberinya salam. Dia berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".
d. Langit Ke-4: Nabi Idris
Lantas kami mendatangi Langit Keempat. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba". Tatkala menjumpai Idris, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".
e. Langit Ke-5: Nabi Harun
Kemudian kami mendatangi Langit Kelima. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Ditanya lagi: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya?", dia menjawab: "Ya". Dikatakanlah: "Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba". Saat kami menjumpai Harun, aku memberinya salam. Diapun menjawab: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!".


f. Langit Ke-6: Nabi Musa
Lantas kami mendatangi Langit Keenam. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Dikatakan: "Dan sudah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sebaik-baik pendatang telah tiba." Ketika menjumpai Musa, aku memberinya salam. Diapun dia berkata: "Selamat datang untukmu, wahai saudara dan nabi!". Tatkala aku berlalu, dia menangis sehingga ditanya: "Apa yang menyebabkanmu menangis?". Dia menjawab: "Wahai Tuhan, (yang menyebabkanku menangis yaitu) pemuda ini yang diutus sesudahku. Umatnya yang masuk surga lebih utama daripada umatku yang memasukinya."
g. Langit Ke-7: Nabi Ibrahim
Lalu kami mendatangi Langit Ketujuh. Ada yang bertanya: "Siapa ini?", dia menjawab: "Jibril". Ditanya: "Siapa bersamamu?", dia menjawab: "Muhammad". Dikatakanlah: "Dan telah waktunya ia diutus kepada-Nya? Selamat datang untuknya dan sungguh sebaik-baik pendatang telah tiba." Saat menjumpai Ibrahim, aku memberinya salam. Diapun berkata: "Selamat datang untukmu, wahai putra dan nabi!".
h. Baitul Makmur
Tatkala dinaikkan ke Baitul Makmur, aku menanyai Jibril. Maka ia menjawab: "Ini adalah Baitul Makmur. Setiap hari di dalamnya shalat tujuh puluh ribu (70.000) malaikat. Jika mereka telah keluar, mereka tidak akan pernah kembali lagi ke sana sampai yang terakhir dari mereka."
i. Peristiwa di Sidratul Muntaha
Dan aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha yang mana buahnya seperti bejana batu dan daunnya seperti telinga gajah. Pada akarnya terdapat empat sungai: dua sungai batin dan dua sungai lahir. Begitu kutanyai Jibril, ia menjawab: "Adapun dua yang batin (tidak tampak dari dunia) berada di surga, sedangkan dua yang lahir (tampak di dunia) adalah Nil dan Eufrat." Kemudian aku diwajibkan lima puluh shalat.


j. Peristiwa di Surga
Dari Anas bin Malik, dari Nabi {{{SAW}}}, beliau telah bersabda: Ketika aku jalan-jalan di Surga, aku mendekati sungai yang di kedua bantarannya terdapat kubah-kubah dari rangkaian mutiara. Aku bertanya: "Apa ini wahai Jibril?" Ia menjawab: "Ini adalah al-Kautsar yang diberikan Tuhanmu kepadamu." Maka ingatlah (ketahuilah) oleh kalian bahwa tanahnya atau debunya adalah kesturi yang harum semerbak.
k. Peristiwa di Neraka
Dari Anas bin Malik, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: Ketika aku dimi'rajkan [Tuhanku yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi], aku melewati suatu kaum yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakari wajah-wajah dan dada-dada mereka. Aku bertanya: "Siapa mereka wahai Jibril?" Ia menjawab: "Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan menumpuk-numpuk harta.".
l. Saran Nabi Musa
Saat aku kembali (turun) hingga menjumpai Musa, ia bertanya: "Apa yang engkau bawa?".Kujawab: "Aku diwajibkan lima puluh shalat". Ia berkata: "Aku lebih mengetahui manusia daripadamu. Aku telah berurusan dengan Bani Israil dengan urusan yang sulit. Dan sesungguhnya umatmu tidak akan mampu. Maka kembalilah kepada Tuhanmu, kemudian mintalah (keringanan) kepada-Nya." Oleh karena itu aku kembali. Akupun meminta (keringanan) kepada-Nya sehingga Dia menjadikannya empat puluh. Kemudian seperti tadi (ketika bertemu Musa), lalu tiga puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan dua puluh. Kemudian seperti tadi sehingga Dia jadikan sepuluh. Ketika aku bertemu Musa, ia berkata seperti tadi. Dia pun menjadikannya lima.
m. Berserah diri
Tatkala aku bertemu Musa, ia berkata: "Apa yang engkau bawa?". Begitu kujawab: "Dia jadikan lima", ia (masih) berkata seperti tadi. Maka aku katakan: "Aku berserah diri dengan baik", sehingga diserukanlah: "Sesungguhnya Aku (Allah) telah menetapkan kewajiban-Ku serta meringankan hamba-Ku, dan Aku akan memberi pahala kebajikan sepuluh kalinya.

C. Peristiwa Sepulang Isra Mi'raj
1. Isra Mi'raj merupakan ujian keimanan bagi manusia
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma tentang firman-Nya Ta'ala: "Dan Kami tidak menjadikan penglihatan yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia" (al-Isra', 17: 60). Ia berkata: Itu adalah dengan mata yang telah dilihat Rasulullah SAW pada malam beliau diisra'kan ke Bait al-Maqdis. Ia berkata: "dan pohon kayu yang terkutuk dalam Al-Qur'an", ia berkata: Itu adalah Pohon Zaqqum.
HR al-Bukhari (3888),.
2. Beliau SAW menceritakan Isra Mi'raj dan melihat gambaran Baitul Maqdis
Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: Ketika malam aku diisra'kan dan subuhnya aku telah sampai di Makkah, aku mengkhawatirkan urusanku, dan aku tahu bahwasanya manusia akan mendustakanku. Kemudian aku duduk bersedih hati.
Ia Ibnu Abbas) berkata: Kemudian melintaslah musuh Allah, Abu Jahl. Dia datang sehingga duduk di dekat beliau, kemudian berkata kepada beliau: Kamu tampak bersedih, apakah ada sesuatu? Rasulullah SAW pun menjawab: Ya. Dia berkata: Apa itu? Beliau menjawab: Sesungguhnya aku diisra'kan malam tadi. Dia berkata: Ke mana? Beliau menjawab: Ke Bait al-Maqdis. Dia bertanya: Kemudian engkau subuh sudah ada di hadapan kami (di Makkah ini)? Beliau jawab: Ya. Ia berkata: Namun dia tidak menampakkan sikap bahwa dia mendustakannya karena takut beliau tidak mau menceritakan hal itu lagi jika kaumnya dipanggilkannya. Dia berkata: Tahukah engkau, jika engkau hendak mendakwahi kaummu, kau harus kisahi mereka apa yang barusan kau ceritakan padaku. Rasulullah SAW pun menjawab: Ya.
Kemudian dia berseru: Kemarilah wahai penduduk Bani Ka'ab bin Lu`ai! Lalu mereka berkumpul kepadanya datang sampai duduk mengelilingi keduanya. Dia berkata: Kisahi kaummu apa yang telah engkau kisahkan kepadaku. Rasulullah SAW pun berkata: Sesungguhnya malam tadi aku diisra'kan. Mereka bertanya: Ke mana? Kujawab: Ke Bait al-Maqdis. Mereka bertanya: Kemudian subuh engkau berada di depan kami. Beliau menjawab: Ya.
Ia (Ibnu Abbas) berkata: Maka ada yang bersorak dan ada yang meletakkan tangannya di atas kepala heran atas kebohongan itu (menurut mereka). Mereka berkata: Dan apakah engkau dapat menyifatkan kepada kami masjid itu? Dan di antara penduduk ada yang pernah pergi ke negeri itu dan pernah melihat masjid itu. Maka Rasulullah SAW bersabda: "Maka aku mulai menyebutkan ciri-cirinya dan tidaklah aku berhenti menyifatkan sehingga aku lupa beberapa cirinya." Beliau bersabda: "Lantas didatangkanlah masjid sampai diletakkan tanpa kesamaran sehingga aku dapat melihat(nya). Maka aku menyifatkannya dengan melihat hal itu."
Ia berkata: Dan sampai ini, ada sifat yang tidak aku hafal.
Ia berkata: Kemudian ada kaum yang berkata: "Adapun sifat tersebut, demi Allah, ia benar."
HR Ahmad (2680). Disahkan al-Albani
Hasan dan Abu Zaid telah berkata: Abdu`sh Shamad telah berkata: Telah mengisahi kami Hilal, dari Ikrimah, dari Ibnu 'Abbas, ia telah berkata: Nabi SAW diisra'kan ke Bait al-Maqdis. Kemudian sekembalinya dari malamnya itu, beliaupun mengisahi mereka (umat manusia) mengenai perjalanannya, ciri-ciri Bait al-Maqdis dan unta-unta mereka. Maka saling berbincanglah (gemparlah) manusia.
Hasan berkata: Kami membenarkan Muhammad terhadap apa yang diucapkannnya. Lalu banyak orang yang kembali kafir. Kemudian Allah menebas leher-leher mereka bersama-sama dengan Abu Jahal (ketika Perang Badar). Dan Abu Jahal berkata: "Muhammad menakut-nakuti kita dengan Pohon Zaqqum (terlaknat). Bawalah kemari kurma dan mentega, kemudian laknatlah ia." Dan beliau telah melihat Dajjal dalam bentuknya dengan mata kepala, bukan ketika mimpi saat tidur; 'Isa, Musa, dan Ibrahim semoga shalawat Allah atas mereka. Kemudian Nabi SAW ditanya tentang (ciri-ciri) Dajjal. Beliaupun menjawab: "Tinggi dan besar."
Hasan berkata: Beliau berkata: "Aku melihatnya berkulit putih, tinggi besar. Salah satu matanya juling seperti bintang yang bersinar. Rambut kepalanya seperti ranting-ranting pohon. Dan aku melihat 'Isa sebagai pemuda berkulit putih, kepalanya tegak, bermata tajam, bertubuh bagus. Dan aku melihat Musa (yang) kekar, berkulit sawo matang, (dan) berambut lebat."
Hasan berkata (melanjutkan riwayat marfu' tadi): "Rambutnya indah. Dan aku melihat Ibrahim, maka aku tidak melihat salah satu cirinya kecuali aku melihatnya ada pada diriku. Seakan-akan dia adalah sahabat kalian ini (yaitu Rasulullah sendiri). Kemudian Jibril 'alaihi`s salam berkata: "Berilah salam kepada Malik (malaikat penjaga neraka)", maka aku mengucapkan salam kepadanya."
HR Ahmad (3365). Isnadnya hasan menurut al-Albani.
Dari Abu Hurairah, ia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah n : "Sungguh aku telah melihat di al-Hijr dan orang-orang Quraisy menanyaiku tentang perjalanan malamku (isra). Mereka menanyaiku tentang hal-hal dari Baitul Maqdis yang tidak kuperhatikan. Maka akupun gelisah dengan kegelisahan yang belum pernah kurasakan sebelumnya." Beliau bersabda: "Kemudian Allah menampakkan (gambaran Baitul Maqdis) untukku sehingga aku melihat kepadanya. Tidaklah aku ditanya tentang sesuatupun (mengenai Baitul Maqdis) kecuali aku kabarkan hal itu kepada mereka.
Dan sungguh telah diperlihatkan kepadaku jama'ah para nabi. Adapun Musa, dia sedang berdiri shalat. Dia lelaki tinggi kekar seakan-akan dia termasuk suku Syanu'ah. Dan ada pula Isa bin Maryam p sedang berdiri shalat. Manusia yang paling mirip dengannya adalah Urwah bin Mas'ud ats-Tsaqafi. Ada pula Ibrahim p sedang berdiri shalat. Orang yang paling mirip dengannya adalah sahabat kalian ini, yakni beliau sendiri. Kemudian diserukanlah shalat. Lantas aku mengimami mereka. Seusai shalat, ada yang berkata: Wahai Muhammad; ini adalah Malik, penjaga neraka. Berilah salam kepadanya. Akupun menoleh kepadanya, namun dia mendahuluiku memberi salam."
Ketika Suku Quraisy mendustakanku [ketika aku diisrakan ke Baitul Maqdis], aku berdiri di al-Hijr. Kemudian Allah menampakkan Baitul Maqdis bagiku. Akupun menerangkan kepada mereka tentang ciri-cirinya sementara aku melihat (penampakan) itu.
3. Abu Bakar memperoleh julukan ash-Shiddiq
Saat Nabi SAW diisrakan ke Masjid al-Aqsha, subuhnya orang-orang membicarakan hal itu. Maka sebagian orang murtad dari yang awalnya beriman dan membenarkan beliau. Mereka memberitahukan hal itu kepada Abu Bakar radhiya`llahu anhu. Mereka bertanya: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu yang mengaku bahwasanya dia diisrakan malam tadi ke Baitul Maqdis?" Dia (Abu Bakar) menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: Ya. Dia menjawab: "Jika ia mengatakan itu, maka sungguh ia telah (berkata) jujur." Mereka berkata: "Apakah engkau membenarkannya bahwasanya dia pergi malam tadi ke Baitul Maqdis dan sudah pulang sebelum subuh?" Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya (bahkan) yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit (yang datang) di waktu pagi maupun sore." Maka karena hal itulah, Abu Bakar diberi nama ash-Shiddiq (orang yang membenarkan).
Datang sekelompok orang-orang Quraisy kepada Abu Bakar. Mereka kemudian berkata: "Apa pendapatmu tentang sahabatmu ! Ia mengaku bahwasanya dia mendatangi Baitul Maqdis, kemudian pulang ke Makkah dalam satu malam saja ?! Abu Bakar menjawab: "Apakah ia berkata demikian?" Mereka berkata: "Ya." Dia menjawab: "Sungguh ia telah jujur." (menurut riwayat al-Baihaqi: Dia menjawab: "Ya, sungguh aku membenarkannya bahkan yang lebih jauh dari itu. Aku membenarkannya terhadap berita langit." Dia berkata: Maka karena itulah, dia diberi nama ash-Shiddiq).
D. Makna Isra' dan Mi'raj
Dr. M. Quraish Shihab

Perjalanan Nabi Muhammad saw. dari Makkah ke Bayt Al-Maqdis, kemudian naik ke Sidrat Al-Muntaha, bahkan melampauinya, serta kembalinya ke Makkah dalam waktu sangat singkat, merupakan tantangan terbesar sesudah Al-Quran disodorkan oleh Tuhan kepada umat manusia. Peristiwa ini membuktikan bahwa 'ilm dan qudrat Tuhan meliputi dan menjangkau, bahkan mengatasi, segala yang finite (terbatas) dan infinite (tak terbatas) tanpa terbatas waktu atau ruang.

Kaum empirisis dan rasionalis, yang melepaskan diri dari bimbingan wahyu, dapat saja menggugat: Bagaimana mungkin kecepatan, yang bahkan melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini, dapat terjadi? Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui oleh Muhammad saw. tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang merusak tubuh beliau sendiri? Bagaimana mungkin beliau dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi? Ini tidak mungkin terjadi, karena ia tidak sesuai dengan hukum-hukum alam, tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, bahkan tidak dapat dibuktikan oleh patokan-patokan logika. Demikian kira-kira kilah mereka yang menolak peristiwa ini.

Memang, pendekatan yang paling tepat untuk memahaminya adalah pendekatan imaniy. Inilah yang ditempuh oleh Abu Bakar AlShiddiq, seperti tergambar dalam ucapannya: "Apabila Muhammad yang memberitakannya, pasti benarlah adanya." Oleh sebab itu, uraian ini berusaha untuk memahami peristiwa tersebut melalui apa yang kita percayai kebenarannya berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang dikemukakan oleh Al-Quran.

Salah satu hal yang menjadi pusat pembahasan Al-Quran adalah masa depan ruhani manusia demi mewujudkan keutuhannya. Uraian Al-Quran tentang Isra' dan Mi'raj merupakan salah satu cara pembuatan skema ruhani tersebut. Hal ini terbukti jelas melalui pengamatan terhadap sistematika dan kandungan Al-Quran, baik dalam bagian-bagiannya yang terbesar maupun dalam ayat-ayatnya yang terinci.

Tujuh bagian pertama Al-Quran membahas pertumbuhan jiwa manusia sebagai pribadi-pribadi yang secara kolektif membentuk umat.

Dalam bagian kedelapan sampai keempat belas, Al-Quran menekankan pembangunan manusia seutuhnya serta pembangunan masyarakat dan konsolidasinya. Tema bagian kelima belas mencapai klimaksnya dan tergambar pada pribadi yang telah mencapai tingkat tertinggi dari manusia seutuhnya, yakni al-insan al-kamil. Dan karena itu, peristiwa Isra' dan Mi'raj merupakan awal bagian ini, dan berkelanjutan hingga bagian kedua puluh satu, di mana kisah para rasul diuraikan dari sisi pandangan tersebut. Kemudian, masalah perkembangan ruhani manusia secara orang per orang diuraikan lebih lanjut sampai bagian ketiga puluh, dengan penjelasan tentang hubungan perkembangan tersebut dengan kehidupan masyarakat secara timbal-balik.

Kemudian, kalau kita melihat cakupan lebih kecil, maka ilmuwan-ilmuwan Al-Quran, sebagaimana ilmuwan-ilmuwan pelbagai disiplin ilmu, menyatakan bahwa segala sesuatu memiliki pendahuluan yang mengantar atau menyebabkannya. Imam Al-Suyuthi berpendapat bahwa pengantar satu uraian dalam Al-Quran adalah uraian yang terdapat dalam surat sebelumnya.204 Sedangkan inti uraian satu surat dipahami dari nama surat tersebut, seperti dikatakan oleh Al-Biqai'i.205 Dengan demikian, maka pengantar uraian peristiwa Isra' adalah surat yang dinamai Tuhan dengan sebutan Al-Nahl, yang berarti lebah.

Mengapa lebah? Karena makhluk ini memiliki banyak keajaiban. Keajaibannya itu bukan hanya terlihat pada jenisnya, yang jantan dan betina, tetapi juga jenis yang bukan jantan dan bukan betina. Keajaibannya juga tidak hanya terlihat pada sarang-sarangnya yang tersusun dalam bentuk lubang-lubang yang sama bersegi enam dan diselubungi oleh selaput yang sangat halus menghalangi udara atau bakteri menyusup ke dalamnya, juga tidak hanya terletak pada khasiat madu yang dihasilkannya, yang menjadi makanan dan obat bagi sekian banyak penyakit. Keajaiban lebah mencakup itu semua, dan mencakup pula sistem kehidupannya yang penuh disiplin dan dedikasi di bawah pimpinan seekor "ratu". Lebah yang berstatus ratu ini pun memiliki keajaiban dan keistimewaan. Misalnya, bahwa sang ratu ini, karena rasa "malu" yang dimiliki dan dipeliharanya, telah menjadikannya enggan untuk mengadakan hubungan seksual dengan salah satu anggota masyarakatnya yang jumlahnya dapat mencapai sekitar tiga puluh ribu ekor. Di samping itu, keajaiban lebah juga tampak pada bentuk bahasa dan cara mereka berkomunikasi, yang dalam hal ini telah dipelajari secara mendalam oleh seorang ilmuwan Austria, Karl Van Fritch.

Lebah dipilih Tuhan untuk menggambarkan keajaiban ciptaan-Nya agar menjadi pengantar keajaiban perbuatan-Nya dalam peristiwa Isra' dan Mi'raj. Lebah juga dipilih sebagai pengantar bagi bagian yang menjelaskan manusia seutuhnya. Karena manusia seutuhnya, manusia mukmin, menurut Rasul, adalah "bagaikan lebah, tidak makan kecuali yang baik dan indah, seperti kembang yang semerbak; tidak menghasilkan sesuatu kecuali yang baik dan berguna, seperti madu yang dihasilkan lebah itu."

Dalam cakupan yang lebih kecil lagi, kita melontarkan pandangan kepada ayat pertama surat pengantar tersebut. Di sini Allah berfirman: Telah datang ketetapan Allah (Hari Kiamat). Oleh sebab itu janganlah kamu meminta agar disegerakan datangnya.

Dunia belum kiamat, mengapa Allah mengatakan kiamat telah datang? Al-Quran menyatakan "telah datang ketetapan Allah," mengapa dinyatakan-Nya juga "jangan meminta agar disegerakan datangnya"? Ini untuk memberi isyarat sekaligus pengantar bahwa Tuhan tidak mengenal waktu untuk mewujudkan sesuatu. Hari ini, esok, juga kemarin, adalah perhitungan manusia, perhitungan makhluk. Tuhan sama sekali tidak terikat kepadanya, sebab adalah Dia yang menguasai masa. Karenanya Dia tidak membutuhkan batasan untuk mewujudkan sesuatu. Dan hal ini ditegaskan-Nya dalam surat pengantar ini dengan kalimat: Maka perkataan Kami kepada sesuatu, apabila Kami menghendakinya, Kami hanya menyatakan kepadanya "kun" (jadilah), maka jadilah ia (QS 16:40).

Di sini terdapat dua hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, kenyataan ilmiah menunjukkan bahwa setiap sistem gerak mempunyai perhitungan waktu yang berbeda dengan sistem gerak yang lain. Benda padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan suara. Suara pun membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan cahaya. Hal ini mengantarkan para ilmuwan, filosof, dan agamawan untuk berkesimpulan bahwa, pada akhirnya, ada sesuatu yang tidak membutuhkan waktu untuk mencapai sasaran apa pun yang dikehendaki-Nya. Sesuatu itulah yang kita namakan Allah SWT, Tuhan Yang Mahaesa.

Kedua, segala sesuatu, menurut ilmuwan, juga menurut Al-Quran, mempunyai sebab-sebab. Tetapi, apakah sebab-sebab tersebut yang mewujudkan sesuatu itu? Menurut ilmuwan, tidak. Demikian juga menurut Al-Quran. Apa yang diketahui oleh ilmuwan secara pasti hanyalah sebab yang mendahului atau berbarengan dengan terjadinya sesuatu. Bila dinyatakan bahwa sebab itulah yang mewujudkan dan menciptakan sesuatu, muncul sederet keberatan ilmiah dan filosofis.

Bahwa sebab mendahului sesuatu, itu benar. Namun kedahuluan ini tidaklah dapat dijadikan dasar bahwa ialah yang mewujudkannya. "Cahaya yang terlihat sebelum terdengar suatu dentuman meriam bukanlah penyebab suara tersebut dan bukan pula penyebab telontarnya peluru," kata David Hume. "Ayam yang selalu berkokok sebelum terbit fajar bukanlah penyebab terbitnya fajar," kata Al-Ghazali jauh sebelum David Hume lahir. "Bergeraknya sesuatu dari A ke B, kemudian dari B ke C, dan dari C ke D, tidaklah dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa pergerakannya dari B ke C adalah akibat pergerakannya dari A ke B," demikian kata Isaac Newton, sang penemu gaya gravitasi.

Kalau demikian, apa yang dinamakan hukum-hukum alam tiada lain kecuali "a summary o f statistical averages" (ikhtisar dari rerata statistik). Sehingga, sebagaimana dinyatakan oleh Pierce, ahli ilmu alam, apa yang kita namakan "kebetulan" dewasa ini, adalah mungkin merupakan suatu proses terjadinya suatu kebiasaan atau hukum alam. Bahkan Einstein, lebih tegas lagi, menyatakan bahwa semua apa yang terjadi diwujudkan oleh "superior reasoning power" (kekuatan nalar yang superior). Atau, menurut bahasa Al-Quran, "Al-'Aziz Al-'Alim", Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Inilah yang ditegaskan oleh Tuhan dalam surat pengantar peristiwa Isra' dan Mi'raj itu dengan firman-Nya: Kepada Allah saja tunduk segala apa yang di langit dan di bumi, termasuk binatang-binatang melata, juga malaikat, sedangkan mereka tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa atas mereka dan mereka melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka) (QS 16:49-50).

Pengantar berikutnya yang Tuhan berikan adalah: Janganlah meminta untuk tergesa-gesa. Sayangnya, manusia bertabiat tergesa-gesa, seperti ditegaskan Tuhan ketika menceritakan peristiwa Isra' ini, Adalah manusia bertabiat tergesa-gesa (QS 17:11).

Ketergesa-gesaan inilah yang antara lain menjadikannya tidak dapat membedakan antara:
(a) yang mustahil menurut akal dengan yang mustahil menurut kebiasaan,
(b) yang bertentangan dengan akal dengan yang tidak atau belum dimengerti oleh akal, dan
(c) yang rasional dan irasional dengan yang suprarasional.

Dari segi lain, dalam kumpulan ayat-ayat yang mengantarkan uraian Al-Quran tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, dalam surat Isra' sendiri, berulang kali ditegaskan tentang keterbatasan pengetahuan manusia serta sikap yang harus diambilnya menyangkut keterbatasan tersebut. Simaklah ayat-ayat berikut:
Dia (Allah) menciptakan apa-apa (makhluk) yang kamu tidak mengetahuinya (QS 16:8);
Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui (QS 16:74); dan
Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan kecuali sedikit (QS 17:85); dan banyak lagi lainnya. Itulah sebabnya, ditegaskan oleh Allah dengan firman-Nya: Dan janganlah kamu mengambil satu sikap (baik berupa ucapan maupun tindakan) yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang hal tersebut; karena sesungguhnya pendengaran, mata, dan hati, kesemuanya itu kelak akan dimintai pertanggungjawaban (QS 17:36).

Apa yang ditegaskan oleh Al-Quran tentang keterbatasan pengetahuan manusia ini diakui oleh para ilmuwan pada abad ke-20. Schwart, seorang pakar matematika kenamaan Prancis, menyatakan: "Fisika abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak pun. Sedangkan fisika abad ke-20 ini yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya, walaupun yang disebut materi sekalipun." Sementara itu, teori Black Holes menyatakan bahwa "pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3% saja, sedang 97% selebihnya di luar kemampuan manusia."

Kalau demikian, seandainya, sekali lagi seandainya, pengetahuan seseorang belum atau tidak sampai pada pemahaman secara ilmiah atas peristiwa Isra' dan Mi'raj ini; kalau betul demikian adanya dan sampai saat ini masih juga demikian, maka tentunya usaha atau tuntutan untuk membuktikannya secara "ilmiah" menjadi tidak ilmiah lagi. Ini tampak semakin jelas jika diingat bahwa asas filosofis dari ilmu pengetahuan adalah trial and error, yakni observasi dan eksperimentasi terhadap fenomena-fenomena alam yang berlaku di setiap tempat dan waktu, oleh siapa saja. Padahal, peristiwa Isra' dan Mi'raj hanya terjadi sekali saja. Artinya, terhadapnya tidak dapat dicoba, diamati dan dilakukan eksperimentasi.

Itulah sebabnya mengapa Kierkegaard, tokoh eksistensialisme, menyatakan: "Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, tetapi karena ia tidak tahu." Dan itu pula sebabnya, mengapa Immanuel Kant berkata: "Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi menyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya." Dan itu pulalah sebabnya mengapa "oleh-oleh" yang dibawa Rasul dari perjalanan Isra' dan Mi'raj ini adalah kewajiban shalat; sebab shalat merupakan sarana terpenting guna menyucikan jiwa dan memelihara ruhani.

Kita percaya kepada Isra' dan Mi'raj, karena tiada perbedaan antara peristiwa yang terjadi sekali dan peristiwa yang terjadi berulang kali selama semua itu diciptakan serta berada di bawah kekuasaan dan pengaturan Tuhan Yang Mahaesa.

Sebelum Al-Quran mengakhiri pengantarnya tentang peristiwa ini, dan sebelum diungkapnya peristiwa ini, digambarkannya bagaimana kelak orang-orang yang tidak mempercayainya dan bagaimana pula sikap yang harus diambilnya. Allah berfirman: Bersabarlah wahai Muhammad; tiadalah kesabaranmu melainkan dengan pertolongan Allah. Janganlah kamu bersedih hati terhadap (keingkaran) mereka. Jangan pula kamu bersempit dada terhadap apa-apa yang mereka tipudayakan. Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang orang yang berbuat kebajikan. (QS 16:127-128). Inilah pengantar Al-Quran yang disampaikan sebelum diceritakannya peristiwa Isra' dan Mi'raj.

Agaknya, yang lebih wajar untuk dipertanyakan bukannya bagaimana Isra' dan Mi 'raj terjadi, tetapi mengapa Isra' dan Mi 'raj.

Seperti yang telah dikemukakan pada awal uraian, Al-Quran, pada bagian kedelapan sampai bagian kelima belas, menguraikan dan menekankan pentingnya pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat beserta konsolidasinya. Ini mencapai klimaksnya pada bagian kelima belas atau surat ketujuh belas, yang tergambar pada pribadi hamba Allah yang di-isra'-kan ini, yaitu Muhammad saw., serta nilai-nilai yang diterapkannya dalam masyarakat beliau. Karena itu, dalam kelompok ayat yang menceritakan peristiwa ini (dalam surat Al-Isra'), ditemukan sekian banyak petunjuk untuk membina diri dan membangun masyarakat.

Pertama, ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu (pada ayat 78). Dan shalat ini pulalah yang merupakan inti dari peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, karena shalat pada hakikatnya merupakan kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Shalat dibutuhkan oleh pikiran dan akal manusia, karena ia merupakan pengejawantahan dari hubungannya dengan Tuhan, hubungan yang menggambarkan pengetahuannya tentang tata kerja alam raya ini, yang berjalan di bawah satu kesatuan sistem. Shalat juga menggambarkan tata inteligensia semesta yang total, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang Mahadahsyat dan Maha Mengetahui, Tuhan Yang Mahaesa. Dan bila demikian, maka tidaklah keliru bila dikatakan bahwa semakin mendalam pengetahuan seseorang tentang tata kerja alam raya ini, akan semakin tekun dan khusyuk pula ia melaksanakan shalatnya.

Shalat juga merupakan kebutuhan jiwa. Karena, tidak seorang pun dalam perjalanan hidupnya yang tidak pernah mengharap atau merasa cemas. Hingga, pada akhirnya, sadar atau tidak, ia menyampaikan harapan dan keluhannya kepada Dia Yang Mahakuasa. Dan tentunya merupakan tanda kebejatan akhlak dan kerendahan moral, apabila seseorang datang menghadapkan dirinya kepada Tuhan hanya pada saat dirinya didesak oleh kebutuhannya.

Shalat juga dibutuhkan oleh masyarakat manusia, karena shalat, dalam pengertiannya yang luas, merupakan dasar-dasar pembangunan. Orang Romawi Kuno mencapai puncak keahlian dalam bidang arsitektur, yang hingga kini tetap mengagumkan para ahli, juga karena adanya dorongan tersebut. Karena itu, Alexis Carrel menyatakan: "Apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada Sang Maha Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, maka hal itu berarti kita telah menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut." Dan, untuk diingat, Alexis Carrel bukanlah seorang yang memiliki latar belakang pendidikan agama. Ia adalah seorang dokter yang telah dua kali menerima hadiah Nobel atas hasil penelitiannya terhadap jantung burung gereja serta pencangkokannya. Dan, menurut Larouse Dictionary, Alexis Carrel dinyatakan sebagai satu pribadi yang pemikiran-pemikirannya secara mendasar akan berpengaruh pada penghujung abad XX ini.

Apa yang dinyatakan ilmuwan ini sejalan dengan penegasan Al-Quran yang ditemukan dalam pengantar uraiannya tentang peristiwa Isra' dalam surat Al-Nahl ayat 26. Di situ digambarkan pembangkangan satu kelompok masyarakat terhadap petunjuk Tuhan dan nasib mereka menurut ayat tersebut: Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari fondasinya, lalu atap bangunan itu menimpa mereka dari atas; dan datanglah siksaan kepada mereka dari arah yang mereka tidak duga (QS 16:26).

Kedua, petunjuk-petunjuk lain yang ditemukan dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan peristiwa Isra' dan Mi'raj, dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat adil dan makmur, antara lain adalah: Jika kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mereka menaati Allah untuk hidup dalam kesederhanaan), tetapi mereka durhaka; maka sudah sepantasnyalah berlaku terhadap mereka ketetapan Kami dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS 17:16).

Ditekankan dalam surat ini bahwa "Sesungguhnya orang yang hidup berlebihan adalah saudara-saudara setan" (QS 17:27).

Dan karenanya, hendaklah setiap orang hidup dalam kesederhanaan dan keseimbangan: Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu (pada lehermu dan sebaliknya), jangan pula kamu terlalu mengulurkannya, agar kamu tidak menjadi tercela dan menyesal (QS 17:29).

Bahkan, kesederhanaan yang dituntut bukan hanya dalam bidang ekonomi saja, tetapi juga dalam bidang ibadah. Kesederhanaan dalam ibadah shalat misalnya, tidak hanya tergambar dari adanya pengurangan jumlah shalat dari lima puluh menjadi lima kali sehari, tetapi juga tergambar dalam petunjuk yang ditemukan di surat Al-Isra' ini juga, yakni yang berkenaan dengan suara ketika dilaksanakan shalat: Janganlah engkau mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan jangan pula merendahkannya, tetapi carilah jalan tengah di antara keduanya (QS 17: 110).

Jalan tengah di antara keduanya ini berguna untuk dapat mencapai konsentrasi, pemahaman bacaan dan kekhusyukan. Di saat yang sama, shalat yang dilaksanakan dengan "jalan tengah" itu tidak mengakibatkan gangguan atau mengundang gangguan, baik gangguan tersebut kepada saudara sesama Muslim atau non-Muslim, yang mungkin sedang belajar, berzikir, atau mungkin sedang sakit, ataupun bayi-bayi yang sedang tidur nyenyak. Mengapa demikian? Karena, dalam kandungan ayat yang menceritakan peristiwa ini, Tuhan menekankan pentingnya persatuan masyarakat seluruhnya. Dengan demikian, masing-masing orang dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, tanpa mempersoalkan agama, keyakinan, dan keimanan orang lain. Ini sesuai dengan firman Allah:
Katakanlah wahai Muhammad, "Hendaklah tiap-tiap orang berkarya menurut bidang dan kemampuannya masing-masing." Tuhan lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS 17:84).

Akhirnya, sebelum uraian ini disudahi, ada baiknya dibacakan ayat terakhir dalam surat yang menceritakan peristiwa Isra' dan Mi'raj ini: Katakanlah wahai Muhammad: "Percayalah kamu atau tidak usah percaya (keduanya sama bagi Tuhan)." Tetapi sesungguhnya mereka yang diberi pengetahuan sebelumnya, apabila disampaikan kepada mereka, maka mereka menyungkur atas muka mereka, sambil bersujud (QS 17: 107).

Itulah sebagian kecil dari petunjuk dan kesan yang dapat kami pahami, masing-masing dari surat pengantar uraian peristiwa Isra ; yakni surat Al-Nahl, dan surat Al-Isra' sendiri. Khusus dalam pemahaman tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj ini, semoga kita mampu menangkap gejala dan menyuarakan keyakinan tentang adanya ruh intelektualitas Yang Mahaagung, Tuhan Yang Mahaesa di alam semesta ini, serta mampu merumuskan kebutuhan umat manusia untuk memujaNya sekaligus mengabdi kepada-Nya.

E .Hikmah dari dua peristiwa spektakular ini:

1. Pengukuhan iman berkaitan dengan pengakuan atas kemuthlakan kekuasaan Allah, yang pada tahap selanjutnya akan menanamkan kesadaran mendalam atas lemahnya kekuatan rasio manusia bila tidak dilandasi aqidah (keyakinan tauhid),dan pada bagian akhirnya akan melahirkan ketaatan penghambaan hanya terhadap Ma’bud (hanya Allah yang berhak disembah).
2. Bukti atas keutusan Muhammad SAW sebagai Rasul Allah, dengan segala kemuliaan (mukjizat) selaku Khataman Nabiyyin (penutup segala nabi-nabi), dan merupakan pembuktian Al Quranul Karim yang teruji secara ilmiah.
3. Kerelaan dan ketaatan sebagai bukti kesetiaan kepada Allah, dengan keteguhan mempedomani hidayah Allah (Al Quran) dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.





Bab III
Penutup

A. Kesimpulan

Dari pembacaan tersebut setidaknya ada tiga pelajaran yang sangat berharga untuk kita semua yaitu:

Pertama : bahwa nabi Muhammad SAW sangat menaruh perhatian dan membarikan penghargaan yang sangat besar kepada para pendahulunya dari pengalaman isra digambarkan bagaimana rasullullah sangat menaruh perhatian kepada para pendahulunya dengan menyempatkan diri singgah sejenak ditempat yang dianggap bersejarah bagi nabi musa dan nabi isa. Tauladan rasullullah tersebut secara sederhana hendak mengajarkan kepada umat manusia bahwa menjaga kesinambungan antar gegerasi harusnya dilakukan, karena jika tidak maka yang kemudian terjadi ibarat anak ayam kehilangan induknya. Bercerai berai tak menentu arah banyak cara untuk menjaga kesenimungan antara generasi diantaranya adalah dengan meneladani apa yang telah dilakukan dengan mengunjungi tempat – tempat bersejarah bagi generasi pendahulu kita. Mengengan atau mempelajari karya-kayanya para pelaku sejarah masa lalu. Selain itu bisa juga dilakukan dengan cara menyambung silarurahmi antar sesama anak manusia dengan tanpa melihat latar belakang, agama, suku bangsa maupun jenis kelamin
Kedua : bahwa anak cucu ketiga nabi yang disebutkan diatas pada era sekarang telah tumbuh kembang dengan sedemikian rupa dengan memenuhi seantero dunia. Masing-masing dari mereka telah memiliki peran dan posisi yang cukup strategis dan kedamaian hidup di muka bumi ini dengan mengenang peristiwa isra mira’j diharapkan kita bisa menghilangkan sakwa sangka kedepan mereka yang berbeda terutama agama
Ketiga: perintah solat yang diterima rasul yang telah dijalankan oleh umat manusia hingga sekarang, bukanlah semata-mata ibadah ritual belaka. Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mengerjakan sholat bukanlah untuk kepentingan diri-Nya akan tetapi perintah sholat secara khusus ditunjukan untuk mencegah terjadinya perbuatan keji dan mungkar kepada sesama.
Hikmah dari dua peristiwa spektakular ini
1. Pengukuhan iman berkaitan dengan pengakuan atas kemuthlakan kekuasaan Allah, yang pada tahap selanjutnya akan menanamkan kesadaran mendalam atas lemahnya kekuatan rasio manusia bila tidak dilandasi aqidah (keyakinan tauhid),dan pada bagian akhirnya akan melahirkan ketaatan penghambaan hanya terhadap Ma’bud (hanya Allah yang berhak disembah).
2. Bukti atas keutusan Muhammad SAW sebagai Rasul Allah, dengan segala kemuliaan (mukjizat) selaku Khataman Nabiyyin (penutup segala nabi-nabi), dan merupakan pembuktian Al Quranul Karim yang teruji secara ilmiah.
3. Kerelaan dan ketaatan sebagai bukti kesetiaan kepada Allah, dengan keteguhan mempedomani hidayah Allah (Al Quran) dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.

B. Saran Saran
1.Karena masih banyak pebahasan tentang peristiwa isra dan mira’j yang belum kami tuangkan dalam makalah ini maka seyogyanya para pembaca mengkaji dan memperdalam tentang permasalahan ini


2.karena pentingnya pembahasan tafsir 2 tentang peristiwa isra dan mira’j maka seyogyanya kepada mahasiswa untuk mengkaji dan memperdalam dalam pembahasan ini maupun pembahasan –pembahasan yang bersangkutan dengan pembahasan ilmu kalam ini

3.dalam penusunan makalah ini kami sadari,masih banyak kekurangan –kekurangan dan kesalahan – salahan maka kami memohon kepada seluruh teman – teman khususnya dosen tafsir 2 untuk memberikan kritik dan saran – saran yang bersifat membangun agar terciptanya penyusunan makalah yang lebih baik lagi


Daftar pustaka

 A.Yahya Nasution. 1989 “Peristiwa Isra Mira’j Nabi Muhammad”. Surabaya : Sedia Utama
 Junaedi.P. 1997” keutamaan dalam perjalanan isra dan mira’j “ bandung : pustaka amani
 Mustofa A. Al-Marogi (terjamah) 1987”tafsir al-marogi”Semarang: Toha Putra.
 Rozak.A.1990. “Perjalanan Sepiritual Rasul “ Yogyakarta : Putra Abadi
 Suryani, R. 1996. “Isra dan mira’j “Bandung: Rosda Karya














KATA PENGANTAR
Syukur alhammdulilah kami panjatkan kepada kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan ridhonya kami dari kelompok 5 dapat menyelesaikan tugas makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Dan salawat beserta salam semoga tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW kepada para sahabatnya,keluarganya dan umat-umatnya sampai akhir jaman.
Serta tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah psikologi pendidikan yang berjudul peristiwa isra dan mi’raj khususnya kepada dosen tafsir 2 yang telah mambimbing kami sampai akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Makalah yang berjudul pristiwa isra dan mi’raj secara garis besar mambahas tentang peristiwa ketika isra, peristiwa ketika mi’raj, peristiwa sepulang isra dan mi’raj dan hikmah isra dan mi’raj Dan lain lain
Dalam pembuatan makalah ini banyak sekali kekurangan – kekurangan di dalam pembahasan,itu semua tak lepas dari kekurangan kami,oleh karena itu segala tegur sapa dan keritik serta saranya dari pembaca,kami sangat membutuhkan untuk kemajuan – kemajuan kami dalam membuat makalah dimasa yang akan datang.
Besar harapan kami semoga makalah ini bermanfaat bagi semuanya


Pandeglang 17 November 2009




Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………… i
Daftar isi …………………………………………………………….. ii

Bab I
Pendahuluan …………………………………………………….......... 1
A. Latar belakang masalah………………………………….…..... 1
B. Pembatasan masalah……………………………………….….. 3
C. Perumusan masalah…………………………………………… 3
D. Tujuan penulisan ………………………………………….….. 3
E. Metode penulisan …………………………………………..... 3
F. Sistematika penulisan……………………………………….... 4
BabII
Pembahasan peristiwa isra dan mira’j …..…………………………… 5
a. Peristiwa Isra ……...………………………………………... 5
b. Peristiwa mi’raj……………………………........................... 9
c. Peristiwa sepulang isra dan mi’raj…………………………... 13
d. Makna isra dan mi’raj ………………………….…………… 16
e. Hikmah dari dua peristiwa isra dan mi’raj………………….. 24
Bab IV
Penutup
A. Kesimpulan ………………………………………………........ 25
B. Saran-saran………………………………………………......... 26

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 27


MAKALAH

“Peristiwa Isra dan Mira’j ”


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur
Pada Mata Kuliah “Tafsir 2”

Dosen : H. Hidayat Mustafid, Lc.M.Pd







Disusun oleh :
Kelompok 5
Semester III
Kelas III c

 Syafaat antonijaya
 Robi awaludin
 Romli
 Siti Daimatussa’adiah
 Siti Atikah



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH MANSHUR (STAISMAN) PANDEGLANG
TAHUN 2009/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar