Powered By Blogger

Senin, 08 November 2010

MAKALAH FILSAFAT ILMU TENTANG MATERIALISME HISTORIS

MAKALAH
MATERIALISME HISTORIS






NAMA : mochammad irfan
NIM : 0811102928
PROGRAM STUDI : PAI












Fakulatas tarbiah
Sitaisman
Pandeglang
2010
Kata Pengantar

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan hidayah–Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul tentang “ Materialisme Historis “. Makalah ini diharapkan dapat lebih membantu pemahaman mengenai mata kuliah yang bersangkutan dengan judul makalah ini.

Makalah ini saya buat dengan tujuan agar lebih menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi saya maupun mahasiswa / mahasiswi yang akan membaca / mempelajari tentang makalah saya ini. Serta memberi penyadaran buat pembaca bahwa Materialisme adalah penting untuk dipelajari dan diterapkan dalam lingkungan mahasiswa yang intelek.

Tidak pula lupa, saya ucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Sehingga makalah ini terselesaikan dengan baik.

Samarinda, 3 Juni 2010


Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Materialisme Dialektika 3
B. Materialisme Historis 5
BAB III PENUTUP 10
Kesimpulan 10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
MATERIALISME adalah paham ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, fisiologi, epistimologi atau penjelasan historis. Ada beberapa macam materialisme, yaitu materialisme biologis, materialisme parsial, materialisme antropologis, materialisme dialektis, dan materialisme historis.
Adalah Karl Marx (1818-1883) tokoh utama yang mengaitkan filsafat dengan ekonomi. Dalam pandangannya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Manusia selalu terkait dengan hubungan-hubungan kemasyarakatan yang melahirkan sejarah. Manusia adalah makhluk yang bermasyarakat, yang beraktivitas, terlibat dalam suatu proses produksi. Hakikat manusia adalah kerja (homo laborans, homo faber). Jadi, ada kaitan yang erat antara filsafat, sejarah dan masyarakat. Pemikiran Karl Marx ini kemudian dikenal dengan Materialisme Historis atau Materialisme Dialektika.
Pandangan Karl Marx di atas mendapat reaksi yang beragam-ragam di Indonesia. Mengapa? Karena materialisme adalah ajaran Marxisme, yang pada dasarnya memiliki pemikiran sejalan dengan positivisme. Sesungguhnya perintis pemikiran ini bukan hanya Karl Marx, tetapi juga Friedrich Engels (1820-1895). Mereka berdua banyak mendapat inspirasi (terutama metode dialektikanya) dari filsuf Jerman yang sangat berpengaruh, yaitu GWL Hegel (1770-1831). Marx adalah tokoh pertama yang mengaitkan filsafat dengan ekonomi. Dalam perspektifnya, filsafat tidak boleh statis, tetapi harus aktif membuat perubahan-perubahan karena yang terpenting adalah perbuatan dan materi, bukan ide-ide (hal ini berbeda dengan Hegel). Jalan pemikiran Karl Marx tersebut menjelaskan pandangannya tentang teori pertentangan kelas, sehingga pada perkembangan berikutnya melahirkan komunisme.
Dalam realitas, Marxisme adalah suatu gagasan yang menarik untuk dicermati dari sudut pandang sains oleh kaum intelektual dan mahasiswa. Namun bagi pemerintah dan mayoritas bangsa, Marxisme adalah ajaran sesat dan tak bermoral yang bertentangan dengan ideologi negara kita Pancasila, dan UUD 1945. Kuatnya indoktrinasi pemerintah di era orde baru menyebabkan sejumlah intelektual dan mahasiswa hanya mempercakapkannya dalam area kampus. Itu pun hanya semata-mata dalam perspektif Marxisme sebagai gagasan dalam konteks sains. Namun, sulit untuk memungkiri bahwa gagasan-gagasan kaum mahasiswa di era orde baru yang bernyali berteriak lantang memprotesi berbagai kebijakan pemerintah yang konon katanya sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme, dan kuatnya peranan militer (militerisme) dalam mengamankan legitimasi kepemimpinan Orde Baru di pundak Presiden Soeharto, boleh dapat dikatakan bernafaskan roh atau jiwa dari gagasan Marxisme. Argumen ini mengemuka karena pada era itu yang menjadi value demokrasi Indonesia adalah musyawarah untuk mufakat, bukan demonstrasi, apalagi people power.
Dan yang dibahas dalam makalah ini adalah tentang Materialisme Historis dengan berbagai sejarah pandangan filsafat dunia yaitu Hegel dan Karl Marx dan Engels yang diperpadukan dalam pendapat serta pemahaman seorang tokoh marxisme asal Indonesia, yaitu Tan Malaka.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Materialisme Dialektika
Dialectique, dialectica, dialectike semuanya berasal dari bahasa Latin yang dijelaskan sebagai seni berdebat dan berdiskusi, yang kemudian diturunkan sebagai kebenaran dengan jalan diskusi.
Dialektika ketika sampai di zaman Hegel dikonsepsikan bahwa dalam realitas ini tidak ada lagi bidang-bidang yang terpisah atau terisolasi. Semuanya saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran. Dalam tinjauan lain, dialektika berarti sesuatu itu hanya berlaku benar apabila dilihat dengan keseluruhan hubungan dalam relasi yang bersifat negasi-dialektis (teas-antitesa-sintesa).
Dalam mata filsafat dialektika, terutama para penganut materialisme dialektik Marx dan Engels menganggap bahwa dalam realitas ini tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri untuk selamanya, tidak ada sesuatu yang mutlak dan suci seperti yang dimetafisikakan oleh Hegel dengan sebutan “roh absolut”. Lebih mendetail J.W. Stalin dalam Buku “Materialisme Dialektika dan Histori” menerangkan dua prinsip pokok dari dialektika Marxis. Pertama, dialektika Marxis berlawanan dengan metafisika. Dialektika Marxis tidak memandang alam sebagai suatu tumpukan segala fenomena atau tumpukan fenomena yang kebetulan saja, tidak berhubungan dan bebas satu sama lainnya. Namun semua fenomena alam sebagai realitas yang organik satu statis lainnya. Kedua, berbeda dengan metafisika, dalam konsepsi dialektika berpendapat bahwa alam bukanlah satu keadaan yang statis namun realitas yang terus menerus bergerak dan berubah, rontok, mati dan tumbuh kembali. Ketiga, dialektika juga menerangkan proses perkembangan bukanlah suatu proses pertumbuhan yang sederhana, di mana perubahan – perubahan kuantitatif akan menuju perkembangan yang terbuka ke arah perubahan yang kualitatif.
Berkaitan dengan penjelasan hukum dialektika, Tan Malaka menerangkan dalam Madilog (Materialisme, dialektika, logika) dengan membedakannya dengan logika yang berisi hukum berpikir logis. Logika adalah metode berpikir untuk menetapkan suatu identitas. Dimana wilayah kerja logika adalah ketika berhadapan dengan satu persoalan yang sederhana yang hanya membutuhkan jawaban ‘ya’ dan ‘tidak’. Dimana logika ‘ya’ adalah ‘ya’ dan ‘ya’ adalah “bukan tidak”. Hukum keduanya tidak bisa dicampuradukkan. Hukum yang lazim dipakai logika dalam pengertian ini adalah A = A. Sedangkan A bukan non A (tidak A).
Beberapa hukum pokok dialektika juga diutarakan Tan Malaka dalam beberapa persoalan berikut contohnya dalam kehidupan sehari – hari, yaitu :
1. Hukum dialektika selalu berkaitan dengan waktu.
2. Hukum dialektika selalu berkaitan dengan perpaduan di luar dirinya.
3. Hukum dialektika selalu berkaitan dengan hukum kontradiksi.
4. Hukum dialektika selalu berkaitan dengan gerak.
Melawankan hukum dialektika idealis milik Hegel dengan dialektika milik Karl Marx dan Engels, Tan Malaka tampak menaruh keberpihakan jelas terhadapnya. Keberpihakan yang sangat ideologis sehingga tampak sebagai penjabaran dogma secara rasional, tanpa kritisisme tertentu. Disebutkannya, bagi Marx Dialektika itu bukanlah semata-mata hukum gerakan pikiran sebagai cermin realitas, melainkan hukum kebenaran berpikir ketika bertitik tolak dari benda yang sebenarnya. Adanya hukum pertentangan dan perpaduan sendiri juga diakui oleh Marx dan Engels, cuma dalam pengertian sebagai perjuangan tabpa damai dua benda nyata, pertentangan dua kelas dalam masyarakat. Pertentangan dalam masyarakat itu antara kelas yang berpunya yang ditentukan oleh corak produksi masyarakatnya. Dengan adanya kemajuan teknik dalam corak produksi masyarakat yang membuat orang kaya dan berkuasa semakin bertambah kaya dan kuasa. Sedangkan di pihak yang miskin dan tak kuasa semakin terpuruk dalam lembah yang miskin dan tak ada kuasa. Perpaduan baru sintesis ini berupa “hak milik bersama” atas alat-alat produksi yang menghasilkan bagi “kemakmuran bersama”. Sistesis inilah yang kemudian membayang dalam otak sebagai suatu yang bertolak dari realitas objektif (materialisme). Selanjutnya politik dan instrumen operasional lainnya dilaksanakan sepenuhnya untuk membuat masyarakat baru berdasarkan “hak milik bersama”, masyarakat yang dikendalikan oleh kelas tak berpunya (sosialisme) sampai terbentuknya masyarakat tanpa kelas seperti yang dicita – citakan (komunisme).

B. Materialisme Historis (Hukum Objektif Sejarah)
Materialisme historis dipahami sebagai perluasan prinsip¬-prinsip materialisme dialektik pada anahsis mengenai kehidupan masyarakat, atau pengeterapan prinsip-prinsip materialisme dialektik pada gejala kehidupan masyarakat. Bertolak dari proposisi bahwa yang terpenting dari filsafat adalah bukan hanya bongkar pasang makna tentang dunia namun bagaimana merubah kenyataan dunia, Karl Marx meneruskan konsistensi pemikirannya pada kasus hukum dialektika sejarah dalam masyarakat manusia. Dalam materialisme historis, Marx menjabarkan secara ilmiah mata rantai kelahiran, perkembangan dan kehancuran sistem masyarakat beserta kelas-kelas sosial dalam suatu kurun sejarah.
Marx menfokuskan pada tinjauan objektif atas corak~ produksi masyarakat sebagai struktur dasar masyarakat. Hubungan corak produksi yang melibatkan keselarasan antara aktivitas masyarakat berikut bahan-bahan dan perkakas yang ada sebagai basis material (faktor determinan) pembentuk sistem ekonomi masyarakat dan struktur sosial di dalamnya termasuk manivestasi hukum, politik, estetika dan agama. Totalitas produksi inilah yang menyusun masyarakat sekaligus menjadi landasan tempat berpijak struktur-atas politik berdixi dengan pongah. Sampai pada puncak perkembangannya, ketika suatu sistem produksi yang ada mengandung kontradiksi yang melibatkan pertentangan kekuatan- kekuatan produktif dalam masyarakat––kelas tanpa modal versus kelas bermodal–maka hukum sejarah berlaku dialektik. Yakni perubahan yang sesuai dialektika hukum objektif, di mana masyarakat bawah yang terperas dan terhisap akan melakukan perombakan secara revolusioner sebagai anti-tesa sistem lama menuju sistesa dalam masyarakat baru yang diperjuangkan sendiri semua kaum tertindas (proletariat).
Lenin berpendapat, dengan ditemukannya konsepsi materialisme historis, ia telah mengatasi dua kelemahan pokok dari teori-teori sejarah terdahulu. Pertama, mereka paling hanya meneliti motif-motif ideologis dari aktivitas sejarah manusia, tanpa menyelidiki apa yang melahirkan motif-motif tersebut dan Vna berpegang pada hukum-hukum objektif yang menguasai perkembangan sistem hubungan sosial. Mereka juga tidak melihat akar-akar dari hubungan-hubungan pada tingkat perkembangan produksi materi. Kedua, teori-teori sejarah terdahulu tidak meliputi tinjauan aktivitas masyarakat dalam berbagai aspek corak-corak produksi dan perkembangannya. Sedang materialisme historis Marx meninjau keadaan objektif sosial dan perubahan dalam hukum dialektikanya dengan tingkat akurasi yang hampir menyamai ilmu-ilmu alam. Dalam materialisme historis, Marx menunjukkan hukum-hukum objektif perkembangan masyarakat, menjelaskan secara objektif kelahiran, perkembangan dan kehancuran suatu sistem masyarakat. Secara akurat la juga menyatakan bahwa pencipta sejarah sebenarnya adalah massa rakyat kelas pekerja, bukan individu istimewa macam raja, bangsawan atau pahlawan.

Untuk mengakses dan mendownload tugas kuliah ini selengkapnya anda harus berstatus Paid Member

2 komentar:

  1. cukup menjelaskan, boleh ga akses selengkapnya buat bahan makalah nih...tapi aku gtau carany...thanx.

    BalasHapus
  2. silahkan cukup di blok n di kopi aja

    BalasHapus